Oleh :
Rizky Firnanda
Dikutip dari salah satu referensi, yaitu buku “Bakti untuk Negeri” Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2020), kala itu pada saat 10 November 1945 terjadi sebuah Pertempuran di Surabaya yakni pertempuran antara rakyat Surabaya berhadap-hadapan dengan tentara sekutu.
Pertempuran tersebut menjadi pertempuran terbesar pertama Tentara/Rakyat Indonesia melawan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, dan juga menjadi simbol perlawanan rakyat Indonesia terhadap invasi kolonialisme.
Berdasarkan penuturan sejarah, Pertempuran ini mulai pecah pada tanggal 30 Oktober 1945 setelah komandan pasukan Inggris, Brigadir Mallaby tewas dalam baku tembak dengan para pejuang di Surabaya, inggris melakukan serangan balasan pada 10 November 1945 dengan bantuan pesawat tempur.
Pertempuran ini menyebabkan ribuan rakyat gugur sehingga tanggal 10 November oleh bangsa Indonesia diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Tokoh yang terkenal karena perjuangannya dalam Pertempuran Surabaya adalah Bung Tomo.
Pahlawan dengan nama lengkap Sutomo itu dikenal dengan pidato heroik yang membakar semangat arek-arek Suroboyo melawan tantara Inggris.
Allahu akbar! Merdeka! Merdeka atau mati! Adalah beberapa kata yang identik dengan Bung Tomo untuk mengobarkan semangat para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Penetapan Hari Pahlawan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden No. 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur yang ditandatangani Presiden Soekarno.
Keputusan tersebut untuk mengenang jasa para pahlawan serta tragedi pada 10 November 1945 di Surabaya. Akan tetapi lebih luas Daripada ini Hari Pahlawan juga bisa dimaknai terperuntukkan bagi seluruh pejuang Kemerdekaan Tanah air yang gugur Sebagai kusuma bangsa demi merebut dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Salah satu dari Banyak nya pahlawan-pahlawan kemerdekaan seantero Indonesia, ialah Raden Mattaher Pahlawan Nasional Dari Provinsi Jambi. perjuangannya melawan Belanda pada kurun waktu 1904-1907 sangat heroik dan Membekas di masyarakat Jambi terutama di Kabupaten Muaro Jambi. Ia adalah sosok Panglima yang terkenal dan juga ditakuti kolonial Belanda. Raden Mattaher ialah
seorang putra daerah Jambi yang lahir tahun 1807. Ia adalah putra dari Pangeran Kasin dan Ratumas Esa (Ratumas Tija). Ayah Raden Mattaher sendiri adalah putra Pangeran Adi, saudara Sultan Saifuddin yang juga telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional asal Jambi melalui SK Nomor 079/TK/1977 yang diteken pada 24 Oktober 1977.
Raden Mattaher melakukan banyak peperangan dengan belanda semasa hidup nya untuk mempertahankan kedaulatan bangsa. Permulaan 1900,
Raden mattaher dan Pangeran Maaji bergelar Pangeran Karto di Tanjung Penjaringan, memimpin penyergapan ke gerombolan delapan jukung Belanda yang ditembakkan dari kapal Musi. Perahu dan jukung Belanda yang dipersenjatai, diangkut dari Muara Tembesi Ke Sarolangun. Senjata ini diperuntukan bagi Belanda untuk bertahan di tanjung Gagak. Pasukan Mattaher dan Pangeran Karto serta Panglima Tudak Alam Mentawak menyerang konvoi jukung Belanda dan Musdi. Semua tentara Belanda tewas dan semua
senjata disita. Pasukan Pengawal dari Palembang dan Jawa menyerah dan menuntut Lerlindungan dari tentara Raden Mattaher. Pasca penyerangan kapal Musi dan lapan Jukung di Tanjung Layar, nama Raden Mattaher mulai dikenal di masyarakat dan di kalangan militer Belanda. Setelah itu, berbagai cerita dan mitos tentang kehebatan
Raden Mattaher berkembang. Sebagian senjata curian itu dikirim Raden Mattaher ke
Tanah Garo, Merangin, Bangko Pintas dan juga Tabir. Berita keberhasilan Mattaher membuat Residen Belanda di Sumatera Selatan menjadi murka.
Kemudian pada tahun 1901, pasukannya menuju Sungai Bengkal untuk Menyergap tentara Belanda yang tersisa. Di sini Raden Mattaher menyita banyak senjata
dan karabin Belanda. Dari Sungai Bengkal, pasukan Raden Mattaher yang didukung oleh pasukan Raden Usman dan Puspo Ali terus menyerang Belanda di Merlung. Dari Merlung, pasukan Raden Mattaher terus bergerak maju menuju Labuhan Dagang, Tungkal Ulu. Dari Tungkal Ulu Raden, pasukan Mattaher dengan anak buahnya melintasi
Pematang Lumut menuju Sengeti dan kemudian ke Pijoan. Di Pijoan, tentara Belanda diserang, dan tentara Raden Mattaher memperoleh banyak senjata Krabin. Dengan Raden Pamuk, gelar Panglima Panjang Ambur diberikan kepada Jelatang. Kemudian
terjadi kerusuhan antara tentara Belanda di kota Jambi dan Muara Bulian.
Raden Mattaher telah dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Jokowi Pada 10 November 2020 lalu. Ia adalah seorang komandan militer Jambi yang dikenal sangat tegas serta ditakuti oleh Belanda. Bahkan setelah kematian Sultan Thaha saifuddin pada tahun 1904, kepemimpinan perlawanan terhadap Belanda di Jambi dilanjutkan oleh Raden Mattaher yang dikenal sebagai Singo khumpe oleh penduduk Jambi. Dia membuktikan bahwa dia adalah seorang ksatria, pemberani, cerdas, dan bijaksana dalam strategi. Pasukan Raden Mattaher bergerak dan tiba-tiba menyerang. Karena itu, pasukan Raden Mattaher tidak pernah menempati wilayah secara permanen. Raden Mattaher menyebut pasukannya Sabilillah. Sebelum Raden Mattaher kembali menyerang Belanda, ia terlebih dahulu Berdoa memohon petunjuk dan berkah illahi.
Melalui momentum Hari Pahlawan ke 78 Tahun 2023, sudah Seyogyanya Generasi muda Jambi meneladani Semangat juang Raden Mattaher dalam bergerilya meraih keberhasilan guna menggapai cita-cita mulia, dewasa ini mari kita mengimplementasikan makna Perjuangannya sebagai insan muda yang memberikan sumbangsih dan berdedikasi terhadap banyak orang , menebar kebermanfaatan diantara sesama, agar bisa mengisi kemerdekaan. Dan Menjadi Pahlawan masa Kini yang Sesuai dengan tantangan zaman.(*)