Oleh :
Ferdia Prakarsa, SH

Bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia bersifat universal dan langgeng, karena itu harus dilindungi, di-hormati, di-pertahankan dan tidak boleh di-abaikan, di-kurangi atau di-rampas oleh siapapun. Setiap orang mengemban kewajiban mengakui dan menghormati hak asasi orang lain, hal ini juga berlaku bagi setiap organisasi dan pada tataran manapun.
Negara terutama pemerintah bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi dan menjamin hak-hak asasi manusia dari setiap warga Negara termasuk perempuan dan anak tanpa diskriminasi, karena perempuan dan anak merupakan bagian dari warga Negara Indonesia memiliki hak yang sama dengan orang lain, dan hak perempuan dan anak merupakan hak asasi manusia yang harus dijamin, dilindungi bukan hanya oleh pemerintah tapi juga oleh pemerintah daerah.
Untuk menjabarkan hak asasi manusia khususnya perempuan dan anak yang merupakan kelompok rentan, maka Negara telah mengeluarkan beberapa peraturan yang dimaksudkan untuk melindungi perempuan dan anak misalnya : Undang-Undang No 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi CEDAW, Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang No 21 Tahun 2007 tentang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Walaupun ada jaminan perundang-undangan yang melindungi warga Negara khususnya perempuan dan anak namun kasus perempuan dan anak semakin bertambah, tidak menurun, karena kasus kekerasan perempuan dan anak seperti fenomena gunung es yaitu kasus yang dilaporkan ke lembaga perlindungan perempuan dan lembaga perlindungan anak hanya sebagian kecil dari kasus yang sebenarnya.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA): Provinsi Jambi dengan penduduknya yang berjumlah 3.317.034 jiwa (Jambi dalam angka, 2013), memiliki komposisi yang hampir seimbang antara jumlah penduduk pria dan wanita, yakni 51% pria dan 49 % wanita, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, tahun 2017 sudah ada 480 kasus di Provinsi jambi, dengan rincian 387 perempuan korban kekerasan dan 104 laki-laki (anak) korban kekerasan. Sedangkan sampai Mei 2018 ini sudah tercatat 90 kasus perempuan dan anak korban kekerasan. kasus kekerasan tersebut di dominasi oleh kasus kekerasan seksual, kekerasan fisik dan psikis, dan sebagian besar pelaku kekerasan tersebut adalah orang dekat dari korban seperti suami/istri, bapak/kakak, pacar/teman (Data SIMFONI PPA, KEMENPPA RI).
Perempuan dan anak korban kekerasan tentunya memerlukan layanan yang dibutuhkan seperti kesehatan, rehabilitasi sosial, bantuan hukum, oleh karena itu perlu diberikan pendampingan agar mereka mendapatkan layanan yang dibutuhkan baik pendampingan psikologi, hukum, bimbingan rohani, agar mereka mampu mengatasi permasalahan dirinya, dan siap menghadapi proses-proses yang harus dihadapi dalam pemenuhan hak-haknya dalam pengadilan. Selain itu kemungkinan korban perlu mendapatkan perlindungan dari ancaman-ancaman sehingga perlu diungsikan dan dalam situasi dan kondisi tertentu (anak pengungsi, anak dalam situasi konflik, anak korban jaringan terorisme, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak korban perlakukan salah dan penelantaran, anak dengan perilaku sosial menyimpang, anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait orang tuanya) seperti perempuan dan anak memerlukan perlindungan khusus agar perempuan dan anak dapat mengatasi permasalahan dirinya sendiri. Selain itu, Khusus untuk perempuan dan anak dalam situasi konflik berhak dipenuhi layanan kebutuhan spesifiknya.
Perempuan dan anak korban kekerasan sering merasa ragu atau takut dalam melaporkan kekerasan yang dialaminya, atau ada kendala lainnya seperti sulitnya akses dalam mencapai layanan dan kurangnya informasi tentang hak-hak yang dimiliki karena sebagian besar perempuan dan anak korban berasal dari keluarga miskin dan kurang mampu sehingga perlu dilakukan pendampingan, biaya pendampingan dan konsultasi hukum mahal. Di sisi lain lembaga yang menangani perlindungan perempuan dan anak terutama Kab/kota di Provinsi Jambi belum memiliki layanan penanganan korban yang memadai baik dari aspek SDM dan Sarana Pendukung lainnya, terutama di daerah yang jauh dari pusat kota.
Perempuan dan anak yang mengalami kekerasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan untuk melindungi perempuan dan anak seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi mempunyai hak untuk mendapatkan layanan rehabilitasi sosial, kesehatan, bantuan hukum, pemulangan dan reintegrasi sosial yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Bahkan secara spesifik sebagaimana yang diatur dalam Undang – Undang Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014 pada lampiran huruf H, bahwa salah satu urusan kewenangan kongkuren pemerintah daerah provinsi/kab/kota adalah penyediaan layanan Perlindungan terhadap perempuan & anak korban kekerasan. Jadi sangat jelas sekali peran dan kewajiban pemerintah daerah dalam isu ini, apalagi hal ini terkait pelayanan umum oleh pemerintah daerah. Priotas pemerintah daerah Provinsi/Kab/Kota di Jambi terhadap isu penanganan perempuan dan anak korban kekerasan sudah seharusnya di-implementasikan secara sistematis dan komprehensif dalam Kebijakan Perencanaan dan Penganggaran.
Tetapi pada kenyataannya, layanan penanganan permasalahan perempuan dan anak yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi/Kab/Kota di Jambi masih perlu di dorong dengan penguatan kebijakan dan anggaran (APBD) sehingga DAPAT memberikan pelayanan yang tuntas sesuai dengan kebutuhan korban. Mengingat pola dan kecepatan terhadap muculnya kasus kekerasan baru terhadap perempuan dan anak di Provinsi Jambi, Upaya penanganan korban harus berada dalam lavel ketersediaan layanan yang memadai minimal ditingkat Kab/Kota selain ditingkat Provinsi Jambi. Persoalan kebijakan/perencanaan dan penganggaran program perlindungan perempuan & anak korban kekerasan tidak lagi menjadi alasan klasik pemerintah daerah Kab/Kota untuk menunda-nunda dan abai terhadap ketersedian layanan ini secara secara sistematis dan komprehensif.
*Direktur Eksekutif INDEKS JAMBI/Advokad