Warga Jambi pasti sudah tak asing dengan figur satu ini. Nurdin Hamzah alias NH. Dia pengusaha pertama pribumi Jambi yang tajir melintir. Founder PT Enha Group. Distributor terbesar produk bermerek Unilever.
Nama NH melegenda sebagai konglomerat termashur sepanjang sejarah Jambi. Anak cucunya sukses mengikuti jejaknya sebagai pengusaha, sebagian lain berjaya di dunia politik. Si sulung Zulkifli Nurdin misalnya, berhasil menjadi Gubernur Jambi hingga dua periode.
Begitupula cucunya, Zumi Zola Zukifli melanjutkan kepemimpinan sang ayah menjadi Bupati dan Gubernur. Cucunya yang lain, Sum Indera pernah berjaya menjadi Wakil Walikota dan kini bertahta sebagai senator di senayan.
Anaknya yang lain, Dewi Nurdin sukses membangun bisnis pendidikan. Sementara Hazrin Nurdin, dikenal sebagai pengusaha ternama di daerah ini.
NH dikenal sebagai pengusaha dermawan. Saban tahun ia berderma ke ribuan fakir miskin. Budaya itu terus dipupuk hingga ke anak cucu.
Masjid Nurdin Hasanah, yang bertahta megah di pusat Kota Jambi itu, menjadi satu diantara sederet jejak kemashuran Nurdin Hamzah. Bagai Taj Mahal di India, yang menjadi simbol keabadian cinta Kaisar Shan Jahan untuk istrinya Mumtaz Mahal, yang dibangun di abad ke 16.
Masjid Nurdin Hasanah adalah lambang cinta Nurdin Hamzah dan istrinya Nurhasanah. Tak heran, nama masjid itu diambil dari perpaduan nama Nurdin dan Hasanah, istrinya.
Selain Masjid, jejak kemashuran NH terlihat dari peninggalan-peninggalan lain, semisal Yayasan Pendidikan, sederet Ruko dan pusat perbelanjaan modern. Dialah pemilik Mall pertama yang pernah ada di Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah.
Namanya Diza H Aljosha Hazrin. Dia cucu Nurdin Hamzah dari garis Hazrin Nurdin. Diza kini tercatat sebagai generasi ketiga penerus kerajaan bisnis PT Enha Grup, perusahaan keluarga Nurdin Hamzah.
Kami, tim SO Entertainment mendapat kesempatan bersua Diza, begitu ia akrab disapa, Ahad 18 April 2021, kemarin. Kami berdialog, berdiskusi panjang lebar, dengan santai sambil tergelak tawa bersama pengusaha muda nan ganteng itu. Dialog ini dapat anda tonton di Chanel Youtube SO Entertainment.
Tapi…video Youtube itu dibatasi oleh waktu. Kebetulan kami syuting beberapa jenak menjelang buka puasa.
Nah,
Kami hendak menceritakan ke khalayak bagaimana sosok Diza, apa adanya tanpa sedikitpun terjebak dalam suasana puja-puji. Secara lengkap. Cerita ini kami potret ketika hampir tiga jam bercengkrama dengan pengusaha muda ini, yang barangkali tak sempat terekam lewat video.
Baiklah.
Kami awali dengan cerita masa kecil Diza. Dia lahir di Jambi, tepatnya di RS Theresia. 24 Oktober 1988. Sama seperti anak-anak Jambi lainnya, ia tumbuh dan berkembang dari keluarga berkarakter Melayu, yang teguh memegang agama, prinsip, adat dan budaya.
Diza bersekolah di SD Islam Al Falah Kota Jambi. Selepas tamat, ia dikirim sang ayah untuk lanjut sekolah di Jakarta. Sang ayah, Hazrin Nurdin, sangat peduli dengan pendidikan sang anak. Ia memilih SMP Al Azhar Kemang untuk membentuk kepribadian dan kapasitas Diza.
Setelah itu, Diza lanjut ke SMA Negeri 6 Jakarta dan tamat tahun 2006. Semasa SMA, Diza aktif di komunitas bola. Ia bergabung di fans club liga Inggris. Dari sini, bakat bisnisnya mulai menyala.
Ia pandai membaca peluang. Berbekal tabungan yang ia sisihkan dari duit bulanan kiriman sang ayah, Diza membeli baju kaos bola. Tentu saja yang bandred. Ia lantas menjual baju bola itu ke teman-teman komunitasnya. Di komunitas bola, namanya langsung terkenal dengan julukan juragan kaos.
Merasa bisnis adalah passionnya, Diza memutuskan sendiri untuk memilih tempat kuliah. Sebagai anak yang terlahir serba berkecukupan, Diza sebetulnya bisa saja masuk sekolah kedinasan, akademisi kepolisian, akademi militer dan sebagainya.
Tapi, Diza terlanjur jatuh cinta pada dunia bisnis. Diza kemudian melanjutkan kuliah di Universitas Bina Nusantara, kampus nomor wahid di bidang ekonomi dan IT di Indonesia. Di Binus, Diza memilih jurusan Ekonomi Manajemen.
Di usia yang terbilang muda, Diza sudah mandiri, memutuskan arah hidupnya sendiri dengan kuliah di jurusan bisnis. Tanpa intervensi siapapun.
Setamat kuliah, Diza pulang ke Jambi. Ia lalu bekerja di perusahaan keluarga, PT Enha Putra Grup. Sebagai putra mahkota, Diza sebetulnya bisa saja langsung menempati posisi top leader. Tapi, sang ayah menerapkan aturan baku kepada seluruh keluarganya, termasuk Diza.
Alih-alih potong kompas jadi manager, Diza malah ditaruh sang ayah sebagai salesman. Tapi Diza tak kecewa. Baginya, kesuksesan itu memang harus ditapak dari bawah. Seperti tangga berjenjang.
“Saya memang beruntung terlahir dari keluarga berada. Tapi, ayah mendidik kami dengan disiplin. Kami harus merintis karir dari bawah. Harus kerja keras. Karena sukses itu lahir dari sebuah kerja keras,”kata Diza.
Seperti para sales lain, Diza hilir-mudik di Provinsi Jambi untuk menjual produk. Setelah dianggap sukses menjual, Diza kemudian digeser sebagai asisten pergudangan. Di situ, ia berpeluh-peluh keringat, kadang bercampur debu, untuk mencatat faktur barang keluar-masuk. Itu dijalaninya berbulan-bulan.
Sampailah pada akhirnya ia dinyatakan layak menempati posisi manager. Momentum itu datang setelah dua tahun ia bekerja sebagai sales dan asisten gudang. Kala itu tahun 2012. Diza dinyatakan sudah layak menempati posisi manager.
Tapi, begitu momentum itu tiba, Diza malah enggan mengambilnya. Ia merasa perlu memperkuat diri. Utamanya menyangkut ilmu manajemen bisnis. Diza kemudian memohon izin untuk mengupgrade diri, melanjutkan kuliah S2 bidang ekonomi manajemen. Bagi Diza, kapasitas itu diperlukan sebelum memimpin sebuah perusahaan.
Diza lantas memilih London, Inggris untuk melanjutkan kuliah master. Kenapa Inggris?
“Karena Inggris merupakan negara termashur di bidang bisnis,”ujarnya.
Bagai cinta bertepuk sebelah tangan. Niat Diza tak bersambut. Keluarga kompak menyarankan Diza menjalankan bisnis dan tak perlu susah payah terbang ke Inggris.
Diza kemudian meyakinkan keluarga besar. Pertahanan ayah jebol juga. Semuanya merestui Diza terbang ke London, Inggris.
Sesampai di Inggris, Diza tak langsung masuk kampus. Ia sempat menjalani kursus Chooking Method beberapa bulan. Hingga akhirnya ia keterima di King’s College University. Di sana, Diza memilih jurusan Master of Art Marketing Management.
Ia menyelesaikan kuliah master itu selama dua tahun. Selama itu pula, Diza tak pernah pulang ke Indonesia. Ia memilih fokus di sana, sekalipun di waktu libur. Kendati ia cukup gampang pulang ke Indonesia, tapi, Diza tetap memilih berada di sana selama dua tahun.
Apa yang dilakukan sewaktu libur?
“Saya bekerja..”kata Diza.
“Padahal kalau keluarga tahu, saya pasti disuruh pulang. Tapi, saya ingin mandiri, mencoba bekerja dengan jerih payah sendiri,”katanya.
Bersama sahabat dekatnya orang India dan Italia, Diza melihat peluang pasar dengan memanfaatkan momen India Night. Di sana, ia berjualan makanan dan menyediakan keperluan hiburan untuk perantau India.
“Orang India itu suka bergerombol. Kami melihat ini peluang bisnis yang bisa dikelola. Lalu, saya dan teman memanfaatkan momen India Night,”jelasnya.
Sepulangnya dari London, Inggris, barulah Diza bersedia menjabat posisi top Leader di PT Enha Grup itu.
Selain kerja keras, Diza menyebut dalam bisnis perlu komitmen yang tinggi. Ia bahkan mengaku pernah gagal dalam mengelola bisnis. Itu saat ia mencoba membangun bisnis Food Capital, tak jauh dari Mall Trona.
Food capital itu, kata Diza, digagas dengan melibatkan pelaku UMKM sebagai mitra. Ia menyediakan tempat, sementara UMKM yang berjualan. Diza mengaku banyak belajar dari kegagalan itu. Salah satunya soal mentalitas.
Menurut Diza, dalam bisnis kedisiplinan itu mutlak diperlukan. Ia gagal merintis bisnis makanan itu karena ada sebagian mitranya yang kurang disiplin. Ada yang buka siang. Di hari lain ada yang tak buka. Jadi, kata Diza, bisnis itu memerlukan mentalitas yang kuat dan baik, salah satunya kedisiplinan.
Suara ngaji di sound system Masjid sudah menyala. Itu pertanda waktu Maghrib sudah dekat. Kami menyudahi diskusi dan melanjutkan dialog di meja makan.
Kami kemudian menanyakan ihwal sosok Almarhum Zulkifli Nurdin termasuk sang kakek Nurdin Hamzah. Di mata Diza, Almarhum ZN adalah sosok paman yang baik, humoris. Diza adalah putra Hazrin yang paling sering dicandain.
Namun, Diza menyebut tak sempat bersua dengan sang kakek, sang legenda pengusaha Jambi itu. Ia baru lahir ketika beberapa tahun setelah sang kakek wafat. Diza hanya mengenal kakek dari potret keluarga, yang masih tersimpan. Diza kemudian mengirimkan ke kami foto sang kakeknya, Nurdin Hamzah itu.
Apakah tertarik mengikuti jejak politik sang paman Zulkifli Nurdin?
Diza hanya tersenyum. Sama sekali ia tak menjawab. Ketika didesak, Diza malah langsung menepis. Ia seperti tak ingin berbicara soal politik.
“Berat ini berat…”selorohnya.(*)
Berikut potret Nurdin Hamzah, sang legenda itu :