Matahari 1986 baru saja terbit, menandai awal dari sebuah era. Tepat pada tahun itu, Syafril Nursal menyelesaikan pendidikannya di Akademi Kepolisian (Akpol) dan memulai sebuah perjalanan yang akan membawanya melintasi ruang dan waktu, dari Polda Kalbar hingga Jakarta Barat. Namun, inilah kisah tentang perjalanan itu, sebuah narasi tentang bagaimana seorang perwira muda merangkak naik, mengisi berbagai jabatan, dan membuktikan dirinya sebagai salah satu polisi yang andal dalam reserse dan kepemimpinan.
Kepala Kepolisian Sektor: Awal Perjalanan yang Menjanjikan
Pada tahun 1986, sebuah legenda dimulai. Dari kegelapan Akademi Kepolisian (Akpol), muncul sebuah sosok yang akan mengguncang dunia kepolisian Indonesia. Namanya adalah Syafril Nursal, seorang perwira muda yang baru saja melangkah keluar dari gerbang Akpol, berlapis kehormatan dan penuh harapan. Langkah pertamanya di dunia kepolisian membawanya ke Polda Kalimantan Barat—sebuah panggung yang akan menjadi saksi bisu perjuangannya.
Posisi Kepala Kepolisian Sektor mungkin terdengar sederhana di telinga orang awam. Namun, bagi Syafril, ini adalah medan perang pertamanya, sebuah ujian nyata di mana ia harus menunjukkan bahwa ia lebih dari sekadar seragam dan pangkat. Di perbatasan antara hukum dan kekacauan, Syafril mendapati dirinya sebagai sang ‘jenderal’ yang memimpin pasukannya untuk mempertahankan keadilan dan ketertiban.

Di balik raut wajahnya yang tenang, tersimpan kegelisahan dan rasa tanggung jawab yang menggelayuti setiap langkahnya. Ia sadar, setiap keputusannya bisa menjadi pisau bermata dua—menyelamatkan atau memusnahkan. Maka dari itu, dengan taring dan cakarnya—metafora dari kecerdasan dan kecepatan tindakannya—ia menerkam setiap masalah yang mencoba mengganggu ketertiban masyarakat yang ia lindungi.
Menuju Hutan Beton Jakarta Barat
Setiap pahlawan memiliki mimpi, dan mimpi Syafril adalah berdiri di puncak dunia kepolisian Indonesia. Kariernya yang meroket membuahkan hasil; ia akhirnya ditugaskan sebagai Wakil Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat. Di sini, sang ‘singa’ bukan lagi menghadapi masalah lokal atau kejahatan sederhana. Dia menghadapi kejahatan di tingkat metropolitan, di mana setiap keputusan yang dibuat berdampak pada jutaan jiwa.
Tidak butuh waktu lama bagi Syafril untuk menunjukkan kualitasnya. Seiring waktu berjalan, ia mendapatkan berbagai promosi dan tawaran jabatan yang lebih tinggi. Hingga pada suatu hari, ia menduduki posisi sebagai Wakil Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat. Posisi ini adalah puncak dari karier polisi Syafril di korps berbaju coklat itu. Di ibu kota, ia tidak hanya berhadapan dengan kejahatan kecil, tetapi juga tantangan-tantangan besar yang menyangkut keamanan sebuah metropolis.
Di Jakarta Barat, Syafril menunjukkan keahliannya dalam reserse dan kepemimpinan. Ia berhasil memimpin beberapa operasi besar dan menyelesaikan kasus-kasus yang sempat membuat publik gelisah. Kualitas kepemimpinannya semakin terasah, seiring dengan kompleksitas tugas yang ia emban.
Sebuah Aumaan yang Tidak Pernah Padam
Di tengah gedung-gedung pencakar langit dan hiruk-pikuk ibu kota, auman Syafril Nursal tetap terdengar jelas. Seperti singa yang mengejar mangsanya tanpa henti, ia mengejar keadilan dengan kegigihan dan determinasi yang tak ada habisnya. Ia telah menorehkan namanya dalam annal sejarah kepolisian Indonesia, sebuah tinta yang tidak akan pernah pudar meskipun diliputi debu waktu.
Perjalanan karier Syafril Nursal mungkin telah berpindah dari satu pos ke pos lainnya, tetapi satu hal yang tetap sama adalah dedikasinya sebagai seorang polisi. Ia telah meninggalkan jejak di setiap tugas yang pernah diembannya—sebuah jejak yang sulit untuk dihapuskan. Sebagai seorang polisi yang andal, ia telah memberikan standar baru dalam reserse dan kepemimpinan, sebuah warisan yang akan terus diingat oleh banyak orang.
Mencapai Puncak: Syafril Nursal sebagai Epitome Kepemimpinan dan Integritas di Sulawesi Tengah
Pada tahun 2019, sejajar dengan garis khatulistiwa, di bumi Sulawesi Tengah, muncullah pemimpin yang digadang-gadang sebagai epitome dari kepemimpinan polisi di Indonesia: Syafril Nursal. Di titik paling penting dalam rentetan karirnya, Syafril menjabat sebagai Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah. Dan oh, apa indahnya cakrawala di sana ketika matahari terbit, seakan memantulkan semangat dan harapan yang dibawa oleh Syafril.
Pria ini adalah kombinasi dari tahun-tahun belajar di berbagai posisi, dari merangkak sebagai perwira muda di Polda Kalbar hingga menjadi analis kebijakan utama di Lemdiklat Polri. Setiap jenjang dan posisi yang pernah dipegangnya mengajarkannya satu atau dua hal tentang apa itu menjadi polisi, pemimpin, dan pelayan masyarakat.
“Di sini, di Sulawesi Tengah, saya menapakkan setiap pelajaran itu,” kata Syafril, dengan mata yang tajam menatap horizon, seolah menembus masa depan yang ia harapkan untuk wilayah yang ia pimpin. “Ada visi yang hendak saya capai, sebuah perubahan yang saya inginkan untuk terjadi di tanah ini.”
Tak hanya dihormati, Syafril juga dicontoh. Ini bukan hanya soal bagaimana memerintahkan atau mendikte, tapi bagaimana memberi contoh, bagaimana menjadi panutan dalam aksi, integritas, dan keberanian moral. Syafril Nursal bukan hanya pemimpin di atas kertas, namun juga di hati para bawahannya dan masyarakat yang ia layani.
Menatap matahari tenggelam di pantai Sulawesi Tengah, Syafril Nursal tahu, di balik cakrawala itu, ada esok yang menanti. Dan di sana, di antara siluet matahari dan keindahan alam, berdiri seorang pemimpin yang tak hanya berbicara tentang keadilan tetapi juga berjalan di jalan itu sendiri.
“Jika ada satu hal yang saya inginkan diingat orang tentang saya,” gumamnya seraya melihat matahari perlahan tenggelam, “adalah bahwa saya berusaha keras untuk selalu melakukan yang benar, bukan yang mudah.”
Pelatihan Antiteror di Amerika Serikat: Momen Penentu dalam Karir dan Pemikiran Syafril Nursal
Tahun 2001, sebuah momentum bersejarah dalam hidup Syafril Nursal, bukan saja karena dunia tengah bergolak dengan peristiwa 9/11 yang mengejutkan, tetapi juga karena ini adalah waktu di mana dia meresapi esensi terdalam dari pekerjaan yang telah ia pilih: kepolisian. Berada di Amerika Serikat untuk mengikuti pelatihan antiteror, Syafril tidak hanya memperdalam keahliannya dalam menangani terorisme, tetapi juga memperluas wawasannya tentang bagaimana hukum dan keamanan dikelola di panggung dunia.
Dengan mata yang tak berkedip ia menyimak setiap instruksi, mengamati bagaimana metode yang paling canggih dalam penegakan hukum diterapkan. Setiap sesi, setiap diskusi, setiap simulasi, memberinya lebih dari sekadar keahlian teknis; ia memperoleh perspektif global tentang bagaimana merajut keamanan di tengah kompleksitas dunia pasca-9/11.
“Seribu mil perjalanan dimulai dengan satu langkah,” kata Syafril, merenung tentang pengalaman pelatihan yang mengubah hidupnya itu. “Pelatihan ini bukan hanya mengubah bagaimana saya melakukan pekerjaan saya, tetapi juga bagaimana saya memahami dunia. Dan dengan itu, saya membawa pulang sesuatu yang lebih berharga: sebuah visi yang lebih besar tentang apa yang bisa dan harus saya lakukan sebagai pemimpin kepolisian.”
Ia kembali ke Indonesia dengan semangat yang membara, siap untuk memberikan sumbangsih yang lebih besar lagi bagi negara dan masyarakatnya. Tidak hanya melalui keahlian dan kompetensi, tetapi juga melalui pemikiran dan perspektif yang lebih inklusif dan holistik.
Di tengah ombak keamanan global yang terus bergulir, peran Syafril Nursal menjadi semakin signifikan. Menjadi pemimpin kepolisian tak hanya memerlukan keberanian fisik, tapi juga keberanian intelektual untuk memahami dan menghadapi tantangan zaman. Dan Syafril telah membuktikan, ia memiliki keduanya.
Di tengah tekanan dan tantangan, Syafril Nursal berdiri sebagai simbol dari apa yang bisa dicapai oleh dedikasi, keahlian, dan kepemimpinan. Bagi mereka yang mengejar mimpi di dunia kepolisian, nama Syafril akan selalu menjadi salah satu referensi tentang bagaimana seseorang dapat membuktikan dirinya melalui tindakan, bukan hanya kata-kata.(*)