Jambi – Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jambi tahun 2024 sebesar 3,2%, atau peningkatan sekitar Rp 94.000 dari UMP tahun 2023 yang sebesar Rp 2.943.003 menjadi Rp 3.037.003, menuai penolakan dari berbagai pihak. Pengurus EXCO Partai Buruh Provinsi Jambi, bersama dengan calon legislatif DPR RI daerah pemilihan Jambi Sarwadi, serta beberapa calon legislatif DPRD Provinsi Jambi dan kabupaten/kota, mengadakan audiensi terkait hal ini. Hadir dalam audiensi tersebut Asisten II Gubernur Jambi dan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jambi beserta jajarannya.
Ketua Partai Buruh Provinsi Jambi, Sarif, menyatakan penolakan terhadap kenaikan UMP sebesar 3,2% dengan alasan tidak sejalan dengan tingkat inflasi Provinsi Jambi yang sebesar 1,70% dan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 4,99%. Sarif menilai formulasi yang digunakan Dewan Pengupahan dalam menentukan UMP, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36/2021 tentang Pengupahan, tidak memadai.
“Penolakan ini kami lakukan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 yang mewajibkan analisis atas standar kebutuhan hidup yang layak, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi,” ujar Sarif. “Berdasarkan analisis tiga acuan tersebut, besaran UMP sebesar 3,2% ini tidak memenuhi kebutuhan para buruh,” tambahnya.
Yoggy Effendy, Wakil Ketua Partai Buruh Jambi, menambahkan bahwa pihaknya tidak keberatan dengan kenaikan upah minimum untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan TNI/Polri sebesar 8% di tahun 2024. Namun, Yoggy menegaskan bahwa upah buruh swasta seharusnya naik lebih tinggi, yaitu sekitar 15%.
Menurut Yoggy, buruh swasta memiliki peran sebagai profit center yang menghasilkan produk dan pajak, sedangkan PNS dan TNI/Polri berfungsi sebagai cost center yang upahnya bersumber dari APBN. “Buruh swasta, yang merupakan sumber pendapatan dan pajak, seharusnya mendapatkan kenaikan upah yang lebih tinggi dibandingkan dengan PNS dan TNI/Polri yang bekerja sebagai administrator negara,” tutur Yoggy.
Audiensi ini menandai ketidakpuasan sebagian pihak terhadap kebijakan upah minimum di Jambi. Isu ini tidak hanya menyangkut keadilan upah, tetapi juga refleksi atas realitas ekonomi dan kebutuhan hidup yang dihadapi buruh di Provinsi Jambi.(*)