KPK Kumpulkan Bukti Korupsi Jamaah
12 anggota DPRD Provinsi Jambi sudah berstatus tersangka (Lihat Grafis). Satu dewan berstatus narapidana. Yaitu Supriyono, Ketua Fraksi PAN. Anggota DPRD lainnya turut was-was. Ada yang kuras rekening. Adapula yang jual aset. KPK tengah mengumpulkan bukti keterlibatan aktor lainnya. Di internal Dewan itu.
BACA JUGA: Gubernur Maschun Sofwan pun Tertawa
KPK menetapkan mereka sebagai tersangka suap ketok palu pengesahan RAPBD Jambi, tahun 2017 dan 2018.
Beberapa dewan berstatus tersangka sebagai penerima uang ketok palu APBD 2017. Antaralain Muhammadiyah (Ketua Fraksi Gerindra). Effendi Hatta (Fraksi Demokrat). Zainal Abidin (Fraksi Demokrat). Cornelis Buston (Fraksi Demokrat). Chumaidi Zaidi (Fraksi PDIP). Zoerman Manap (Fraksi Golkar). Dan Ar Syahbandar (Fraksi Gerindra).
KPK memastikan pengembangan penyidikan terhadap anggota DPRD Jambi lainnya. Yang disebut menerima uang suap ketok palu itu. Baik 2017 maupun 2018.
“DPRD yang lain mungkin pengalaman dari Malang dan Sumatera Utara itu bisa jadi pedoman, dua-duanya bisa kami lakukan apakah dengan cara cepat atau benar. Jadi cepat atau lambatnya kita akan berpatokan pada 2 pengalaman tadi, mudah-mudahan tidak terlalu lama,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (28/12/2018)lalu.
Anggota DPRD lainnya yang belum berstatus tersangka mulai cemas. Beberapa diantaranya sudah ambil langkah antisipasi. Misalnya menguras isi rekening. Uang tabungan yang disimpan dalam rekening pribadi ditarik. Lalu diserahkan pada keluarga. Atau kolega yang dipercaya. Untuk disimpan dan diamankan.
“Langkah antisipasi saja. Kalau terjadi hal yang buruk, tabungan tetap aman. Makanya, uang di rekening ditarik dan di kasih keluarga atau teman untuk mengelola. Semacam pencucian uang gitu,”ujar salah satu sumber Jambi Link di DPRD Provinsi Jambi.
Malah, ada yang punya tabungan tak sampai Rp 1 miliar. juga langsung ditarik. Diamankan. Khawatir tabungan disita KPK. Padahal itu tabungan keluarga. Untuk biaya anak sekolah. Namun, karena tersimpan atas nama anggota Dewan itu. Sehingga perlu di tarik. Demi keamanan tadi.
“Saking cemasnya. Uang tabungan untuk anaknya sekolah juga ditarik. Karena tersimpan atas nama dewan itu,”katanya.
Beberapa dewan juga mulai menjual aset. Misalnya mobil. Ada kekhawatiran mobil akan disita KPK. Karena mobil adalah aset yang mudah diangkut. Dan paling sering disita KPK.
“Coba aja cek ke showroom di sekitar simpang kawat. Udah banyak mobil dewan dijual disana. Uangnya disimpan oleh anak atau keluarganya,”imbuh R, sumber lain.
Tidak hanya dewan. Bahkan keluarga mereka juga turut merasa cemas. Khawatir. Sebagian tidak siap melihat istri atau suaminya harus meringkuk di sel. Dan menjadi tahanan KPK.
“Kondisinya udah tidak sehat. Mereka tidak lagi fokus kerja. Kalau ngumpul, yang dibahas adalah masalah kasus itu. Membahas nasibnya. Membahas bagaimana bisa lolos. Siapa yang harus di korbankan. Sebagian masih berharap dewan lainnya yang belum kena tidak ikut diseret. Sudah cukup sebatas 13 orang saja. Itu harapan dewan lainnya,”jelasnya.
Sementara, kasak-kusuk menyangkut nasib pimpinan dewan mulai dibahas. Beberapa dewan hasil PAW di prediksi akan mengisi posisi pimpinan dewan tersebut.
“Karena mereka bersih dari kasus. Kalau yang lain, nasibnya belum aman,”katanya.
Ketua Fraksi Gerindra DPRD Provinsi Jambi Muhammadiyah mengakui ia ditetapkan tersangka bukan terkait kasus ketok palu APBD 2018. Begitupula beberapa dewan lainnya. Seperti Efrfendi Hatta dan Zainal Abidini (Ketua Komisi III).
“Kami disangka menerima suap untuk APBD 2017,”ujarnya, belum lama ini.
Menurutnya, surat pemberitahuan sudah dikirim KPK kerumahnya. Dan sudah diterima.
“Dari surat pemberitahuan, yang saya terima bukan atas nama Fraksi. Tapi atas nama Pribadi sebagai anggota DPRD. Jadi tidak terkait Fraksi,”katanya.
Sementara, Ketua DPRD Jambi, Cornelis Buston mengaku belum mengetahui jadwal pemeriksaan sebagai tersangka. Ia hanya pasrah. Dan menyerahkan semua proses hukum yang sedang berjalan.
“Saya sebagai orang yang ditetapkan menjadi tersangka, maka saya menerima itu. Dan kita hormati proses yang ada,” ujarnya, usai paripurna HUT Provinsi Jambi, Senin lalu.
Ketua KPK, Agus Rahardjo mengingatkan para anggota DPRD lainnya. Yang turut menerima suap. Agar segera mengembalikan uang.
“Insyaallah dalam waktu tidak terlalu lama. Jadi tadi kita imbau kalau mereka mengembalikan itu jadi meringankan tuntutannya,”ujarnya.
Jatah uang ketok palu itu terungkap dalam persidangan Zumi Zola di Pengadilan Tipikor Jakarta, belum lama ini. Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Dodi Irawan hadir sebagai saksi. Dia membeberkan mengenai kisaran duit suap itu. Untuk kalangan DPRD.
Dodi mengatakan anggota DPRD Jambi meminta uang untuk memuluskan RAPBD Tahun 2017 dan 2018. Dodi menyebut Komisi III mendapatkan jatah Rp 375 juta per orang.
“Anggota, Rp 200 juta. Sama dengan tahun lalu. Anggota Komisi III itu Rp 200 juta ditambah Rp 175 juta berarti Rp 375 juta,” kata Dodi.
Selain itu, Dodi menyebut ada pula jatah untuk anggota Badan Anggaran (Banggar). Nilainya Rp 205 juta per orang. Semua transaksi itu dilakukan dalam beberapa tahap. Serta dicatat oleh seorang kontraktor. Namanya Muhammad Imaduddin alias Iim.
Dodi kemudian mengaku pernah bertemu Ketua DPRD Jambi Cornelis Buston. Saat itu, Cornelis meminta uang sekaligus paket proyek. Untuk dirinya sendiri.
“Pak Cornelis Buston menyampaikan kepada saya tolong sampaikan ke Pak Gub bahwa untuk tahun 2017 kan di 2016 bahas untuk 2017 bahwa beliau meminta paket proyek sejumlah Rp 50 miliar untuk beliau sendiri, tapi yang tadi beliau cuma minta untuk beliau, tidak yang lain-lain atau pimpinan,” kata Dodi.
Lalu, ada permintaan uang lagi. Dari Wakil Ketua DPRD Jambi dengan rincian AR Syahbandar meminta Rp 600 juta. Chumaidi Zaidi meminta Rp 650 juta. Zoerman Hanap meminta Rp 750 juta.
Dalam surat dakwaan, Zumi Zola selaku Gubernur Jambi periode 2016-2021 didakwa telah menyuap 53 Anggota DPRD Jambi. Dengan total uang yang diberikan Rp 16,5 miliar.
Zumi Zola mengakui pemberian uang ke anggota DPRD Jambi sebagai uang “ketok palu” APBD 2017 dan 2018. Mantan politikus PAN itu pun mengaku bersalah. Zola mengatakan pemberian uang ke anggota DPRD Jambi atas sepengetahuannya.
“Setiap anggota minta Rp 200 juta dan pimpinan minta lebih, ditambah ketua fraksi juga minta dalam jumlah besar,” kata Zumi Zola.
Zola didakwa dalam dua kasus, yaitu gratifikasi dan suap terhadap anggota DPRD Jambi.
KPK menetapkan Zumi Zola sebagai tersangka sejak 2 Februari 2018. Bersama Kepala Bidang Bina Marga Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi, Arfan.
Zola diduga menerima gratifikasi Rp 40,477 miliar ditambah $177,3 ribu AS (sekitar Rp2,594 miliar). Serta $100 ribu Singapura (sekitar Rp1,067 miliar). Sehingga totalnya mencapai Rp44,138 miliar. Dan juga mobil Alphard seri terbaru. Dari pengusaha. Asiang.
Status Zumi Zola bertambah setelah KPK kembali menetapkan dirinya sebagai tersangka pada Selasa (10/7/2018).
Dalam kasus suap uang ketok palu, Zola menugaskan orang kepercayaannya. Untuk mengumpulkan uang dari para kontraktor yang mengerjakan proyek infrastruktur di Dinas PUPR Jambi. Semua penerimaan uang dari kontraktor dilakukan atas persetujuan dirinya.
Dua perkara yang melibatkan Zola itu merupakan pengembangan perkara kasus suap pengesahan Rancangan APBD Jambi 2018. Awalnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan di Provinsi Jambi pada 28 November 2017.
Saat itu, KPK menetapkan empat tersangka, yaitu anggota DPRD Jambi dari Fraksi PAN 2014-2019 Supriono; Pelaksana tugas Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Erwan Malik; Pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi Arfan; serta Asisten Daerah Bidang III Provinsi Jambi Saifuddin.
Penyidik KPK menyita Rp 4,7 miliar. Jumlah itu baru sebagian. Dari total uang yang akan diberikan sebesar Rp 6 miliar. Untuk memuluskan pengesahan RAPBD tahun 2018.
KPK telah memeriksa 48 anggota DPRD. Namun baru 12 anggota DPR yang menjadi tersangka. Dan satu dewan sudah menjadi Narapidana. Kemudian satu pengusaha Jeo Fandy Yoesman (JFY) alias Asiang) juga sudah berstatus tersangka.
Kasus korupsi di Jambi pun bisa saja melebar. Seperti kasus Kota Malang dan Sumut. Sehingga menambah jajaran korupsi berjemaah di Indonesia. (*)