Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendesak Pemerintah Provinsi Jambi untuk tak mengabaikan isu-isu yang mengelilingi tata kelola industri batu bara di wilayahnya, termasuk kondisi jalan Nasional yang memprihatinkan.
***
Jambi- Dalam balutan nyala matahari senja di Provinsi Jambi, jalan Nasional yang terhampar bagaikan benang kusut. Itu menampilkan cerita yang lebih dari sekadar aspal dan roda.

Wakil Ketua KPK RI, Alexander Marwata, berbicara dengan nada yang penuh urgensi. Menyoroti masalah jalan nasional ini.
“Pemprov tidak boleh tutup mata atau pembiaran,” katanya.
Menurut Alexander, meski jalan tersebut berstatus Nasional, dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat Jambi.
Kondisi jalan ini semakin memburuk, dipicu oleh angkutan batu bara yang tiada henti melintas. Namun, itu bukan satu-satunya masalah. Selain kondisi infrastruktur, terdapat juga isu pungutan liar—alias pungli—yang menjangkiti lalu lintas komersial ini. Angkanya mencapai miliaran rupiah per tahun, dan pertanyaan yang muncul adalah, “Siapa yang memungut uang ini? Kemana uang ini disalurkan? Dan apa tujuannya?”
“Dari Pak Sekda sudah terinformasikan, sudah ada tiga perusahaan yang sudah berinvestasi pembangunan jalan khusus di Jambi,” ujar Direktur Anti Korupsi Badan Usaha KPK, Aminuddin.
Untuk itu, Wakil Ketua KPK menekankan, jalur khusus harus segera dibangun. Selain itu, pemerintah perlu melakukan kajian menyeluruh tentang potensi batu bara di Jambi untuk jangka panjang.
“Jangan sampai proses pembangunan jalur ini terus diulur-ulur, ternyata ketersediaan batu bara di Jambi hanya bertahan satu atau dua tahun saja,” tutur Alexander.
Jika itu terjadi, bukan tidak mungkin para pengusaha akan mundur teratur, menghentikan investasi jalur khusus yang direncanakan. Alexander menggarisbawahi, Pemprov Jambi harus mengeksekusi amanat yang telah tertuang dalam Peraturan Daerah dengan segera.
“Masalah-masalah yang terjadi, di masalah tata kelola bisa langsung diselesaikan terkait penyelesaian angkutan batu bara,” kata Aminuddin, menambahkan sentimen yang sama.
Maka dari itu, situasi ini menjadi tes bagi pemerintah dan semua pihak terkait: apakah akan membiarkan benang kusut ini semakin ruwet, atau mulai meluruskan satu persatu, demi kebaikan masyarakat Jambi dan integritas sumber daya alamnya.
“Pemprov Jambi tidak boleh abai, karena yang paling dirugikan adalah masyarakatnya sendiri,”ujarnya.
Inilah waktunya, sebuah momentum untuk Jambi, KPK, dan Indonesia, untuk menunjukkan bahwa tata kelola sumber daya alam—dan keadilan—bisa terwujud. Karena pada akhirnya, jalan Nasional ini lebih dari sekadar aspal; ia adalah jalan keadilan yang harus dilalui bersama.(*)