RAMADHAN sudah hampir meninggalkan kita, hari-hari bahagia ini telah kita lalui.
Ada kesempatan bertemu sanak saudara dan handai taulan dalam acara buka bersama, adapula riuh pasar saat bersama keluarga belanja mempersiapkan hari raya.
Itulah pernak pernik ramadhan kita, umat islam di Indonesia. Asal tidak melanggar syariat, tentu hal itu boleh-boleh saja.

Dalam tulisan kali ini, saya akan menyampaikan sebuah nasihat yang tentu bukan untuk pembaca saja, namun juga untuk saya sendiri. Yang terus selalu kita ingat, adalah masalah Shalat.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan, ’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.”
Di Ramadhan ini, tentu intensitas kita mengerjakan Sholat melebihi hari-hari biasanya. Lalu, apakah dengan intensitas Solat yang bertambah itu menambah keimanan kita?
Mari kita melihat, adakah perubahan dalam rumah tangga kita? Adakah perubahan dalam tutur kata kita selama ramadhan? Adakah perubahan dalam pola kumunikasi dengan tetangga selama bulan puasa? Atau, saat ramadhan, malah kita asyik melakukan hal-hal negatif?
Di Bulan Ramadhan ini marilah kita memperbaiki sholat kita baik secara gerakan maupun memahami esensi yang terkandung didalamnya, sehingga semakin menjamurlah kebaikan di muka bumi ini, semakin sempit gerak langkah kebatilan. Mari kita juga memperbaiki esensi solat tersebut. Memperbaiki solat berarti memperbaiki kehidupan kita.
Salah satu cirinya, nanti diakhir Ramadhan, kita berkata “wah kok cepat berlalu ya … bulan puasa ini”, itu salah satu ciri kecil keberhasilan ramadhan kita.
Wallahua’lam (*)