JAMBI-Ambisi perebutan kekuasaan Kepala Daerah harus menjadi warning. Tidak sedikit Kepala Daerah yang kini harus mendekam di penjara karena terjerat kasus di KPK. Pengamat Politik Jafar Ahmad menilai, model politik yang berlangsung di Indonesia saat ini memang berbiaya cukup tinggi. Sedangkan pendapatan kepala daerah tidak berbanding lurus dengan biaya yang sudah dikeluarkan saat pemenangan kontestasi. Maka wajar dalam memenangkan kontestasi dia bekerjasama dengan orang lain. Karena tidak mungkin mengeluarkan biaya pribadi yang sangat besar dan tidak sebanding dengan gaji saat menjabat.
“Logikanya tidak mungkin biaya kampanye lebih kecil dari pendapatan. Untuk memenuhi logika itu tentu ada dana lain yang diambil dari pemerintah dengan cara illegal. Maka terlibatlah banyak orang disitu. Boleh jadi orang yang dulu bantu pemenangan kemudian memperoleh kompensasi. Atau kompensasi proyek dengan cara mereka berbagi keuntungan. Inilah yang memicu korupsi,”jelasnya.
Adanya kasus gratifikasi yang melibatkan sejumlah kepala daerah, termasuk Zumi Zola menjadi contoh. Jafar Ahmad menilai, KPK sudah punya pakem dalam menangani kasus korupsi. Dibanyak tempat para kepala daerah yang sudah masuk KPK, itu akan menjadi pantauan utama.

“Seperti Bengkulu, Riau, Sumut, yang mana KPK tidak lepas hanya sebatas pada pejabat yang sudah ditangkap, tapi pejabat setelahnya juga banyak yang ikut dijaring. Maka pejabat yang melanjutkan harus hati-hati,”ujarnya.(akn)
Selengkapnya baca di Koran digital Jambi Link edisi Selasa 22 Mei 2018.