Dekapan hangat matahari Minggu pagi, 17 September 2023, menyambut kehadiran Dr. H. Umar Syadat di Tembesi, Kabupaten Batang Hari.
Sebagai caleg DPR RI dari PKB dengan nomor urut 1, ia datang bukan sekadar mencari simpati. Tapi juga sebagai instrumen penampung aspirasi dari rakyatnya—khususnya masyarakat Tembesi.
“Kami berharap Bang Umar bisa menjadi suara kami di Jakarta,” kata Ahmad, seorang petani padi, mewakili suasana hati warga setempat.

Ada harapan besar yang tersimpan di mata mereka. Harapan akan keadilan, kesejahteraan, dan suara yang akan diperjuangkan.
Di tengah dramatisasi suasana, bang Umar tampil sederhana. Berbawahan sarung, khas santri Nahdlatul Ulama, ia terlihat seolah menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri.
Bukan sebagai seorang yang datang untuk duduk di atas panggung kehormatan, melainkan sebagai seorang sahabat, seorang tetangga—seseorang yang memahami.
Tanpa berlama-lama, Bang Umar turun dari panggung dan memilih untuk duduk lesehan bersama warga.
Sebuah simbol kesederhanaan dan keakraban yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Itu seakan menjadi pengukuh janji, bahwa ia akan selalu berada pada level yang sama dengan rakyatnya. Untuk mendengar, memahami, dan berjuang bersama.
Duduk bersama di bawah naungan alam Tembesi, ia dan warga saling bertukar cerita dan aspirasi.
Di sini, di atas tikar yang digelar di bawah langit yang cerah, mereka semua sama. Tidak ada jarak, tidak ada sekat, hanya ada kebersamaan dan harapan yang akan menjadi api dalam perjuangan untuk keadilan dan kesejahteraan.
Menangkap keinginan yang meluap-luap itu, Bang Umar berdiri di depan rakyatnya dengan mantap.
“Saya siap menjadi penyalur aspirasi masyarakat Jambi,” ujar Umar, suaranya penuh tekad.
“Terlebih bagi kalangan petani dan santri, saya tahu betul kebutuhan dan harapan kalian,” tambahnya, seakan membacok jantung kegelisahan yang selama ini menyesak dada masyarakat.
Seakan menjadi sebuah momen dramatis, langit seolah ikut berpihak.
Awan-awan membentuk formasi yang indah, angin bertiup semilir, memberikan tanda bahwa alam juga mendukung cita-cita mulia ini.
Masyarakat Tembesi mengerti, pertemuan ini bukan sekadar formalitas semata. Ini adalah janji, sebuah komitmen yang akan diukir dalam sejarah perjuangan mereka untuk sebuah masa depan yang lebih baik.
Dengan Bang Umar, mereka melihat secercah harapan, sebuah peluang untuk mengubah nasib dan mengejar impian.
Pada hari itu, di sebuah sudut Kabupaten Batang Hari, sebuah komitmen diukirkan, sebuah janji diperkuat.
Dan Dr. H. Umar Syadat, dengan sarung dan kesederhanaannya, telah menunjukkan bahwa politik itu bisa indah, asalkan dilakukan dengan hati dan empati.(*)