Oleh Dony Anggara
KAPANPUN dan dimanapun saat kita bicara masalah kata “Politik” sudah pasti yang terlintas dalam pikiran orang-orang hanyalah semua hal yang buruk. Karena realitanya dari dulu hingga sekarang dalam pelaksanaan nya memang sesuai dengan apa yang dipikirkan oleh orang-orang dan hal tersebut tidak bisa dipungkiri. Padahal sejatinya definisi politik dari dulu hingga sekarang tetaplah usaha untuk menggapai kehidupan yang lebih baik dengan kebijakan bersama.
Namun dilihat dalam pelaksanaannya makna politik hanya sekedar makna saja, politik dewasa ini dianggap sebagai arena untuk perebutan kekuasaan, identik dengan perilaku tamak, munafik, curang, dan citra seperti itulah yang menggambarkan keadaan perpolitikan khususnya di indonesia saat ini.
Yang tertanam pada orang-orang hanyalah stigma yang negatif dan hampir tidak terdengar lagi stigma positif tentang politik. Dalam tulisan ini penulis mencoba untuk memperbaiki dan menjawab apa penyebab semua stigma buruk tentang politik yang sering orang-orang pikirkan.
Citra Buruk Politik
Hal yang paling mendasar dalam buruknya citra politik dikalangan masyarakat tidak lain hanyalah praktik pelaksanaannya. Dewasa ini pelaksanaan politik tidak sesuai dengan makna dan tujuan politik yaitu untuk mencapai kehidupan yang lebih baik guna kebahagiaan bersama, bukan individu tertentu. Masyarakat tentu dapat melihat dan menilai langsung citra buruk politik sesuai dengan apa yang mereka rasakan.
Para pelaku politik juga sering sekali melakukan segala hal yang terlihat sekali untuk mendapatkan apa yang di inginkan nya. Memang benar, untuk dapat melakukan kebijakan dengan membuat keputusan untuk kepentingan bersama yang di legitimasi kita perlu kekuasaan, disini kekuasaan bukan sebagai alat, namun sebagai suatu jalan untuk menciptakan kebahagian bersama tersebut. Akan tetapi faktanya semua hal tersebut hanyalah retorika kosong, Kekuasaan dijadikan alat sebagai pemuas diri sendiri dengan tujuan akhirnya bukan untuk bersama tapi untuk pribadi.
Jadi jelas sekali dewasa ini perpolitikan di Indonesia khususnya selalu mendapatkan presepsi yang negatif, penilaian tersebut didasarkan atas apa yang telah terjadi dalam proses politik yang dilakukan oleh elit politik di sejumlah pranata-pranata atau lembaga demokrasi. Ironisnya, pandangan buruk tentang citra politik ini justru hadir di era reformasi yang telah mengantarkan kita untuk memasuki tahap demokratisasi yang memberikan ruang bagi kebebasan dan partisipasi politik.
Politik dewasa ini telah jauh dari makna etisnya, sejalan dengan sejumlah fakta dan realita yang terjadi dan memang benar menunjukan politik memang sudah jauh dari makna yang sesungguhnya. Akan tetapi jauh dari itu semua makna politik dari dahulu tetaplah sama, tetapi pemaknaan dan pelaksanaan nya lah yang jauh berbeda.
Alergi Politik
Hingga sampai saat ini, Kita masih di pertontonkan dengan praktik politik yang berorientasi pada hal-hal yang jauh dari tujuan utama politik. Kita terlanjur di tontonkan oleh praktik perebutan kekuasaan diantara elit politik, praktik korupsi dan sebagainya. Hal tersebut semakin memperburuk makna politik.
Politik juga menjadi arena bermain kaum kapital, hal tersebut tentu kembali kontradiktif dengan teori politik. Adanya istilah “Mahar Politik” membuat partisipasi politik masyarakat berkurang, mereka menganggap hanya kaum bermodal lah yang dapat bergabung kedalam politik dan Hal tersebut bukanlah tabu lagi bagi masyarakat. Kaum muda khususnya, juga terkekang oleh golongan tua dalam hal partisipasi politik. Hal tersebut terbukti dengan minimnya kaderisasi dari setiap lembaga politik dan Partisipasi politik Kaum muda sering di manfaatkan untuk kepentingan-kepentingan kelompok tertentu.
Kroposnya nilai-nilai dan fungsi partai politik juga menjadi penyebab, partai politik sekarang lebih mengedepankan bagaimana caranya agar mendapatkan 20% kursi di DPR ketimbang melaksanakan fungsinya sebagai sarana pendidikan politik, penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
Dalam tulisan ini, Penulis mengajak untuk tidak selalu berpikiran bahwa selamanya politik itu buruk, walau dilihat berdasarkan fakta yang ada dilapangan. Sesuai dengan kondisi yang ada, yang salah bukan lah Politik nya, melainkan realisasi politik itu sendiri. Disini diperlukan pendidikan politik kepada masyarakat agar nantinya citra buruk dan semua ke alergian terhadap politik itu tidak lagi ada. Pelaksanaan politik akan baik apabila di Implementasikan oleh pelaku politik yang betul-betul paham dengan makna dan tujuan politik yang sesungguhnya. (***)
Penulis adalah mahasiswa program studi Ilmu Politik Universitas Jambi | Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Komisariat Universitas Jambi