JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berhasil ditutup menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Namun gerak rupiah agak kurang meyakinkan, beberapa kali terpeleset.
Pada Selasa (22/1/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.215 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat tipis 0,04 persen dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Saat pembukaan pasar, rupiah start dengan penguatan 0,11 persen. Selepas itu, apresiasi rupiah tergerus hingga ke titik impas atau stagnan.
Itu tidak berlangsung lama karena rupiah kembali menguat. Bahkan penguatan rupiah sempat lumayan meyakinkan hingga dolar AS terdorong ke bawah Rp 14.200.
Lagi-lagi itu tidak bertahan lama. Selepas tengah hari, rupiah memang menghabiskan sebagian besar waktunya di zona hijau. Akan tetapi penguatan rupiah sangat tipis dan beberapa kali sempat kembali ke posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Rupiah berhasil selamat karena kala penutupan pasar mampu bertahan di zona hijau. Lumayanlah, yang penting tidak melemah seperti kemarin.
Walau cuma menguat tipis, prestasi rupiah sudah cukup oke di level Asia. Pasalnya, mayoritas mata uang Benua Kuning melemah di hadapan dolar AS.
Selain rupiah, mata uang utama Asia yang menguat hanya yen Jepang dan won Korea Selatan. Penguatan 0,07 persen sudah cukup menjadikan rupiah sebagai mata uang terbaik ketiga di Asia.
Ternyata Dolar AS Belum Kehilangan Pesona
Pelemahan tidak hanya mewarnai pasar valas Asia, bursa saham pun dihiasi warna merah. Indeks Nikkei 225 melemah 0,47 persen, Hang Seng turun 0,7 persen, Shanghai Composite amblas 1,18 persen, Kospi minus 0,32 persen, Straits Times berkurang 0,76 persen.
Koreksi massal di pasar keuangan Asia disebabkan oleh proyeksi ekonomi terbaru dari Dana Moneter Internasional (IMF). Christine Lagarde dan kolega meramal ekonomi global akan tumbuh 3,5 persen pada 2019, lebih lambat dibandingkan proyeksi yang dibuat Oktober 2018 yaitu 3,7 persen.
“Setelah 2 tahun ekspansi yang solid, ekonomi dunia akan tumbuh lebih lambat dan risiko meningkat. Apakah ancaman resesi sudah dekat? Tidak, tetapi risiko perlambatan jelas menjadi lebih besar,” kata Lagarde dalam konferensi pers di sela pertemuan World Economic Forum (WEF) di Davos, mengutip Reuters.
Proyeksi IMF ini membuat pelaku pasar kurang trengginas, ada keragu-raguan. Dibayangi risiko perlambatan ekonomi global, investor memilih bermain aman. Tentu bukan kondisi yang ideal bagi pasar keuangan negara berkembang di Asia.
Dolar AS, mantan raja mata uang dunia yang agak lama terabaikan, kini kembali dilirik pelaku pasar. Pada pukul 16:19 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,03 persen.
Ini menandakan pelaku pasar lebih menyukai aset-aset aman (safe haven assets). Selain yen, rupanya dolar AS juga masih menyandang status tersebut. (*)