Skandal penggelembungan suara dalam pemilihan umum yang melibatkan dua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dari Sumay dan Tengah Ilir di Kabupaten Tebo, Jambi, memasuki babak baru dengan penetapan status Daftar Pencarian Orang (DPO) bagi dua anggota PPK tersebut. Kasus ini terungkap saat audit suara menunjukkan selisih yang signifikan antara angka yang dilaporkan dan hasil perhitungan ulang.
Iptu Yoga Susanto, Kasat Reskrim Polres Tebo, mengonfirmasi status DPO tersebut pada Senin (15/4/2024), menjelaskan bahwa surat perintah membawa sudah dikeluarkan. “Jadi kita sudah terbitkan surat perintah membawa, kalau di mana pun kita temukan langsung kita bawa, jadi kita terbitkan DPO juga,” ujar Yoga.
Kronologi kasus ini bermula dari kegiatan audit yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tebo yang mengungkapkan adanya perbedaan drastis antara suara yang dilaporkan dalam Formulir D Hasil dan hasil perhitungan ulang. Dalam rapat pleno KPU, tercatat selisih yang mencolok pada pencalonan Syamsu Rizal, DPR RI nomor urut 8, serta pada perolehan suara Partai Demokrat.
Di Kecamatan Tengah Ilir, suara yang semula dilaporkan sebanyak 2.967 untuk Syamsu Rizal, setelah dihitung ulang ternyata hanya 534, menciptakan selisih 2.433 suara. Sementara itu, di Kecamatan Sumay, suara yang dilaporkan sebanyak 2.481, terkonfirmasi hanya 1.157 setelah audit, dengan selisih 1.324 suara.
Perolehan suara Partai Demokrat juga mengalami kejanggalan serupa, dengan selisih 2.109 suara di Tengah Ilir dan 1.182 suara di Sumay. Kasus ini mencuat ke permukaan setelah Bawaslu Tebo melimpahkan berkas penyelidikan kepada kepolisian setelah menemukan bukti awal kecurangan.
Informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa empat anggota PPK dari kedua kecamatan tersebut tidak pernah menghadiri panggilan Bawaslu. Dua di antara mereka kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Baru-baru ini, sebuah video menunjukkan salah satu anggota PPK yang dicari kembali ke desanya saat momen Lebaran, menambah ketegangan dalam proses pencarian.
Polisi telah memeriksa sembilan saksi dalam kasus ini dan masih terus mengembangkan penyelidikan. “Kita terus kembangkan,” kata Iptu Yoga, menandakan bahwa kemungkinan lebih banyak tersangka dapat terlibat dalam skema penggelembungan suara ini.
Kasus ini menimbulkan kekhawatiran serius mengenai integritas proses demokrasi di daerah, dan penegakan hukum berupaya keras untuk mengembalikan kepercayaan publik melalui proses hukum yang transparan dan adil.(*)