Jambi – Gubernur Jambi nonaktif Zumi Zola mengajukan permohonan sebagai justice collaborator (JC) kepada KPK. Zola adalah tersangka kasus penerimaan gratifikasi terkait sejumlah proyek di Jambi.
Pengamat Politik Jafar Ahmad, mengatakan adalah hal wajar ketika Zumi Zola mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini lantaran Zumi Zola, kata dia, tentu tidak ingin berlama-lama berurusan dengan hukum.
BACA JUGA: Zola Ajukan JC, KPK Tetap Jadwalkan Pemanggilan Zulkifli Nurdin

Kandidat Doktor Ilmu Politik dari Universitas Indonesia (UI) ini menilai hukuman Zumi Zola bisa mencapai 20 tahun penjara ataupun seumur hidup.
Namun, dengan menjadi JC, kemungkinan hukuman akan menjadi tahunan. Itulah alasan dibalik dirinya mengajukan diri sebagai JC.
BACA JUGA: Resmi Ajukan JC, Siapa Nama Besar yang Akan Diungkap Zumi Zola?
“Tentu dia ingin mendapatkan hukuman yang ringan. Dan itu sangat wajar. Tapi itu kan tergantung pertimbangan dan keputusan KPK,” ujarnya.
“Lebih baik Zumi Zola berani membuka rahasia. Kita tunggu saja kejutan tersebut,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia berharap dengan mantan ketua DPW PAN Provinsi Jambi itu menjadi JC, maka akan terungkap nama lain yang lebih besar.
BACA JUGA: BREAKING NEWS! Zumi Zola Ajukan Diri Jadi Justice Collaborator
Pengertian JC merupakan saksi pelaku, yang bukan pelaku utama, yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam mengungkap tindak pidana yang dimaksud.
“Jadi saya dapat informasi dari penyidik, ZZ mengajukan diri sebagai JC melalui kuasa hukumnya,” ujar juru bicara KPK Febri Diansyah, Senin (28/5).
KPK mengapresiasi pengajuan diri sebagai JC dari Zumi Zola. Pengajuan JC itu dinilai sebagai langkah yang baik dari Zumi Zola untuk bekerja sama dengan KPK dalam membuka tabir dalam kasus korupsi.
Menurut Febri, penyidik masih akan mempertimbangkan pengajuan JC Zumi Zola tersebut.
“Kami sudah punya pengalaman yang cukup banyak terkait dengan respons terhadap pengajuan JC itu. Kalau tidak serius kami pasti akan tolak, tapi kalau serius akan kami pertimbangkan,” imbuh Febri.
Febri menyebut bahwa pihaknya bisa saja menolak permohonan JC tersebut apabila Zumi Zola tidak memenuhi persyaratannya. Pertimbangan masih akan dilakukan KPK dengan melihat perkembangan yang ditunjukkan oleh Zumi Zola dalam proses hukum ini.
“Tentu saja kami akan melihat terlebih dahulu apakah pengajuan tersebut serius atau tidak. Karena kalau pengajuan sebagai JC serius tentu dimulai dari pengakuan perbuatannya, bersikap kooperatif dan membuka peran pihak lain secara signifikan,” ucap Febri.
Terkait kemungkinan Zumi Zola akan membongkar pihak lain yang juga memiliki keterlibatan dalam kasus tersebut, Febri enggan berspekulasi. Menurutnya, hingga saat ini KPK masih akan fokus pada proses pemeriksaan terhadap Zumi Zola.
“Ya nanti kita lihat saja. Pengajuannya juga baru ya. Yang pasti penyidik masih fokus pada konstruksi perkaranya,” kata Febri.
“Keseriusan pengajuan JC itu dilihat mulai dari pengakuan, sampai membuka peran pihak lain atau memberikan keterangan secara signifikan. Kita lihat saja nanti apakah bisa memenuhi persyaratan tersebut atau tidak,” tutupnya.
Dalam kasus ini, Zumi selaku Gubernur Provinsi Jambi dan Arfan selaku Kadis PU diduga menerima uang sebesar Rp 6 miliar dari beberapa kontraktor terkait proyek di lingkungan Pemerintah Provinsi Jambi. Uang itu disinyalir yang diberikan sebagai uang ketok kepada sejumlah anggota DPRD Jambi terkait pengesahaan RAPBD tahun anggaran 2018.
Atas perbuatannya, Zumi Zola disangkakan melanggar Pasal 12 (B) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jakarta juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(akn)