PIMPINAN Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan Sutan Adil Hendra (SAH) mengatakan bahwa budaya membaca dan menulis penting karena persoalan literasi menjadi masalah yang sangat penting dan tidak dapat diselesaikan oleh perangkat birokrasi yang ada, perlu keterlibatan masyarakat.
“Pelibatan publik menjadi sangat esensial karena pemerintah jangkauannya terbatas. Untuk itu, harus bekerja sama dengan berbagai unsur, melalui diskusi terpumpun ini kita bisa saling belajar satu sama lain dan berbagi pengalaman dalam memajukan literasi,” ungkap SAH saat membuka Diseminasi Gerakan Literasi Nasional di Hotel Luminor Jambi (8/10) kemarin.
Pada kesempatan itu Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR tersebut menerangkan bahwa acara ini bertujuan untuk mendapatkan masukan dari berbagai kalangan, profesi, dan pegiat literasi yang sudah malang melintang di dunia literasi, “acara ini untuk menyempurnakan rumusan peta jalan yang sudah disusun oleh tim kerja literasi nasional yang dibentuk oleh Kemendikbud, karena Gerakan Literasi Nasional merupakan program prioritas yang dicanangkan oleh Kantor Bahasa yang perlu kita dukung bersama, tidak hanya pendidikan literasi formal di sekolah tetapi juga literasi di lingkungan masyarakat dan keluarga”.
Pada kesempatan itu, SAH yang dikenal sebagai pejuang beasiswa Jambi tersebut menjelaskan bahwa tujuan besar dari Gerakan Literasi Nasional adalah perubahan perilaku, budaya dan kebiasaan masyarakat. “Untuk menyiapkan generasi berkecakapan abad 21, kita mengikuti perkembangan literasi secara global (world economic forum) yang membagi literasi dasar menjadi enam, yaitu literasi bahasa dan sastra, numerasi, sains, digital (teknologi informasi), finansial, serta budaya dan kewarganegaraan.”
Ia juga mengemukakan bahwa beberapa usulan program inovasi terkait literasi adalah, (1) Gerakan cinta membaca dengan penyediaan pojok baca di fasilitas umum dan sekolah, Bandara, Stasiun KA, terminal bus, rumah sakit, tempat ibadah, balai desa, dsb, (2) Pemilihan duta literasi dari siswa SD, SMP, SMA, SMK, SLB, Guru, dan tokoh yang memenuhi kriteria sebagai agen literasi, (3) Gerakan menulis buku cerita/testimoni/upaya menumbuhkembangkan literasi termasuk “satu desa satu cerita”, saat ini banyak desa atau kota yang mempunyai cerita lokal (sejarah tentang desa/kota) tetapi masyarakat belum mengetahui cerita tersebut, (4) Membuat situs khusus literasi, (5) Memperkuat perpustakaan daerah, (6) Olimpiade literasi untuk siswa SD, SMP, SMA, SMK, SLB, dan Guru, (7) Gerakan menulis 500 buku non teks per tahun, dan (8) Memasukkan gerakan literasi nasional dalam program KKN mahasiswa, Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), dan pengabdian masyarakat (dosen).
“Kita ingin membuat sebuah ekosistem, karena gerakan ini tidak mungkin digerakkan oleh satu atau dua kementerian saja, tetapi harus semesta, seluruh pemangku kepentingan, baik kementerian, pemerintah daerah, lembaga, pihak swasta, dan dunia usaha bisa memberikan pengayaan (kontribusi) konsep dan indikator terhadap literasi dan strategi pengembangannya (baik di keluarga, sekolah, dan masyarakat),” tandasnya. (*)