Jambi – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Sutan Adil Hendra (SAH) menilai Indonesia telah memiliki modal dalam melakukan penguatan strategi kebudayaan untuk menghadapi persaingan global.
Hal ini disampaikan dalam kaitan sikap DPR tentang penguatan kebudayaan tanah air (22/6) di Jakarta.
“Menghadapi globalisasi, Indonesia sebenarnya telah memiliki landasan regulasi yang kuat untuk memajukan kebudayaan, karena DPR telah mengesahkan UU No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, dengan UU ini agenda kebudayaan memiliki dukungan yang pasti dari segi anggaran dan program. Di samping itu, lanjutnya DPR juga telah mengesahkan UU No 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, di mana UU perbukuan menjadi pilar yang menguatkan kemajuan kebudayaan dan pendidikan suatu negara, tinggal bagaimana penerapannya secara lokal dengan instrumen program dan anggaran secara lebih nyata,” jelasnya.

“Dengan adanya UU Kebudayaan dan Sistem Perbukuan, SAH menegaskan Indonesia tidak perlu terlalu mengkhawatirkan kehilangan daya saing dalan menghadapi globalisasi. Maka pria yang juga Ketua Panja RUU Sistem Perbukuan DPR ini menambahkan dua UU tersebut merupakan pondasi utama dalam menempatkan kebudayaan sebagai benteng menghadapi segala tantangan bangsa yang ada,” tambahnya.
Selanjutnya SAH menjelaskan strategi kebudayaan yang dimaksud di sini dapat berarti ganda. Pertama, strategi pengembangan dan pelestarian kebudayaan. Kedua, strategi sebagai pendekatan untuk menyelesaikan masalah sosial, ekonomi, politik, menghadapi proxy war dan neocortical war yaitu cara perang tanpa penggunaan kekerasan.
”Strategi kebudayaan inilah yang harus disusun ulang,” ujarnya.
Sementara itu SAH yang merupakan Anggota Fraksi Partai Gerindra tersebut mengungkapkan persoalan sosial budaya sekarang ini menduduki Indeks Ketahanan Nasional paling rendah. Rendahnya nilai sosial budaya di Indonesia, kata dia, menyebabkan terjadi kurangnya kepatuhan terhadap pranata sosial dan hukum.
Selanjutnya tercerminnya keteladanan yang kurang dari pemimpin, penegakan hukum belum maksimal serta generasi muda kurang tertarik sejarah dan ideologi.
Terkait persoalan tersebut, SAH menilai perlu dimunculkannya wacana pembangunan nasionalisme baru, memantapkan wawasan kebangsaan, serta penguatan pelayanan sosial. Wacana lainnya yang perlu didorong untuk semakin kuat dan tumbuh, kata dia, bagaimana merawat keragaman masyarakat dan kebudayaan serta penguatan kualitas dan kompetensi pemuda.
”Semua ini diperlukan agar menjadi pengendali dalam membangun kemandirian bangsa dan sebagai antisipasi terhadap pengaruh globalisasi,” pungkasnya. (*)