JAMBI-Perjuangan Aulia Tasman, mantan Rektor Unja dalam mencari keadilan tak pernah surut. Aulia Tasman adalah terpidana kasus korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) tahun 2013. Putra kelahiran Kerinci ini terus berjuang keras untuk lepas dari jerat hukum, yang hingga kini dia sendiri masih bingung dimana letak kesalahannya.
Kemarin, Aulia Tasman kembali hadir di ruang Pengadilan Negeri (PN) Jambi untuk mengikuti sidang Peninjauan Kembali (PK) yang pernah dimohonkannya. Sidang yang diketuai oleh Lucas Sahabat Duha, dengan agenda mendengarkan pembacaan permohonan PK dari pemohon Aulia Tasman. Namun permohonan yang sudah diterima oleh termohon dianggap sudah dibacakan.
Majelis hakim langsung memberikan kesempatan kepada termohon untuk memberikan jawaban. Insyayadi, selaku pihak termohon menyatakan akan menjawab secara tertulis. “Kita akan menyiapkan jawaban,” kata Insyadi.

Namun karena jawabannya belum dibuat, majelis memberikan kesempatan kepada termohon untuk menyiapkannya. “Kita beri kesempatan kepada termohon. Sidang kita tunda sampai tanggal 21 Juni mendatang,” kata Lucas.
Azwardi, penasehat hukum pemohon mengatakan bahwa pihaknya juga akan menyerahkan novum (bukti baru). Namun majelis memberi kesempatan setelah untuk mendengarkan jawaban dari termohon terlebih dahulu. “Nanti setelah jawaban dari termohon saja” ujar Lucas sembari menutup sidang.
Usai sidang Aulia Tasman, yang hadir pada kesempatan ini enggan berkomentar banyak. “Dengan pengacara saja,” katanya singkat.
Sementara itu, Azwardi mengatakan selain akan menyerahkan bukti tambahan, pihaknya juga akan mengajukan dua orang saksi. Salah satunya adalah seorang dokter, yang merasa memanfaatkan alkes.
“Ya nanti akan kita ajukan, karena alat memang bermanfaat dan bisa dipakai untuk kepentingan mahasiswa dan dosen, jadi tidak ada yang rusak dan semuanya terpakai,” tutupnya.
Data yang diolah dari berbagai sumber, kasus yang menjerat Aulia Tasman bermula ketika dia ditetapkan sebagai tersangka melalui surat Perintah Penyidikan (sprindik) Nomor 451/n.5/Fd.1/07/2014 yang ditandatangani Kajati Jambi, Syaifudin Kasim, pada 21 Juli 2014. Dalam sprindik tersebut, Aulia Tasman, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam pengadaan alat kesehatan Universitas Jambi ditetapkan sebagai tersangka.
Selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Aulia Tasman diguga telah melakukan perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara. Pada tahun 2013, Aulia Tasman mengusulkan beberapa kegiatan, salah satunya adalah pengadaan Alkes.
Untuk pengadaan Alkes senilai Rp 20 miliar, pada prosesnya, Aulia Tasman meminta saksi Efrion, PPK untuk segera menyusun harga perkiraan sendiri (HPS). Proses lelang pun dilakukan dan PT Panca Mitra Lestari, dinyatakan oleh pokja ULP Unja, dengan direktur Masrial, keluar sebagai pemenang.
Penyidikan kasus ini cukup lama, karena alasan terkendala dengan penghitungan kerugian negara yang belum rampung. Artinya, Aulia Tasman sempat menyandang status tersangka cukup lama, lebih dari setahun.
Penetapan keduanya sebagai tersangka didasarkan pada daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) yang turun untuk pengadaan Rp 40 Miliar. Pada pelaksanaannya dipecah menjadi dua, yaitu untuk pengadaan laboratorium pendukung pembelajaran senilai Rp 20 Miliar dan pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Pendidikan Unja senilai Rp 20 Miliar.
Diduga terjadi total loss dalam pengadaan yang nilainya mencapai Rp 20 miliar.
Dalam perjalanannya, Aulias Tasman kemudian divonis oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi dengan pidana penjara selama 22 bulan.
Menurut majelis hakim yang diketui Barita Saragih, terdakwa tidak terbukti dakwaan primair. Namun majelis berpendapat, bahwa terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan subsidair Pasal 3 jo 18 UU No 31 Tahun 1999, tentang pemberantasan korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 KUHP.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Aulia Tasman dengan pidana selama 1 tahun 10 bulan, denda Rp 50 juta, subsidair 1 bulan,” ucap Barita dalam persidangan, Kamis (26/01) tahun 2017 lalu.
Vonis majelis hakim ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa selama 8,5 tahun. Jaksa Penuntut Umum yang diketuai Insyayadi, sebelumnya menjerat terdakwa Pasal 2 juncto Pasal 18 Undang Undang Nomor 31’tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai mana diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 (1).
Masrial, yang didakwa dengan pasal yang sama, divonis lebih berat, yakni 4 tahun penjara. Masrial juga didenda Rp 200 juta subsider satu bulan serta harus mengantikan uang kerugian negara sebanyak Rp 943 juta.
Setelah vonis, Aulia Tasman masih terus mencari keadilan. Namun, bukannya keadilan yang ia dapat. Melainkan hukumannya malah terus bertambah. Banding ditngkat Pengadilan Tinggi (PT) Jambi, bukannya mendapatkan keringanan, Profesor jebolan Amerika ini malah mendapatkan hukuman lebih berat dua bulan. Sebelumnya di Pengadilan Tipikor Jambi Aulia Tasman divonis hukuman 22 bulan penjara. Namun vonis di tingkat PT Jambi ini, hukuman Aulia menjadi 24 bulan atau dua tahun.
Di samping itu, majelis hakim PT juga menetapkan agar Aulia Tasman membayar denda sebesar Rp 50 juta subsider 1 bulan penjara. Dalam amarnya juga disebut agar Aulia Tasman tetap ditahan dengan jenis tahanan kota.
Aulia sejak awal merasa tidak paham kasus yang menimpanya. Dalam pembelaan pribadi yang dibacakannya sendiri dalam sidang tahun 2017 silam, Aulia mengatakan bahwa dirinya tidak dapat dipersalahkan dalam pengadaan Alkes bagi Fakultas Kedoktorean Unja senilai Rp 20 miliar tersebut. Menurut Aulia, pengadaan Alkes tersebut bertujuan untuk proses pembelajaran dan kenaikan pangkat para pengajar.
Selain itu, dia mengaku semua proses pengadaan Alkes itu dilalui sesuai tahapan, mulai dari proses lelang hingga penerimaan barang dan uji fungsi. Sehingga menurutnya, dirinya tidak tepat dikatakan melakukan korupsi.
“Dalam persidangan saya tidak terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan merugikan negara,” ungkapnya kepada majelis hakim yang diketuai Barita Saragih. Oleh karena itu, dia meminta majelis hakim agar membebaskannya dari segara tuntutan.
Hal sama juga diungkapkan oleh tim penasehat hukumnya Sarbaini dan rekan dalam nota pembelaan. Dalam pembelaan itu Sarbaini mengungkapkan bahwa terdakwa sudah melaksanakan tugasnya sesuai yang diamanatkan Undang-Undang, baik bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) maupun sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Dikatakannya Sarbaini, hukum seharusnya melahirkan keadilan bukan semata-mata memberikan hukuman. Berdasarkan analisa fakta terungkap dalam persidangan, bahwa surat tuntutan jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi Jambi, tidak sesuai fakta persidangan.
Tetapi tuntutan jaksa hanya menguraikan dakwaan. “Seharusnya JPU melihat keterangan saksi-saksi, ahli, keterangan terdakwa dan petunjuk, yang saling berkaitan,” sebut Sarbaini.
Menurut tim penasehat hukum, saksi Efrion selaku PPK tidak melaksanakan tugasnya sesuai aturan karena telah melakukan survei harga dengan melibatkan pihak lain, yakni Zuherli dari PT Sindang Muda Sarasan (SMS).
“Sebagai PPK Efrion adalah orang yang bertanggungjawab dalam Kasus ini. Saat terakhir penandatangan kontrak, saksi Efrion malah mengundurkan diri sebagai PPK,” beber Sarbaini.
Penandatangan kontrak yang dilakukan terdakwa, selaku PPK, tidak dilakukan atas kehindak sendiri, tapi melalui rapat. “Itu dibenarkan oleh Undang-Undang, bukanlah hal yang salah,” tandasnya.
Oleh karena itu, penasehat hukum terdakwa ini meminta kepada majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 2 jo Pasa 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimna diubah dengan dengan UU N0 tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP.
Selain itu, tim penasehat hukum terdakwa Aulia Tasman, agar mejelis hakim menerima nota pembelaan, dan membebaskan terdakwa tuntutan. “Kami meminta terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan. Namun apabila majelis berpendapat lain, kami mohon keputusan yang seadil-adilnya,” pungkas Sarbaini.
Aulia Tasman mengatakan sesuai fakta persidangan, tidak ada saksi yang memberatkan, semua tuduhan terbantahkan. “Tidak satu pun Pasal dan saksi memberatkan saya. 54 saksi dan 22 kali persidangan, seluruh saksi vendor dari Jakarta, satu pun tidak kenal dengan saya,” tegasnya.
Selain itu tegasnya, saksi-saksi vendor tersebut, tidak pernah berhubungan dengan dirinya. Aulia mengaku kecewa, namun dia harus mengikuti proses hukum untuk mencari keadilan. “Kecewa, saya pasti kecewa, dituntut dengan dengan ancaman hukuman yang sangat tinggi,” katanya.
Pembelaan itu sepertinya tak menyurutkan langkah hakim sehingga memvonisnya dengan hukuman 2 tahun penjara.
Langkah Aulia Tasman dalam mencari keadilan tak pernah surut. Ia kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) RI. Namun sayang, Mahkamah Agung RI justru menolak permohonan kasasi Aulia Tasman. Penolakan permohonan ini tertuang dalam putusan MA tingkat kasasi yang diketuai majelis hakim Artidjo Alkostar. Putusannya 1 November 2017 lalu.
Sialnya, Pengadilan tingkat kasasi ini juga menyatakan Mengabulkan permohonan kasasi dua yakni Jaksa Penuntut Umum. Serta mengadili sendiri terdakwa yang pada intinya menyatakan terdakwa Alulia Tasman secara sah dan meyakinkan bersalah dalam kasus dugaan korupsi secara besama-sama.
Sehingga, apes yang dialami Aulia Tasman. Bukannya mendapat keringanan hukuman di tingkat kasasi ini, Aulia justru divonis lebih berat lagi. Aulia vonis bersalah dan dijatuhi hukuman pidana selama 8 tahun penjara denda Rp 200 juta, subider 6 bulan. Lebih berat 6 tahun dari vonis tingkat banding. Putusan dijatuhkan dalam musyawarah majelis hakim, yang diketuai Artidjo Alkostar pada 1 November lalu.
Kini, Aulia Tasman kembali mencoba peruntungan dengan mengajukan Peninjuan Kembali (PK) ke MA atas putusan kasasi tersebut. Azwardi, kuasa hukum Aulia Tasman mengatakan pihaknya mengajukan PK setelah mendapatkan novum (bukti baru, red) dalam kasus yang menjerat Aulia Tasman.
Dikatakan Azwardi, salah satu novum yang diajukan adalah Alkes yang dibeli oleh kliennya digunakan dan bermanfaat sampai saat ini. “Buktinya, alat-alat itu dimanfaatkan dan barang itu dipakai oleh mahasiswa dan dosen sampai sekarang ini, dan tidak rusak,” kata Azwardi.
Selain menyerahkan novum, Azwardi juga mengatakan pada persidangan PK nanti, pihaknya juga akan menghadirkan beberapa orang saksi dari Unja. “Kita akan hadirkan dua orang saksi, kepala Labor Unja, dan stafnya. Itu untuk membuktikan bahwa alat tersebut bermanfaat bagi mahasiswa dan dosen,” ujarnya.
Azwardi berharap setidaknya ini dapat meringankan hukuman bagi kliennya. “Paling tidak ingin bisa meringankan klien kita,” pungkasnya.
Aulia Tasman Lahir di Kerinci 10 Oktober 1959. Ia merupakan guru besar fakultas ekonomi Universitas Jambi. Setelah lulus S1 tahun 1985, ia meraih gelar Master of Science konsentrasi Ekonomi Pertanian dari Kansas State University, USA tahun 1991.
Ia kemudian mendapatkan gelar Doctor of Philosophy dalam bidang ekonomi produksi dari University of the Philippines, Los Banos tahun 1997. Ia tercatat menulis beberapa buku ilmiah buku-buku ilmiah, di antaranya In the Shadow Rubber, dan Measurent of Economics Effeciency of Perennial Crops (2000).
Aulia Tasman merupakan Rektor Unja yang ke enam. Rektor Unja adalah sebagai berikut: Kemas Mohamad Saleh (1977-1984), Samad (1985-1994), Soedarmadi Hardjosuwignyo (1994-1999), MA Rachman (1999-2003). Kemas Arsyad Somad (2003 – 2010)
Aulia Tasman (2010-2016). Kini rektor Unja dipegang oleh Prof Johni Najwan.
Aulia Tasman berhasil terpilih sebagi Rektor Universitas Jambi periode 2012-2016, dalam sidang senat yang digelar secara tertutup di gedung Rektorat Unja Mendalo. Aulia meraih 39 suara dari total 78 suara yang diperebutkan, sementara dua calon lainnya yaitu Amri Amin memperoleh 35 suara dan Johni Najwan (rektor saat ini) hanya memperoleh 4 suara.
Kini, disela-sela mencari keadilan, Aulia Tasman terlihat aktif di blog pribadinya (lihat http://tasman1959.blogspot.com/ ). Seperti tulisan terbaru di blog pribadinya tersebut, Aulia Tasman menulis tentang Malpu, bentuk ornamen masjid Keramat Lempur Kerinci. Ada beberapa tulisan yang dibahas Aulia tentang Malpu ini. Mungkin saja, tulisan-tulisan ini menggambarkan hati seorang Aulia Tasman, yang kini sepertinya lebih intim berhubungan dengan Tuhan, lewat wisata religi seperti yang ditulisnya dalam blog pribadi.
Informasi lainnya menyebutkan, dalam berjuang mencari keadilan, Aulia Tasman sudah banyak mengeluarkan uang. Namun, uang yang dikeluarkannya itu bukan meringankan hukuman atau membuatnya lepas dari jerat hukum, tapi malah memperberat hukumannya. Ini adalah langkah hukum terakhir yang ditempuh Aulia Tasman, mantan rektor Unja yang banyak melahirkan prestasi ini. Bagaimana kelanjutan kasus Aulia Tasman? Kita lihat sidang PK pasca lebaran nanti.(akn)