Jakarta – Purnawirawan Kopassus TNI AD seluruh Indonesia mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo Subianto maju sebagai Calon Presiden 2019. Deklarasi ini dihadiri langsung oleh Ketum Gerindra itu.
Pantauan di lokasi, GOR Ciracas, Jakarta Timur, Sabtu (7/7/2018), Prabowo datang pada pukul 9.49 WIB. Ia datang dengan menggunakan safari cokelat.
Kedatangan Prabowo langsung disambut oleh purnawirawan Korps Baret Merah itu yang sudah menunggu sejak pukul 9.00 WIB. Eks Danjen Kopassus tersebut tampak menyalami satu persatu purnawirawan Kopassus yang menyambutnya.

Beberapa purnawirawan yang bersalaman sempat menyapa dengan Prabowo dengan panggilan presiden. Prabowo hanya membalas dengan senyum.
Acara ini nantinya diagendakan untuk halalbihalal sekaligus mendeklarasikan Prabowo sebagai Calon Presiden 2019 mendatang.
Sekilas Latar Belakang Prabowo
Prabowo Subianto terlahir dari keluarga terpandang. Dari pihak ayah, salah seorang leluhurnya adalah Raden Tumenggung Kartanegera III. Ia dipercaya sebagai salah satu panglima laskar Diponegoro dalam Perang Jawa (1825-1830).
Kakeknya, Margono Djojohadikusumo, terhitung sebagai salah satu pendiri negara. Ia satu dari 76 anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan pendiri Bank Negara Indonesia (BNI). Ayahnya, Sumitro Djojohadikusumo, pernah jadi menteri dan dikenal sebagai Begawan Ekonomi Indonesia—meski dianggap terlibat dalam pemberontakan PRRI.
Kakeknya dari pihak ibu, Philip F.L. Sigar, adalah anggota Dewan Kota Manado. Leluhur Dora Marie Sigar (nama ibu Prabowo), Benjamin Thomas Sigar, adalah orang sohor di zamannya. Ia merupakan salah satu kapiten pasukan Tulungan yang ikut serta berperang melawan Diponegoro dalam Perang Jawa. Kala itu, Belanda memakai politik pecah belah dalam menekan pemberontakan di Hindia Belanda.
Selain dari leluhur ayah dan ibunya, setidaknya dua pamannya—Subianto dan Sujono—adalah pejuang kemerdekaan Indonesia yang gugur dalam Peristiwa Lengkong 25 Januari 1946 bersama Daan Mogot.
Prabowo menikah dengan Siti Hediati Hariyadi, anak dari Presiden Soeharto. Dari pernikahannya dikaruniai satu orang anak bernama Ragowo Didiet Hediprasetyo.
Sejak kecil Prabowo tinggal berpindah-pindah tempat di luar negeri karena mengikuti tugas orang tuanya. Dari satu negeri ke negeri lain. Begitu juga dengan pendidikan dasar hingga menengahnya selalu berganti-ganti. Ia sekolah SD di Hongkong, pindah ke Malaysia, Swiss, dan dia menamatkan sekolah menengah atasnya di American School di Inggris.
Pada usia 16 tahun, seperti disebutkan dalam situs pribadinya, Prabowo kembali ke Indonesia. Dia diperkanalkan oleh ayahnya tentang masyarakat Indonesia. Prabowo muda tidak hanya sekadar ikut pasif, tapi dia terlibat aktif dalam pertemuan-pertemuan yang digelar orang tuannya. Saat itu orangtuanya dikenal sebagai seorang begawan ekonomi dan aktivis sosialis.
Prabowo turut mendirikan lembaga swadaya masyarakat pertama di Indonesia bernama Lembaga Pembangunan. Prabowo mulai terlibat membangun jaringan sosial yang dulu pernah dibangun oleh orang tuanya, dia punya ide mengumpulkan kembali anak-anak petinggi Partai Sosial Indonesia (PSI) yang dulu orang tuanya aktif di sana.
Niat menggeloranya terhenti, pada tahun 1970. Pada usia 19 tahun tersebut, Prabowo memutuskan untuk masuk pendidikan di Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang, Jawa Tengah. Padahal sebelumnnya, ia sudah diterima kuliah di University of Colorado dan George Washington University, Amerika Serikat.
Prabowo lulus di AMN pada tahun 1974. Dua tahun kemudian, ia bergabung dengan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Angkatan Darat. Di satuan inilah yang membesarkan namanya. Ia mulai jadi komandan Peleton Para Komando Group-1. Puncaknya ia menjadi orang nomor satu di Kopassus pada tahun 1996-1998. Apalagi saat itu mertuanya Soeharto sebagai Presiden RI.
Karier militer Prabowo boleh dibilang supercemerlang. Ia memulai karirnya di ABRI tentu sejak 1974. Tak tanggung-tanggung, Prabowo masuk satuan elit baret merah, Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Di tahun-tahun awal tugasnya, dia dikirimkan ke Timor Leste, dan di sana dia berkawan dengan Herkules Rosario Marshall.
Pulang dari Timor Leste, ketika masih berpangkat kapten, Prabowo dikirim ke Jerman. Maraknya terorisme membuat Prabowo dan perwira lain seperti Mayor Luhut Binsar Pandjaitan dikirim untuk belajar kontra-terorisme pada Polisi Elit Jerman Barat, Grenzschutzgrupppe 9 (GSG-9). Pulang dari sana, keduanya menjadi pendiri dan pemimpin unit Detasemen 81/Penanggulangan Teror yang dikenal sebagai Gultor 81. Di satuan anti-teror itu, Prabowo menjadi wakil komandan hingga tahun 1985.
Kisah mereka berdua di unit itu disinggung dalam buku Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando (2009). Di dalamnya dikisahkan bagaimana Prabowo menyiagakan pasukan dan hendak menggerakkan pasukannya untuk sebuah gerakan sekitar Maret 1983.
Menurut Salim Said dalam buku Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto(2016), kala itu “Prabowo mencurigai Benny Moerdani merencanakan kudeta penyingkiran Soeharto. Ketegangan antara Moerdani dan Prabowo diselesaikan secara internal oleh Panglima ABRI Jenderal Jusuf.”
Benny Moerdani kemudian menjadi Panglima ABRI menggantikan Jusuf pada 1983-1988. Setelah jabatan itu, mulai 1988 hingga 1993, Benny diangkat menjadi Menteri Pertahanan Keamanan (Menhankam). Di masa-masa Benny jadi Panglima, pada 1985, beberapa tahun setelah ketegangannya dengan Benny selesai, Prabowo ditempatkan di Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad).
Semula, ia menjadi Wakil Komandan Batalyon Infantri Lintas Udara 328 di Jawa Barat, 1985-1987. Kemudian ia naik jabatan menjadi Komandan Batalyon, 1987-1991. Dari 1991 hingga 1993, Prabowo menjabat Kepala Staf Brigade Infanteri Lintas Udara 17 Kostrad.
Setelah Benny tak jadi orang nomor satu di Departemen Pertahanan, Prabowo kembali ke Kopasssus lagi. Sejak 1993, dia jadi Komandan Grup 3 Kopassus di Cijantung hingga tahun 1994. Setelah melalui posisi Wakil Komandan Kopassus, dia pun jadi Komandan Kopassus antara Desember 1995 hingga Maret 1998. Aksi terkenal Prabowo di posisi itu adalah Pembebasan Tim Lorenzt yang disandera OPM pada 1996 di Mapenduma, Papua.
Jelang kejatuhan Soeharto, di bulan Maret 1998 Prabowo memegang lagi pasukan yang jumlahnya lebih besar dari Kopassus. Dia kembali ke Kostrad sebagai panglima, jabatan yang sama dengan mertuanya dulu di tahun 1965—jelang naiknya Soeharto jadi presiden. Karena jabatan itulah bintang di pundaknya bertambah menjadi tiga: letnan jenderal.
Soeharto jatuh, karier militer Prabowo pun suram. Sehari setelah bapak mertuanya mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, esok harinya, “Saya menerima laporan mengenai pergerakan pasukan Kostrad. Oleh karena itu Panglima ABRI saya beri perintah untuk segera mengganti Pangkostrad, dan kepada Pangkostrad baru diperintahkan mengembalikan pasukan Kostrad ke basis masing-masing pada hari ini juga sebelum matahari,” aku mantan Presiden Baharuddin Jusuf Habibie dalam Detik-Detik Yang Menentukan (2006).
Presiden B.J. Habibie meminta Prabowo tak lagi jadi pangkostrad dan menjadi Komandan Sekolah Staf dan Komando ABRI.
Rupanya, nama Prabowo juga dikaitkan dengan penculikan aktivis. Para penculik-penculik aktivis itu, yang disebut Tim Mawar, adalah bawahan Prabowo juga. Bintara dan perwira Kopassus yang menculik aktivis itu dipimpin oleh Mayor Bambang Kristiono. Namun, nama Prabowo tak pernah disebut sebagai pemberi perintah penculikan. Bambang, yang tampil sebagai tertuduh, juga anggota pasukan penculiknya, kemudian dihukum.
Setelah tidak menjabat dan pensiun dari militer, Prabowo meninggalkan Indonesia dan tinggal di Yordania dan Jerman. Dia di sana menekuni bisnis bersama adiknya, Hasyim yang terlebih dulu menjadi pengusaha. Setelah sekitar 7 tahun menekuni bisnis dan hilang dari hingar bingar Indonesia, ia kembali ke tanah air dengan tampil di publik.
Pada tahun 2004, dia mencoba bertarung menjadi calon presiden melalui konvensi Partai Golkar. Belum berhasil di Golkar, dia membangun jaringan tani, ia terpilih sebagai Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) 2004.
Pada tahun 2004, dia maju sebagai calon wakil presiden berpasangan dengan capres Megawati. Lagi-lagi belum berhasil. Pada 2008, dia mendirikan Partai Gerindra sekaligus sebagai Ketua Dewan Pembina. Pada Pilpres 2014, dia maju sebagai calon presiden berpasangan dengan Hatta Rajasa. Prabowo ingin Indonesia menjadi tuan di negerinya sendiri dan disegani dunia.
Sayang, pasangan ini belum berhasil menang. Tapi partainya Prabowo, meraih kenaikkan suara yang signifikan pada Pemilu 2014 dengan menjadi peringkat ketiga setelah PDIP dan Golkar.(akn)
Dilolah dari berbagai sumber