Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI kembali menurunkan tim ke Jambi. Kali ini, selain mendatangi Pemprov Jambi, tim KPK menyisir dua daerah, yaitu Muarojambi dan Tanjab Timur. Tapi, tim KPK yang turun kali ini bukan bagian dari penindakan, melainkan hanya tim pencegahan. Salah satu tujuan mereka ke daerah adalah untuk mengingatkan Bupati/Wakil Bupati untuk tidak main-main soal gratifikasi.
Tim pencegahan KPK ini dipimpin oleh Adriansyah Nasution alias Coki.
“Gratifikasi itu dekat dengan suap. Bahwa Gratifikasi bukan lah suatu hal yang main-main.Jadi hati-hati, saya tidak bohong pak. Jadi hati-hati,” kata Coki saat memberikan arahan di depan seluruh OPD di ruang Pola Kantor Bupati Muarojambi, Jumat Siang.


Sehari sebelumnya, Coki dan timnya juga sudah mendatangi Pemkab Tanjab Timur. Disitu, Coki juga mengingatkan hal yang sama, agar Kepala Daerah dan OPD tidak main-main soal gratifikasi. Coki menegaskan ancaman hukuman gratifikasi adalah kurungan penjara 20 tahun atau bisa seumur hidup.
Bupati Muarojambi dan Bupati Tanjab Timur di Pantau KPK
Sumber Jambi Link di Pemprov Jambi menjelaskan, Muarojambi dan Tanjab Timur memang termasuk daerah yang masuk dalam radar pengawasan ketat KPK. Pengawasan serius terhadap dua daerah ini menyusul terbongkarnya kasus suap APBD Provinsi Jambi dan kasus Gratifikasi yang melibatkan Gubernur nonaktif Jambi Zumi Zola. Sumber tersebut mengatakan, KPK mensinyalir pola yang sama juga terjadi dan bahkan antara Zumi Zola dan Masnah serta Romi ada hubungan erat.
Sehingga KPK perlu mengingatkan agar Romi dan Masnah tidak meniru cara Zumi Zola dalam mengelola pemerintahan, terutama menyangkut pengelolaan proyek-proyek APBD.
“Kedua bupati itu juga sama-sama dari PAN. Mereka dipantau serius oleh KPK sejak kasus Zola,”ujar sumber tersebut.
Untuk diketahui, Masnah Busro Bupati Muaro Jambi beberapa waktu lalu memang sempat diperiksa KPK sebagai saksi kasus Gratifikasi Zumi Zola. KPK menggali informasi dari Masnah seputar pengetahuannya tentang aliran uang dari Zumi Zola untuk proses pemenangan Masnah sebagai Bupati Muarojambi pada Pilkada 2016 silam.

Selain itu, belum lama ini Pemkab Muarojambi juga sempat digoyang isu uang ketok palu terhadap DPRD. Sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mengeluh dikejar-kejar sejumlah oknum dewan yang meminta proyek. Informasinya, proyek yang diminta oknum dewan ini adalah merupakan kompensasi dari ketok palu APBD Muarojambi tahun 2018 lalu.
“Sebagai kompensasi ketok palu APBD 2018, mereka (dewan) tidak diberi uang cash. Melainkan dijanjikan untuk diberi proyek di APBD 2018,”ujar sumber Jambi Link, P salah satu pengusaha.
Untuk diketahui, DPRD Kabupaten Muarojambi sudah mengesahkan APBD tahun 2018 pada 2 Desember 2017. Pengesahan APBD itu atas persetujuan fraksi-fraksi di DPRD. Penandatanganan APBD 2018 Kabupaten Muaro Jambi itu dilaksanakan di Aula Utama Kantor DPRD Muarojambi di Sengeti.
Pengesahan APBD Kabupaten Muaro Jambi ditandai ketukan palu pimpinan rapat yakni Ketua DPRD Salmah Mahir, disaksikan para anggota DPRD serta kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan turut dihadiri Bupati Muarojambi.
Salmah Mahir yang akrab disapa Yu Sak ini menyatakan APBD Kabupaten Muarojambi TA 2018 sebesar Rp 1,2 triliun ini.
Sumber Jambi Link mengatakan, adanya pemberian uang ketok palu APBD sudah menjadi budaya dikalangan dewan dan eksekutife.
“Ini informasinya A1, silahkan kalian cek. Kompensasi ketok palu lewat pemberian proyek,”ujarnya.
Jambi Link berusaha menelusuri informasi tersebut dikalangan internal DPRD Kabupaten Muarojambi. Bagaimana pola, modus operandi dan cara-cara yang dilakukan oknum dewan dalam mendapatkan keuntungan dari ketok palu APBD.
Salah satu anggota DPRD Muarojambi inisial E, mengaku tidak ada bagi-bagi proyek dikalangan internal dewan, sebagai kompensasi ketok palu APBD 2018. Namun, dia tidak tahu jika ada oknum dewan yang bermain. Yang dia tahu, selama ini memang ada dana aspirasi yang diperuntukkan bagi dewan.
Hanya saja, E menegaskan dua tahun belakangan ini dana aspirasi tersebut sudah tidak ada lagi.
“Malahan dana aspirasi untuk dewan, berbalik digunakan untuk anggaran pihak eksekutif dalam bentuk proyek-proyek,”katanya.
E kembali menegaskan tidak ada deal-deal soal proyek untuk kompensasi ketok palu. “Kalau itu dibicarakan ke semua anggota DPRD, itu tidak ada. Tapi kalau oknum yang memang biasa bermain, mungkin saja,” ungkapnya.
“Jadi kalau isu bagi-bagi proyek, saya katakan tidak ada, tapi kalau oknum, saya tidak tau,” imbuhnya.
E justru membongkar ada banyak proyek di Muarojambi yang seharusnya dievaluasi. Alasannya karena proyek itu tidak dikerjakan secara profesional. Ia mencontohkan salah satunya pada tahun 2017, ada proyek senilai Rp 70 Miliar di dinas PU Kabupaten Muarojambi. Proyek itu berada dibidang pengairan. Masalahnya, hasil proyek itu tidak maksimal. Menurutnya, proyek tersebut tidak pula di audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang turun ke Muarojambi beberapa bulan lalu.
“Saya mendengar, BPK tidak mengauditnya, padahal itu harusnya diperiksa, karena
Pengamat Politik Provinsi Jambi, As’ad Isma, bahwa duit ketok palu tersebut sudah menjadi tradisi dalam pengesahan APBD.
“Duit Ketok palu dan setoran di awal sebenarnya sudah menjadi tradisi dalam pengesahan APBD. Malahan seperti sudah menjadi sindikat yang bermain sangat rapi,” kata As’ad Isma.
Terbongkarnya kasus OTT di Jambi, tambah As’d Isma, merupakan prestasi yang luar biasa yang dilakukan oleh KPK. Seharusnya KPK tidak berhenti mendalami dugaan suap pengesahan APBD Provinsi Jambi, tapi juga membongkar sampai ke Kabupaten.
Suap pengesahan APBD ini polanya sama, melibatkan petinggi dibirokrasi pemerintahan, pimpinan DPRD yang juga pimpinan parpol, termasuk juga broker yang bertugas menjembatani antara DPRD dan pemerintah kabupaten.
“Cuma mungkin efek kasus OTT Provinsi, membuat pola permainan biaya ketok palu lebih rapi, lebih tertutup dan tidak melibatkan banyak orang. Kuncinya adalah, mau gak KPK mendalaminya dengan pola penyelidikan investigatif,” pungkas As’ad Isma.
Hal yang sama juga tercium oleh KPK di Tanjab Timur. KPK sudah memeroleh informasi mengenai pemerintahan Romi Haryanto dan kaitannya dengan tim tujuh. Dalam konteks ini, KPK mengingatkan agar proses pemerintahan berjalan dengan baik dalam melayani masyarakat dan meminta pejabatnya menjauhi gratifikasi.

“Jadi saya hadir di Tanjabtim ini tentunya dengan catatan, makanya ada yang perlu diawasi, ditelaah. Demi pencegahan tindak pidana korupsi,” ujar Coki saat berkunjung ke Tanjab Timur.
Coki berharap pertemuan-pertemuan itu tidak habis hanya sebatas seremonial semata.
“Saya berharap kita bentuk sebuah komunikasi dan koordinasi yang lebih intens dalam rangka mencegah tindak pidana Korupsi. Saya berharap kehadiran dan program kami ini betul-betul dapat disiasati demi Kepentingan Tanjung Jabung Timur,”katanya.
Ia menjelaskan, dalam melakukan koordinasi supervisi pihaknya berhak melakukan pengawasan penelitian, penelahaan dan monitoring.
Kemudian, Coki juga mengingatkan agar inspektorat benar-benar memantau kinerja Kepala OPD dilapangan.
“Pak inspektur tolong monitor, dalam rencana aksi kita gratifikasi ini merupakan salah satu itemnya,”jelasnya.
Selain itu, Ia juga meminta Kepada Kepala Inspektorat agar melaporkan hal tersebut kepadanya. Selain itu juga meminta untuk memonitor seluruh OPD yang ada.
“Monitoring pak, OPD harus aktif pak, kita harus berani terbuka. OPD jangan hanya sekedar OPD,” jelasnya.
Warning Kontraktor
Selain mewarning Kepala Daerah dan OPD, KPK juga mengingatkan para kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek bersumber dari dana APBD. KPK berharap tidak ada lagi kontraktor yang menyuap pejabat dan bermain-main untuk mendapatkan proyek. Untuk mengawasi kerja kontraktor ini, KPK membantuk Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi Wilayah Provinsi Jambi.
Coki mengatakan program Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi tersebut, akan berisi para pejabat dan para kontraktor.
“Saya sudah bilang sama teman-teman, saya nggak mau lagi ribut menyangkut fungsi pelayanan barang dan jasa di media,” ungkapnya usai menghadiri Pembentukan Komite Advokasi Daerah Provinsi di ruang Pola Kantor Gubernur Jambi, Jum’at (6/7/2018).
KPK menaruh perhatian serius, terutama menyangkut kinerja ULP yang sempat terlibat perseteruan dengan sejumlah organisasi kontraktor, belum lama ini.
Apalagi beberapa bulan lalu kata Coki, sampai ada yang menggelar konferensi pers dan lain sebagainya. “Gini aja deh, saya bilang. Pertama saya mengajak kedua-duanya masalahnya apa?,. Kalau mau ribut jangan di media, ayo ributnya dengan KPK” terangnya.
Untuk diketahui, belum lama ini Endria Putra, Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Kontruksi Provinsi Jambi dan Asosiasi menyerang Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemprov Jambi. Endria menuding ULP Pemprov melakukan persekongkolan dengan rekanan untuk memuluskan sebuah proyek. Indikasi persekongkolan jahat itu, disampaikan langsung Endria saat menggelar konferensi pers Jumat (25/5/2018) pagi.
Dihadapan puluhan media, Ketua LPJK Provinsi Jambi, Endria Putra membacakan sikap LPJK Provinsi Jambi terkait hasil pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh ULP Provinsi Jambi. Sedikitnya ada 4 poin pernyataan sikap LPJK yang disampaikan Endria Putra, yaitu : Pertama, Dalam penyelenggaraan proses lelang pokja ULP barang dan jasa pemerintah, kami sudah tidak percaya dengan proses lelang barang dan jasa yang dipimpin oleh Evi Syahrul, Ari, Agus, Sandi dan kawan kawan. Menurutnya, karena diduga telah menyalahgunakan kewenangan jabatan yang mereka sandang. Untuk itu, kami meminta kepada bapak Gubernur Jambi untuk segera mengganti atau memberhentikan mereka dari jabatannya. Kedua, Kami meminta untuk membatalkan semua hasil pelelangan barang/jasa yang telah tayang dan diperkirakan hasil penentuan pemenang yang ditetapkan oleh ULP Provinsi Jambi tidak sesuaa atau berkoordinasi dengan pengguna jasa. Ketiga, Dalam penyelanggaraan proses lelang kami menghimbau kepada pokja ULP barang dan jasa Pemprov Jambi untuk tidak membuat aturan sendiri atau terlalu mengada-ngada, Sebaiknya sistem pengadaan barang dan jasa yang berjalan harus memenuhi ketentuan Perpres no 54 tahun 2010 serta perusahaan-perusahaannya. Keempat, dalam penyelenggaraan proses lelang, kami menghimbau kepada pokja ULP barang dan jasa Pemprov Jambi untuk tidak mempersulit dalam persyaratan dalam penyelenggaraan proses lelang.

Menurut Endria, dalam proses lelang, ULP diduga telah menyalah gunakan wewenang dan telah menambahkan persyaratan-persyaratan.
Penyalahgunaan wewenang yang saya maksud adalah mereka memanfaatkan jabatan mereka untuk memenangkan salah satu rekanan yang mereka kehendaki dan menambahkan persyaratan dalam proses lelang, salah satunya contohnya yaitu menambah K3.
Menurut Endria, masalah ini berdasarkan keluhan-keluhn dari rekannya itu hanya terjadi pada tahun ini. “Berdasarkan laporan dari badan usaha hamya terjadi pada tahun ini,” ungkal Endria.
Selain itu Endria juga menyampaikan bahwa, terkait masalah lelang itu ada unsur indikasi dan persengkokolan oleh pihak ULP dan rekanan yang diduga tidak bermain dengan sehat.
“Ini indikasi saya katakan, bahwa prodak lelang ini masih nuansa Dodi, mengapa saya katakan nuanso Dodi, ini indikasi, terutama kami lihat di konsultan ini nuansa dari pada Kadis lama,” terang Endria.
“Kami ingin ULP berjalan dengan aturan yang ada tanpa menambah-nambahkan aturan sendri, semoga pembangunan di Provinsi Jambi bisa berjalan dengan lancar, Jambi tuntas bisa tercapai tahun 2021,” pungkas Endria.
Serangan dari Endria itu kemudian di lawan oleh ULP. Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang dan Jasa Provinsi Jambi, Evi Syahrul membantah serangan Ketua LKPJ Provinsi Jambi Endria Putra.
Mengenai penambahan aturan, Evi, mengatakan ULP Provinsi Jambi menambah persyaratan yang sesuai dengan Peraturan Presiden, salah satu contohnya ialah meminta bukti FHO.
“Di Perpres itu jelas, disetiap akhir pekerjaan penyedia harus menyelesaikan yang namanya berita acara, pemeliharaan dan segala macam dalam bentuk FHO. Itu kami minta gunanya untuk melihat benar dak gawe dio sebelumnya, kalau gawe dio dak benar dak dapat dio berita acara,” lanjutnya EVI.
Evi Syahrul juga membantah dituding menyalahi wewenang jabatan untuk memenangkan rekanannya. Kata Evi, ULP tidak mempunyai wewenang untuk menentukan siapa pemenang dalam proses lelang.
“Yang punya wewenang itu adalah Pokja. Sayo tidak punya kewenangan untuk memenangkan siapupun, Itu tidak boleh. Dan Pokja tidak boleh di interfensi oleh siapapun, termasuk sayo dalam bekerja,” tegas Evi.

Justru Evi menyerang balik Endria. Menurut Evi, perusahaan Endria ikut tender proyek jalan senilai Rp 56, tapi kalah. Itulah yang menyebabkan Endria mencari-cari kesalahan dan menyerang ULP.
“Secara teknis, detailnya kawan-kawan pokja yang tahu. Saya belum dapat laporan berapo banyak perusahaan dio (Endria) yang ikut daftar lelang, beliau ini posisinya di komisaris atau direktur,kawan-kawan pokja yang tau, saya blum dapat laporan itu karena memang kami belum data sampai kesitu,”ujar Evi.
“Kalau Endria ikut lelang dimana, informasi yang saya dapatkan dari kawan-kawan pokja salah satunya dio menawar paket jalan, dengan nilai 56 m. Proyek Rp 56 M ini kami umumkan kemaren. Paket 56 M diikuti sebanyak 13 orang penawar. Salah satunya termasuk Endria,”imbuhnya.
Evi menduga serangan Endria ada kaitan dengan kekalahannya dalam perebutan proyek paket Rp 56 ini.
“Yang jelas kemaren yang diumumkan proyek Rp 56 M ini, beliau (Endria) kalah, cuman posisi nya dimana, group nya yang mana itu yang saya tidak tahu,” kata Evi.
Informasinya Endria menawar paket proyek tersebut dengan menggunakan PT Cipayung.
“PT Cipayung kalau sebagai peserta lelang ada, cuma kalah. terkait penyebab gugurnya PT Cipayung, saya lupo,”tegasnya.
Selain itu, Evi Syahrul juga menjelaskan terkait dengan pesyaratan yang diduga dipersulit oleh LPJK itu tidaklah benar. Menurut Evi persyaratan yang dipersulit itu tidak ada. Hanya saja memang ada beberapa persyaratan yang berbeda dari tahun sebelumnya, salah satunya adalah persyarayan yang namanya FHO.
Keributan-keributan seperti ini yang menjadi atensi KPK. Lewat forum yang sudah dibentuk itu, KPK berharap masalah yang dihadapi kontraktor dengan ULP maka yang akan menjadi penengahnya adalah KPK.
“Memang fokus pada pelayanan pengadaan barang dan jasa dan perizinan, satu yang saya minta jangan berbicara kepentingan,” tegas Coki.
Karena mengingat kisruh antara LPJK dan ULP baru-baru ini, kata Coki di media sudah menyebutkan nama. Menurut Coki itu kurang pas, sebab ini merupakan suatu pembenahan sistem.
“Kok tiba-tiba menyebut si A dan si B lah dan lain sebagainya, kadang-kadang kita berfikir, pantas nggak menyebutkan begini? Jadi yang paling gampang, KPK jadi wasit,” pungkasnya.(akn)