JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pendidikan DPR RI Sutan Adil Hendra (SAH) meminta pemerintah untuk meredam tingginya biaya pendidikan kedokteran di tanah air. Hal ini menurutnya demi memberi keseimbangan kesempatan pada semua kelompok dan golongan untuk memasuki profesi ini secara lebih luas. Selama ini pendidikan program studi kedokteran meski paling diminati dalam Seleksi Masuk Perguruan Tinggi, merupakan prodi yang paling mahal.
Terkait dengan biaya ini, SAH mengaku pihaknya di DPR mempertanyakan langkah kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengizinkan kampus menarik uang pangkal dan biaya lain kepada mahasiswa kedokteran. Semisal di Universitas Indonesia, misalnya, uang kuliah awal Fakultas Kedokteran (FK) Rp 25 juta. Di Universitas Batam, uang kuliah awal FK Rp 200 juta. Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang yang berstatus negeri pun menarik uang kuliah awal atau disebut dana pengembangan institusi sebesar Rp285 juta. Biaya tersebut belum termasuk uang SPP Rp15,6 juta per semester, dan ini merupakan bentuk pembiaran akan tingginya biaya pendidikan kedokteran, jelas Anggota Fraksi Partai Gerindra tersebut.
Meski besarnya uang pangkal tergantung kebijakan kampus, SAH menilai pemerintah tetap bisa meredam tingginya biaya pendidikan kedokteran ini, karena tiap tahun juga Dikti memberi bantuan finansial dan peralatan pendukung yang dibutuhkan, tapi tetap saja biaya semakin tinggi. Seperti untuk FK universitas swasta, biaya uang pangkal bisa mencapai Rp200 juta – Rp300 juta. Sementara untuk biaya SPP mencapai Rp25 juta – Rp30 juta per semester.

Selanjutnya SAH mengatakan mahalnya biaya pendidikan dokter disebabkan alat-alat praktikum yang tidak murah. Satu alat praktikum bisa mencapai miliaran rupiah dan belum termasuk beli cairan untuk praktikum.
“Biaya mahal ini bukan hanya di Universitas Batam saja, tetapi Fakultas Kedokteran lainnya juga mahal, seharusnya peralatan ini yang bisa dibantu pemerintah, agar biaya pendidikan bisa ditekan,” tandasnya. (*)