Sungai Penuh mendadak dilingkupi isu dinasti politik. Munculnya nama Rucita Arfianisa, anak Ahmadi Zubir—Walikota Sungai Penuh saat ini—sebagai calon legislatif DPRD Provinsi Jambi, telah memanaskan suasana politik di Daerah Pemilihan (Dapil) Jambi 4, yang meliputi Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci.
Berkaca pada Amerika dengan para Kennedy-nya atau India dengan keluarga Nehru-Gandhi, dinasti politik bukanlah hal baru di dunia. Tapi, di Sungai Penuh, isu ini mendapat sorotan khusus.
“Ahmadi Zubir tampak berusaha membangun dinasti politik yang didasarkan pada hubungan darah,” kata Dr. Auri Adham Putro, Dosen di IAK Setih Setio Muara Bungo dan Universitas Muara Bungo.

Menurut Auri, nama Rucita mencuat di tengah minimnya kekuatan dirinya di internal partai, PDI-P. Ditambah pula partai itu sendiri tidak dominan di Kota Sungai Penuh.
Perempuan yang masih muda ini dihadapkan pada serangkaian tantangan yang cukup berat itu. Sedikit musykil untuk bisa meraup suara besar.
Auri membeberkan analisisnya, bagaimana positioning Rucita, sang putri mahkota itu.
Pertama, ia bukan bagian dari pengurus inti PDI-P. Ia hanya mengurus salah satu organisasi sayap partai.
Kedua, ia berasal dari partai yang bukan kekuatan besar di Sungai Penuh. Dan ketiga, ia tampaknya lebih banyak mengandalkan aura nama besar orang tuanya.
Semua faktor ini, menurut Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Provinsi Jambi itu, menjadi alasan PDI-P akan kesulitan memperoleh dua kursi di DPRD Provinsi Jambi, khusunya dari Dapil Kerinci-Sungai Penuh.
Namun, ada satu faktor yang mungkin bisa menjadi kekuatan.
Apa itu?
“Statusnya sebagai seorang perempuan. Suara pemilih perempuan diharapkan akan mendukung calon perempuan,” tambah Auri.
Dengan kondisi itu, praktis Rucita hanya dapat mengandalkan kekuatan sang ayah. Sebagai walikota aktif, memungkinkan Rucita bisa memanfaatkan instrumen kekuasaan untuk memobilisasi suara.
Bukankah Ezzaty, putri Wako AJB, pernah berjaya di pileg 2019 lalu? Mungkin saja Rucita akan mengikuti jejak pendahulunya itu.
Di tengah badai isu dinasti yang menghantam Sungai Penuh, Rucita Arfianisa tentu harus berjuang mempertahankan nama baik keluarga. Ia harus membuktikan memiliki kapasitas dan tidak dalam bayang-bayang sang ayah.
Ia juga harus berjuang memenuhi aspirasi dan kebutuhan rakyat, jika ia ingin meraih kursi dan suara di DPRD Provinsi Jambi.
Sejauh mana Rucita Arfianisa bisa berlayar di tengah badai ini?
Sejauh mana masyarakat Sungai Penuh siap menerima konsep dinasti politik?.
Entahlah. Hanya waktu yang bisa menjawabnya.(Dandi Pranata)
Analisis Dinasti Politik dan Tantangan Rucita Arfianisa di Sungai Penuh: Kajian Ilmiah
Di tengah gencarnya perbincangan mengenai politik dinasti di Indonesia, muncul nama Rucita Arfianisa, putri dari Walikota Sungai Penuh Ahmadi Zubir, sebagai calon legislatif DPRD Provinsi Jambi dari Dapil Jambi 4. Walikota Ahmadi Zubir sendiri adalah figur politik yang sudah mapan, menimbulkan anggapan bahwa ini adalah upaya pembentukan dinasti politik.
Faktor Internal:
- Kekuatan Nama Besar: Sebagai putri Walikota, Rucita memiliki keuntungan akses ke jaringan politik dan sumber daya orang tuanya. Namun, ini juga membebani ia dengan stigmatisasi politik dinasti.
- Status Organisasi: Rucita bukan bagian dari pengurus inti PDI-P, namun hanya dari salah satu organisasi sayap partai tersebut. Ini menimbulkan pertanyaan mengenai sejauh mana partai akan berinvestasi dalam kandidaturnya.
- Identitas Gender: Sebagai perempuan, Rucita memiliki potensi untuk menarik suara dari pemilih perempuan, yang bisa menjadi keuntungan signifikan.
Faktor Eksternal:
- Situasi Partai Politik: PDI-P, partai yang diwakili oleh Rucita, bukanlah kekuatan utama di Sungai Penuh. Ini membuat partai tersebut akan kesulitan memperoleh dua kursi di DPRD Provinsi Jambi dari dapil ini.
- Sentimen Anti-Dinasti: Tren meningkatnya sentimen anti-dinasti bisa mempengaruhi peluang Rucita. Pemilih mungkin akan skeptis terhadap calon yang berasal dari keluarga politisi.
- Pesaing: Rucita akan berhadapan dengan pesaing dari partai politik lain yang mungkin lebih berpengalaman atau memiliki jaringan politik yang lebih luas.
Rekomendasi:
- Transparansi dan Otonomi: Rucita perlu menunjukkan bahwa ia bukan hanya “ekstensi” dari orang tuanya, melainkan individu politik yang otonom dan kompeten.
- Mobilisasi Gender: Mengingat potensi mendapat dukungan dari pemilih perempuan, strategi kampanye yang menargetkan isu-isu gender bisa menjadi pendekatan yang efektif.
- Aliansi Strategis: Mengingat posisinya di PDI-P, membuat aliansi di dalam partai dan dengan partai lain bisa menjadi langkah yang bijak untuk menjamin dukungan politik yang lebih luas.
- Mengatasi Stigma: Rucita perlu membahas secara terbuka tentang isu dinasti politik dan mengapa ia layak dipilih tanpa mempertimbangkan latar belakang keluarganya.
Melalui pendekatan strategis dan kampanye yang efektif, Rucita Arfianisa dapat meningkatkan peluangnya dalam permainan politik yang kompleks ini. Selain itu, kasus ini menjadi lensa menarik untuk memahami bagaimana dinasti politik beroperasi dan diterima (atau ditolak) dalam politik lokal Indonesia.(*)
Editor : Awin Sutan Mudo