Oleh Heddika Siregar
TAHUN 2019 adalah tahun politik dan pesta demokrasi di Indonsia, memilih anggota legislatif dan presiden yang akan menghangatkan kompetisi bahkan memanaskan dunia politik di Tanah Air. Dalam persaingan perebutan kursi kekuasaan para calon menggunakan cara atau taktik untuk merebut hati rakyat, salah satunya dengan menggunakan iklan pengenalan diri atau sering disebut dengan kata baliho.
Sekilas, baliho-baliho tersebut seperti pameran papan bunga ajang kampanye yang berjejer disepanjang jalan dan ruang sosial masyarakat. Tidak sama halnya berwisata di Pulau Bali kita akan melihat pemandangan yang sangat menabjubkan oleh keindahan alam, tetapi berwisata diruang ruang fisik Indonesia yang dipenuhi dengan foto,gambar yang terdapat dibaliho. Memang tidak salah. Tujuan dari pengenalan tersebut untuk lebih memperkenalkan calon legislatif dan calon presiden kepada masyarakat.
Masalahnya, Ketika mengamati sepintas gambar, foto, dan baliho tersebut tidak dapat memberikan informasi, keunggulan, serta kesungguhan komitmen keterwakilan calon. Yang terbaca ialah realitas narsistik yang selalu ditunjukkan dengan sangat vulgar. Wajah yang begitu bersih dan tampan karena kecanggihan teknologi dan juga pembohongan publik.
Kebiasaan mengabadikan suatu moment sudah menjadi kebiasaan yang tidak tabu dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah di Indonesia saat ini, baik kegiatan politik, rapat, tugas selalu terbiasa dituntaskan dengan berfoto diakhir kegiatan yang akan dipamerkan dimedia sosial. Hal ini menjadikan perpolitikan di Indonesia pun disajikan dengan instan. Sekedar menyebut satu contoh kampanye hanya memasang foto dan gambar di baliho tanpa adanya tertera didalam baliho tersebut visi dan misi dari para calon dan ini adalah salah satu contoh kampanye yang mempersulit masyarakat yang melihatnya.
Dalam kontestasi kampanye politik saat ini banyak sekali masyarakat yang kebingungan dalam mengenali calon yang akan dipilihnya pada pesta demokrasi yaitu pada tanggal 17 april 2019 yang akan datang dikarenakan banyaknya calon legislative dan juga para calon yang berkampanye terlalu sering melalui media massa atau media cetak tanpa melakukan kampanye langsung, dalam hal ini sebagian besar masyarakat Indonesia memang sudah mengerti menggunakan media sosial dan aktif dalam membaca berita. Namun berbeda dengan masyarakat yang tinggal di desa yang masih buta dengan kemajuan tekhnologi.
Kegiatan kampanye yang dilakukan para calon yaitu dengan membuat baliho disepanjang jalan menurut penulis hanyalah sebagai hiasan belaka tanpa memiliki suatu faedah dalam memeperkenalkan dirinya, bahkan baliho yang dipasang disepanjang ruas jalan akan merugikan calon karena memeperbesar biaya kampanye serta merusak keindahan jalan.
Menyambut pemilu yang semakin dekat seharusnya masyarakat sudah mengenal betul siapa calon yang layak untuk dipilihnya berdasarkan kriteria yang diinginkan Si pemilih untuk mewakilinya dibidang eksekutif maupun legislative melalui informasi dan kampanye yang dilakukan calon yang dimana salah satunya baliho. Namun baliho yang berderet begitu banyak tidak dapat memberikan pemahaman atau pengenalan calon.
Pelaksanaan kampanye dengan jenis pemasangan baliho seharusnya memberikan manfaat yang langsung dapat mengenai sasaran, contohnya dengan mencamtumkan visi dan misi dari calon tersebut sehingga masyarakat dengan mudah mengetahui seperti apa dan apa tujuan dari calon tersebut. Dalam hal ini penulis menganjurkan atau mengajak agar kiranya kedepannya para calon tidak hanya memperbayak kampanye melalui baliho tetapi ada baiknya melakukan kampanye langsung dengan kata lain turun langsung kemasyarakat agar menetahui apa kekurangan dari masyarakat sehingga ketika calon tersebut terpilih sudah mengetahui kebutuhan dari masyarakat yang dipimpinnya.
Selain kampanye langsung penulis menyarankan Si calon memberikan sebuah buku disaat kampanye dengan mencamtumkan bio data, latar belakang pendidikan, prestasi yang pernah diraih, serta keinginan untuk memimpin. Sebagai masyarakat yang hidup di era modern sudah seharusnya menggali informasi yang lebih dalam dari setiap calon karena kita sudah sama-sama mengetahui bahwa setiap calon tidak akan memberikan informasi yang unggul tentang dirinya dan jarang memberitahu kekurangan dan keburukannya. Agar kiranya kampanye dapat berjalan semestinya dengan tepat sasaran dan pemilih pun tidak kebingungan dan salah pilih pemimpinnya, untuk memajukan Indonesia yang lebih baik. (***)
Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Kolitik Universitas Jambi