Jambi—Di balik pintu berlapis kayu jati dan hiasan batik di Aula Griya Mayang, Rumah Dinas Walikota Jambi, sekitar dua ratus lebih pejabat dan aparatur sipil negara (ASN) Kota Jambi berkumpul. Tanggal 11 September menjadi momentum penting.
Tidak lain karena Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI) mengambil langkah serius untuk mensosialisasikan dan mengevaluasi program pengendalian gratifikasi.
Lela Luana, perwakilan dari Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK RI, memegang mikrofon dengan penuh percaya diri. “Kita menyampaikan apa gratifikasi. Apa saja yang wajib dilaporkan dan tidak wajib dilaporkan, ada batasannya,” ujarnya.

Suasana hening. Setiap kata yang keluar dari mulut Lela menajamkan fokus mereka pada apa yang seringkali dianggap ‘area abu-abu’ dalam pelayanan publik: gratifikasi.
Meski belum mencapai zona merah, Jambi sendiri berada dalam posisi yang mengkhawatirkan.
“Di Sumatera ini, Kota Jambi masih lebih baik dari daerah lain. Kota Jambi masih kuning, di tempat lain merah,” tutur Lela.
Data dari Survei Penilaian Integritas (SPI) menunjukkan, sekitar 25% persepsi internal di lingkungan Pemerintah Kota Jambi merasa masih ada risiko terjadinya praktek gratifikasi dan suap.
“Angka inilah yang menjadi ‘PR’ kita bersama,” kata Lela, menekankan urgensi untuk meningkatkan integritas dan kepatuhan terhadap hukum. “SPI menggambarkan persentase kerawanan korupsi di Pemkot Jambi.”
Sejumlah ASN tampak asyik berbincang di pojok ruangan, menyimak pemaparan dari Sekda Kota Jambi, A Ridwan.
“Melalui ini, para ASN Kota Jambi bisa melihat klasifikasi gratifikasi itu seperti apa dan jumlah besaran yang disebut gratifikasi itu seperti apa,” ujar A Ridwan. Menurutnya, sosialisasi ini menjadi salah satu upaya konkret dalam meminimalkan kejadian gratifikasi.
Yunita Indrawati, Kepala Inspektorat Kota Jambi, menambahkan nuansa kritis pada diskusi. Ia mengakui, minimnya laporan gratifikasi dari ASN Pemkot Jambi kepada KPK RI sebenarnya terbentur pada pemahaman ASN itu sendiri.
“Kita harap ini kedepan bisa lebih baik. Kita memakai aplikasi yang ada dari KPK,” tuturnya.
Sementara kegiatan ini mungkin tampak sebagai langkah awal yang sederhana, tetapi tidak bisa diremehkan. Menurut Lela Luana, gratifikasi, baik langsung maupun tidak langsung, merupakan bentuk korupsi yang harus diberantas.
“Gratifikasi itu pemberiannya ada secara langsung dan tidak langsung. Itu sama saja,” tegasnya.
Dengan sosialisasi ini, KPK bergerak cepat dalam memperkuat integritas dan meminimalkan ruang gerak korupsi di Kota Jambi. Semangat ini bukan hanya milik KPK tetapi juga milik seluruh ASN dan Pemerintah Kota Jambi yang bertekad untuk menciptakan pemerintahan yang lebih bersih dan transparan.(*)