Oleh Lili Kosera
MEMPERINGATI Hari Santri Nasional tepatnya pada tanggal 22 Oktober 2018, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jambi, menghimbaukan seluruh mahasiswa terkhusus anggota Badan Eksekutif mahasiswa untuk memakai pakaian ala santri pada saat perkuliahan.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nurfauzi mengatakan bahwasanya hal ini dilakukan sebagai bentuk pertisipasi dan kecintaan terhadap peringatan Hari Santri Nasional. Dan kedepannya mahasiswa dapat terus berpartisipasi dan melakukan hal-hal positif dalam memeriahkan peringatan Hari Santri Nasional ini.
Hal ini tentunya disambut dengan antusias oleh sebagian mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, pada peringatan Hari Santri Nasional ini mereka mengunakan pakaian seperti sarung, peci, baju koko dan sandal sedangkan perempuan mengunakan gamis, jilbab layaknya seorang santri hal ini tentunya menunjukan betapa peringatan hari santri ini sangat bermakna di mata mahasiswa.
Hari santri nasional (HSN) yang ditetapkan pemerintah Indonesia 3 tahun lalu, tepatnya pada tahun 2015 oleh presiden ke-6 Indonesia, Ir. Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah NO 22 Th 2015, tentang penetapan hari santri memberikan semangat dan pengaruh yang luar biasa di dunia kepesantrenan di Indonesia, baik itu untuk pesantren ataupun untuk santri.
Pertama bagi pesantren dengan adanya Hari Santri Nasional (HSN) membuat syiar dunia pesantren menjadi lebih viral dan terkenal lagi di wilayah nusantara, di tengah modernitas ala barat yang mengesankan pesantren adalah pola pendidikan tradisonalis yang jumud dan sulit mengikuti perkembangan zaman, toh pada waktunya sejarah yang akan membuktikan kalau pesantren akan terus eksis mengawal kemajuan indonesia dan mengembangang para santrinya menjadi lebih berguna bagi negeri ini.
Mengapa tanggal 22 Oktober menjadi Peringatan Hari Santri Nasional ?
Disinyalir dari laman setkab.go.id yang dikelola olehh Sekretariat Kabinet, penetapan tanggal tersebut berdasarkan perjuangan dan seruan dari KH Hasyim Asy’ari. Beliau dikenal sebagai pendri dan sesepuh Nadathul Ulama (NU) yang memiliki peran segnifikan terhadap kemerdekaan Indonesia.
Peran ini begitu terlihat pada 21 dan 22 Oktober 1945, saat pengurus NU se-Jawa dan Madura mengelar pertemuan di Surabaya. Pertemuan ini dilakukan untuk menyatakan sikap setelah mendengar tentara Belanda berupaya menguasai Indonesia dengan membonceng sekutu.
Akhirnya, KH Hasyim Asy’ari menyerukan sebuah deklarasi “Resolusi Jihad” dan pada 22 Oktober beliau menghimbaukan kepada para santri untuk berjuang demi Tanah Air.
Dibalik penetapan Hari Santri Nasional, ada sebuah pertanyaan yang muncul, siapa sih sebenarnya santri itu ? dan untuk siapa sih HSN itu? pada umunya masyarakat berangapan bahwasanya santri itu adalah orang yang pernah berada dipondoh atau sedang berada di pondok pesantren persepsi masyarakat ini akan mempersempit arti dari santri itu sendiri. Padahal yang dinamakan santri bukan hanya yang pernah mondok atau yang berada dipondok pesantren saja, melainkan juga yang rajin ibadah, menjunjung moralitas keagamaan dalam menjalankan berbagai aspek kehidupan, seseorang yang selalu berpegang teguh dan konsisten pada norma agama dalam setiap aktifitas kehidupanya bisa diartikan sebagai santri.
Berbicara masalah santri, tentu kita berbicara masalah potensi diri yang dikembangkan melalui perspektif kemandirian, juga tak lepas dari pengabdian akhlak dan jiwa keislaman untuk mengaplikasikannya di era kontemporer ini. Di zaman sekarang ini, santri harus terus berbenah mengasah kemampuannya yang siap menghadapi berbagai tantangan dan siap menjadi para pemimpin masa depan yang berarti pemuda hari ini adalah pemimpin di masa yang akan datang tanpa melepaskan jiwa pengabdian, akhlak dan jiwa keislamannya.
Menurut KH Abdurahman wahid (Gusdur) kebaikan seorang santri tidak dilihat ketika ia berada dipondok, melainkan setelah ia menjadi alumni, kamu tinggal buktikan hari ini, bahwa kamu adalah santri yang baik. Dengan memahami perkataan gusdur bahwa santri yang baik itu tidak hanya ketika ia masih dalam proses pembelajaran di pesantren, akan tetapi bukti santri yang baik adalah ketika ia sudah terjun langsung di masyarakat dan mampu berkontribusi dan bermanfaat buat sesama.
Mungkin masih banyak lagi seribu satu kisah santri yang tidak bakal mati yang akan membuat kita penasaran. Santri dan kamu pasti punya pendapat sendiri apa itu santri menurut kamu. Santri bukan hanya slogan, tapi sebuah doa dan takdir baik sang Maha Penyayang. Teruntuk kita semua, semogga kita mampu menjadi pribadi santri yang bermanfaat buat banyak orang dan berguna bagi bangsa.
Diakhir tulisan ini penulis berharap kedepannya momentum peringatan Hari Santri Nasional, para santri dapat terus berbenah dalam dalam berbagai bidang agar suatu saat dapat memperbaiki Negeri ini. (***)
Penulis adalah Sekjen Dinas Politik dan Propaganda Badan Eksektif Mahasiswa Fisipol Unja