Kinerja KPK dalam menangani kasus suap ketok palu APBD Provinsi Jambi tahun 2018 dikritik. Pengkritiknya adalah Firmansyah, seorang lawyer di Jakarta yang juga tangan kanan Yusril Ihza Mahendra.
Firmansyah mempertanyakan sikap KPK yang cenderung mencicil kasus ini. Sehingga, para pelaku yang kini telah menyandang kasus tersangka (anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019), selama bertahun-tahun merasa disandera karena tidak memperoleh kepastian hukum.
“Kita tentu mendukung penegakan hukum yang dilakukan KPK. Tapi, cara penegakan hukumnya yang kita kritisi. Kasihan para anggota DPRD yang status hukumnya digantung. Knapa harus dicicil? Knapa gak langsung aja diseret sejak awal?,”tegas Firmansyah.
Para pelaku utama suap dan gratifikasi, kata Firmansyah, sudah menghirup udara segar. Bebas demi hukum.
Mereka adalah Mantan Gubernur Jambi Zumi Zola dan Asiang, seorang pengusaha besar di Jambi. Seharusnya, KPK tidak bisa menggunakan data lama untuk menyeret pelaku lain.
“Kan kasihan. Kok kasus lama dipakai untuk menyeret anggota dewan yang lain. Ini tidak bisa. Semestinya para anggota dewan bisa melakukan upaya hukum praperadilan,”ujarnya.
Upaya praperadilan memungkinkan dilakukan. Sudah banyak contoh bagaimana praperadilan dimenangkan oleh para penggugat saat melawan KPK.
“Dalam kasus ketok palu ini, kita lihat kerja KPK terlalu lamban. Ini menyebabkan para anggota dewan yang sudah menyandang status tersangka menjadi terbebani. Karena status hukum mereka terkesan digantung,”katanya.(*)