Mengapa kekuasaan dikejar-kejar? Bahkan lewat pertumpahan darah sekalipun….
Bagaimana tabiat para penguasa? Hingga praktik korup dan kesewenangan-wenangan merajalela….
Lalu Bagaimana kekuasaan dikontrol? Agar praktik otoritariasme tak meraja….
Semua ini dikupas lapis demi lapis oleh Dr Jafar Ahmad, lewat Channel Belajar Politik edisi Rabu 20 Mei 2020.
Berikut penjelasannya….
***
Doktor Ilmu Politik jebolan Universitas Indonesia itu mengawali sesi diskusinya dengan menjawab pertanyaan pertama : Mengapa kekuasaan dikejar-kejar?
Perilaku manusia selalu didrive oleh sebuah makhluk, yang oleh Dr Jafar Ahmad dinamai Utilitas atau kepuasan. Utilitas itu ada dua, kata Jafar–begitu ia akrab disapa–.
Pertama kepuasan materil, yang wujudnya kelihatan.
Utilitas Materi ini misalnya, kepuasan menumpuk harta kekayaan. Kepuasan untuk memiliki istri cantik atau suami kaya. Kepuasan untuk menggenggam banyak uang.
Utilitas ini mendorong semua orang untuk menguasai benda.
Satu lagi, yang ia sebut Utilitas Non Materi, yaitu kepuasan yang bukan berbentuk materi. Kepuasan bentuk ini misalnya, mendorong orang untuk menjadi ahli ibadah.
Ia baru puas kalau bisa beribadah tiap waktu, tak kenal henti.
Bisa pula dalam bentuk pendidikan. Ia merasa puas jika sudah menyandang gelar doktor atau profesor.
Di mana bedanya ?
Menurut Dr Jafar, utilitas materil cenderung terbatas jumlahnya. Semenara utilitas non materil cenderung tak terbatas.
Misalnya begini.
Jika orang ingin ibadah, dia tentu tak perlu merasa bersaing dengan orang lain. Tak ada konflik dalam mengejar ibadah. Tak ada batas dalam ibadah. Sehingga tak ada kompetisi.
Sementara utilitas materil, didomonasi oleh kebutuhan kebendaan. Karena jumlahnya terbatas, didalamnya cenderung ada kompetisi dalam memperolehnya.
Sikap dan cara untuk mendapatkan utilitas materi itu macam-macam. Ada lewat jalan bisnis, ada dengan cara merebut harta warisan, ada yang mencuri, ada yang menipu, macam-macam.
Dibalik itu semua, ada satu alat yang dengannya, semua sumber daya materi itu relatif bisa dikuasai dengan mudah.
Apa itu?
Politik…
“Yang menjadi pertanyaan, mengapa politk bisa memenuhi hasrat kepuasan seseorang?”.
Begini.
Politik adalah satu alat dimana wewenang bisa didapat. Semakin tinggi jabatan politiknya, semakin tinggi pula wewenangnya.
Nah,
Wewenang memungkinkan seseorang bisa mengumpulkan sumber daya sebesar-besarnya. Maka, politik hadir menjadi alat bagi seseorang untuk mengejar kepuasan materil, untuk merebut sumber daya tersebut.
Menjadi maklum, ketika perebutan wewenang itu terjadi diantara aktor-aktor politik. Dengan kewenangan besar yang dimiliki, bukankah mereka bisa menguasai sumber daya?.
Dengan begitu, terpenuhilah kepuasannya, utilitas materil itu.
Menjawab pertanyaan mengapa orang berkuasa?
Menurut Jafar, karena mereka ingin mengejar kepuasan….
***
Di sesi ini, Jafar juga mengupas secara rinci bagaimana perilaku orang berkuasa. Secara sederhana, Jafar menjelaskan, seorang penguasa pastilah akan memaksimalkan kemampuan dengan segala wewenang yang dimiliki, untuk menguasai semua sumber daya itu.
Caranya macam-macam.
Ada yang sentralisitik. Ada yang didistribusikan ke orang banyak. Ada yang dibagi ke sebagian kecil publik.
Lalu apa yang akan terjadi?
Perilaku itu memungkinkan kelompok penguasa menggunakan segala cara untuk mengumpulkan sumber daya sebanyak-banyaknya.
Memindahkan hak tanah kosong menjadi milik pribadi atau orang-orang tertentu, misalnya.
Negara, kata Jafar, hanya akan menjadi instrumen bagi aktor penguasa, untuk mengumpukan sumber daya itu.
Terakhir, Jafar menjelaskan pertanyaan bagaimana mengontrol kekuasaan?
Menurut Jafar, muncul kesadaran dikalangan ilmuwan bahwa kekuasaan mesti dikontrol.
Kenapa?
Karena kekuasaan selalu bersifat sewenang-wenang. Semakin besar kekuasaannya, kata Jafar, semakin besar pula kesewenangnnya.
Ilmuwan di republik ini, sejak dulu telah berikhtiar keras. Mereka sadar kekuasaan perlu dibatasi.
Soekarno misalnya, ketika kekuasaannya tak dibatasi, kelihatan mulai otoriter di akhir-akhir pemerintahan.
Demikian pula soeharto. Semakin lama dia berkuasa, semakin kuat dan tampak kesewenang-wenangannya.
Otoritariasme sudah tak bisa dipraktikkan.
Maka, reformasi lahir dengan membatasi jabatan Presiden, jabatan Gubernur, jabatan Bupati. Mereka hanya dibolehkan berlaga dalam dua kali pemilihan.
“Itu salah satu kontrol atas kecemasan dan perilaku kekuasaan yang akan sewenang-wenang dan bisa saja merusak,”ujar Jafar.
Misalnya, ada satu orang bisa menguasai berjuta-juta hektar tanah…Ini satu bentuk kesewenangan itu.
Adanya lembaga-lembaga hukum semisal Kejaksaan, Pengadilan dan Kepolisian merupakan bentuk kontrol lain. Mereka hadir untuk mengontrol kekuasaan supaya tidak serakah. Tidak semau gue.
Disamping munculnya BPK, BPKP, adapula KPK dan Ombudsman. Semuanya dibentuk untuk membatasi ruang gerak kekuasaan, yang acapkali sewenang-wenang. Untuk membatasi kekuasaan yang punya naluri mengumpulkan sumber daya sebesar-besarnya itu.
Ibarat para penjaga. Lembaga-lembaga itu hadir secara kolektif untuk membatasi kesewenangan kekuasaan.