Tanjung Jabung Barat, Jambi – Krisis air bersih tengah melanda Kabupaten Tanjung Jabung Barat, menyusul gangguan yang terjadi pada distribusi air PDAM Tirta Pengabuan. Sejak beberapa hari lalu, pelanggan PDAM di kawasan ini menghadapi kendala serius karena air tidak mengalir, memicu kesulitan dalam memperoleh air bersih untuk keperluan sehari-hari.
Informasi yang dihimpun menunjukkan bahwa persoalan ini berkaitan dengan kondisi kolam pembuangan limbah yang membludak atau penuh. Feri Jirin Elvianto, Direktur Utama PDAM Tirta Pengabuan, mengkonfirmasi pada Senin (20/11) bahwa layanan PDAM terhenti selama empat hari akibat kondisi tersebut. “Kolam penampungan air limbah di Instalasi Pengolahan Air (IPA) Desa Talang Makmur, Kecamatan Tebing Tinggi, sudah melebihi kapasitas, sehingga membutuhkan proses pengurasan,” ujar Feri.
Penyebab lain yang dituding Feri adalah kondisi air Sungai Pengabuan yang menjadi sumber air PDAM saat ini. Menurutnya, air sungai tersebut keruh dan berlumpur, sebuah fenomena yang rutin terjadi setiap empat tahun sekali, terutama selama musim kemarau. “Kondisi ini mempersulit proses pengolahan air bersih dan merupakan tantangan yang kami hadapi secara berkala,” tambahnya.
Feri memberikan kepastian bahwa PDAM akan kembali beroperasi seperti biasa dalam waktu dekat. “Kami yakin kondisi sungai akan kembali normal pada akhir bulan ini, yang akan memudahkan proses pengolahan air. Informasi mengenai gangguan layanan telah kami sampaikan kepada pelanggan melalui humas PDAM,” terang Feri.
Mengenai pemeliharaan kolam limbah, Feri menyatakan bahwa kondisi geografis dan alam kawasan tersebut memengaruhi frekuensi pengurasan. “PDAM melakukan pemeliharaan rutin, namun kondisi alam seperti kekeruhan air sungai mengharuskan kami untuk melakukan pengurasan kolam limbah lebih sering,” ujarnya. Ia juga menyebutkan bahwa hari ini, PDAM menurunkan alat berat untuk membersihkan kolam limbah.
Ketergantungan warga terhadap PDAM terlihat jelas melalui pengakuan Amir, salah satu pelanggan. “Kami terpaksa membeli air dengan harga Rp 50.000 per tedmon, yang hanya bertahan 2-3 hari. Krisis ini sangat mempengaruhi kegiatan sehari-hari kami, seperti mencuci dan mandi,” kata Amir. Ia juga menyatakan harapannya agar PDAM segera mengatasi masalah ini. “Kami berharap layanan PDAM cepat normal kembali,” harap Amir.
Ditambahkannya, banyak warga di Kuala Tungkal lebih memilih menggunakan layanan PDAM dibandingkan membuat sumur bor karena alasan biaya dan kualitas air.
Situasi ini menjadi sorotan terhadap infrastruktur dan manajemen sumber daya air di wilayah tersebut, yang menghadapi tantangan ketika kondisi alam tidak mendukung. Krisis air bersih ini tidak hanya menimbulkan ketidaknyamanan bagi warga, tetapi juga menjadi pengingat akan pentingnya sistem distribusi air yang andal dan efisien.(*)