JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan menelusuri informasi mengenai pemanggilan saksi yang sudah meninggal dunia.
Saksi dimaksud adalah Komisaris PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI Dedy Mawardi. Sedianya, yang bersangkutan bakal diperiksa terkait dugaan korupsi hak guna usaha (HGU) pengadaan lahan perkebunan tebu pada hari ini, Jumat (21/7/2023).
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya belum mengetahui status Dedy apakah ia benar sudah meninggal atau masih hidup.
Untuk diketahui, dalam sejumlah pemberitaan Dedy dilaporkan sudah meninggal dunia pada 7 Juli 2021 karena Covid-19.
“Kalau sebelumnya sudah tahu saksi tersebut sudah meninggal dunia pasti tidak akan kami panggil sebagai saksi,” kata Ali saat dihubungi Kompas.com, Jumat (21/7/2023).
Menurutnya, KPK akan mencari kebenaran mengenai status Dedy, apakah ia benar sudah meninggal dunia. Salah satunya kepada pihak keluarga.
Setelah itu, KPK akan kembali memperbarui data saksi terkait dugaan korupsi di PTPN XI tersebut.
Ali mengatakan, pemanggilan seorang saksi mengacu pada keterangan saksi lain maupun hasil penggeledahan oleh tim penyidik.
“Kami akan update kembali datanya sesuai informasi yang kami terima nantinya baik dari pihak keluarga maupun sumber informasi lainnya,” ujar Ali.
Sebelumnya, KPK menyatakan membuka penyidikan baru kasus dugaan korupsi pengadaan hak guna usaha (HGU) lahan tebu di PTPN XI.
Ali mengungkapkan, dugaan korupsi itu mengakibatkan kerugian negara hingga puluhan miliar rupiah.
“Kerugian negara. Sejauh ini iya benar sekitar puluhan miliar,” Kata Ali Fikri saat dihubungi Kompas.com, pada 17 Juli 2023.
Untuk diketahui, PTPN XI merupakan salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di perkebunan tebu.
Menurut Ali, tim penyidik masih terus mengumpulkan barang bukti dan memanggil sejumlah saksi untuk melengkapi berkas penyidikan.
Pada Jumat (14/7/2023), tim penyidik menggeledah sejumlah lokasi terkait kasus dugaan korupsi ini, yakni kantor PTPN XI di Surabaya, Jawa Timur; dan Perusahaan Gula Assembagoes di Situbondo. Kemudian, berapa kantor swasta dan kediaman para pihak terkait dengan kasus ini di Kota Malang dan Surabaya.(*)