Senin (11/9/2023) sore, mata kota Sungai Penuh terarah pada sebuah peristiwa yang tidak biasa. Kantor DPD Partai Perindo di Jalan Muradi, Desa Koto Keras, Kecamatan Pesisir Bukit, menjadi lokasi operasi penangkapan dua orang terduga pengedar narkotika jenis sabu-sabu oleh Tim Opsnal Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Kerinci.
Ketua DPD Perindo Sungai Penuh, Pusri Amsy, yang saat itu sedang berada di Jakarta, merespons cepat dengan menyatakan bahwa kedua orang yang ditangkap bukanlah kader Partai Perindo. Pusri juga menambahkan bahwa salah satu pelaku adalah pemilik rumah yang disewa oleh partai untuk dijadikan kantor.
“Jadi kami tidak tahu juga kenapa mereka bisa ditangkap di Partai Perindo,” kata Pusri, yang juga mantan Sekretaris Daerah Kota Sungai Penuh.

Penangkapan ini membuka sejumlah pertanyaan. Meski Pusri Amsy menegaskan bahwa kedua terduga pelaku bukan anggota partai, fakta bahwa salah satu pelaku adalah pemilik rumah yang disewakan sebagai kantor partai, dan yang lainnya adalah suami dari salah satu pengurus partai, memunculkan tanda tanya besar.
“Rumah itu baru kami kontrakan tiga bulan, dak tahu kami bisa seperti itu. Memang hari ini kita tidak ada kegiatan, jadi tak ada yang ke kantor,” jelas Pusri, seakan berusaha menepis spekulasi negatif yang mungkin muncul.
Ipda Dafa Noya, Kanit II Satresnarkoba Polres Kerinci, membenarkan adanya penangkapan tersebut. Menurutnya, penangkapan ini bermula dari informasi masyarakat yang merasa resah dengan sering terjadinya transaksi narkoba di Jalan Muradi, Desa Koto Keras.
“Maka kita lakukan penyelidikan, dan tadi sore berhasil kita amankan dua orang beserta barang bukti 15 paket kecil sabu dan uang Rp 625 ribu,” ungkap Dafa.
Kejadian ini memicu diskusi lebih luas tentang integritas dan keamanan dalam lingkungan politik. Bagaimana mungkin sebuah kantor partai politik bisa menjadi lokasi transaksi narkoba? Apakah ini refleksi dari lemahnya pengawasan internal ataukah sekadar insiden terisolasi yang tidak berkaitan dengan Partai Perindo?
Menariknya, dari hasil penggeledahan, pihak kepolisian juga menemukan alat hisap sabu di kantor tersebut. Ini menambah daftar panjang pertanyaan yang perlu dijawab, baik oleh partai maupun oleh aparat keamanan.
Skandal ini, sekalipun mungkin kecil dalam skala nasional, menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam ranah politik. Sebuah peringatan bagi semua pihak bahwa, di balik fasad politik, benih-benih kejahatan bisa tumbuh subur jika tidak diawasi dengan ketat.
Oleh karena itu, masyarakat berhak mendapatkan klarifikasi dan jaminan dari semua pihak terkait agar insiden seperti ini tidak terulang di masa depan, dan agar kepercayaan publik terhadap institusi politik tetap terjaga.(*)