Kisruh di tubuh Universitas Batanghari (Unbari) tak kunjung reda. Campur tangan Pemerintah Pusat membuat kisruh kian melebar. Prof Herri, yang kini berada di Padang itu, diklaim masih sebagai PJ Rektor. Sementara, pihak yayasan di bawah kepemimpinan Camelia Puji Astuti telah menunjuk rektor defenitif, Dr Saydina Usman El Quraisy M Phil. Nasib ribuan mahasiswa dan legalitas ijazah alumni dipertaruhkan.
***
Gubernur Jambi Al Haris menyampaikan update terbaru ihwal polemik di Unbari. Kepada wartawan, Al Haris mengaku baru pulang dari Jakarta.
Ia diundang rapat bersama kementerian Pendidikan dan Deputi VI Kementerian Koordinator Polhukam. Rapat berlangsung 6 April 2023 lalu. Tempatnya di Kementerian Pendidikan Jakarta.
Klaim Al Haris, akta yayasan tahun 1999 merupakan akta terakhir sebagai payung hukum pelaksanaan pendidikan di Unbari. Ketika itu, Gubernur Jambi di jabat oleh H. Abdurahman Sayoeti, beserta Pejabat Provinsi lainya, termasuk H.Hasip Kalimuddin Syam tercatat sebagai pendiri.
Atas dasar itu, pemerintah provinsi mendapat legitimasi untuk ikut campur urusan polemik Yayasan Pendidikan Jambi dan Unbari.
Tidak hanya itu, menurut Al Haris, Kementerian hanya mengakui satu kepemimpinan di Unbari yaitu Pejabat sementara Prof. Herri.
Rektor defenitif Unbari, Dr. Saidina Usman El-Quraisy, M.Phil, merespon santai masalah itu. Apa yang disampaikan Al Haris, kata Usman, kontradiktif dengan Undang-Undang.
“Beliau mungkin lupa bahwa sejak 2010, saat itu pak HBA baru menjadi gubernur, dan atas nama pemerintah provinsi Jambi, sudah mengundurkan diri dan memberikan kuasa khusus kepada almarhum H.Hasip Kalimuddin Syam. Kita punya dokumen surat pengunduran dan surat kuasa khusus pak HBA dan ada video juga. Dan yang penting juga, beliau (HBA_red) masih hidup dan sehat segar bugar, silakan ditanya,” jelas Usman ketika dibincangi di sela kegiatan buka puasa bersama Yayasan, Senin (10/03/2023).
Menurut pria kelahiran Merangin 34 tahun lalu itu, pengunduran diri Pemprov ketika itu atas perintah negara. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah melarang pemerintah daerah terlibat dalam tata kelola yayasan.
“Regulasi yang dimaksud yakni UU Yayasan no 16 tahun 2001 yang diperbarui dengan UU no 28 tahun 2004. Selain UU, juga dalam peraturan pemerintah no 63 tahun 2008 seperti yang dirubah dengan PP no 2 tahun 2013 tentang pelaksanaan UU Yayasan. Tidak hanya UU Yayasan, UU no 23 tahun 2004 tentang pemerintah daerah juga jelas melarang pemerintah ikut terlibat dalam urusan yayasan,” bebernya.
Pengurus Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Provinsi Jambi itu juga menjelaskan, bahwa pemerintah provinsi Jambi sudah mengeluarkan surat tanggapan bahwa pemprov Jambi tidak bisa terlibat dengan polemik Unbari.
Surat yang bernomor: S.188.342/1434/SETDA.HKM-2.1/XII/2021 itu diteken oleh Kepala Biro Hukum,M. Ali Zainal, SH. MH dan terbit atas perintah Gubernur Jambi.
“ Lalu kok sekarang malah ikut-ikutan, ini ada apa?. Dan kami berharap permasalahan asset-aset Yayasan Pendidikan Jambi dan Unbari ini tidak menjadi perkara yang akan menghabiskan energi pak Gubernur, apalagi sampai menjadi batu sandungan. Lebih baik kita bersinergi membangun SDM Jambi. Unbari ini Perguruan Tinggi swasta, regulasinya jelas, gak ada kaitan langsung dengan pemerintah daerah,” ungkapnya.
Terkait kepemimpinan di Unbari, mantan Sekretaris Jenderal asosiasi Perguruan Tinggi Keagamaan swasta Provinsi Jambi itu menanggapi santai.
“Kan tadi sudah jelas aturan main perguruan tinggi swasta, dimana PTS itu berada dibawah Yayasan. Dan sampai saat ini satu-satunya Yayasan yang sah dan tercatat sebagai Badan Penyelenggara Unbari itu Yayasan Pendidikan Jambi, pimpinan Ibu Camelia, dan saya jelas satu-satunya yang memegang SK dan dilantik menjadi defenitif oleh yayasan. Jadi kalo pak Gub bilang rektor defenitif itu nanti dari kementerian, ini bukan kampus negeri boss,” jawabnya sambil tersenyum lebar.
Rektor termuda itu juga menambahkan, jika yang dipermasalahkan adalah legal standing Yayasan Pendidikan Jambi sebagai kelanjutan dari yayasan yang didirikan tahun 1977, itu juga sudah ada mekanismenya dan YPJ sudah menjalankan itu.
“Kalo tidak mau menerima atau tidak mengakui YPJ ini sebagai Badan Penyelenggara Unbari, maka silahkan salahkan UU yayasan dan PP yang mengatur tentang itu. Kalo yang dipermasalahkan proses pendaftaran kembali YPJ 1977 pada tahun 2010, silahkan putar kembali waktu dan protes ketika itu. Dan lagian, Pak Rozi itu sudah menjabat sebagai Rektor Unbari sejak 2010 itu sebanyak 3 periode (12 tahun), kalo yayasan tidak sah, artinya pak Rozi juga tidak sah karena diangkat oleh yayasan yang tidak sah. Kalo rektor tidak sah, maka ada sekitar 8000-an Ijazah yang sudah di teken oleh pak Rozi yang artinya juga tidak sah. Belum lagi penerimaan dana hibah dan kebijakan lainya, bayangkan dampaknya bagaimana,” tutupnya. (*)