Jambi – Auditorium Rumah Dinas Gubernur Jambi pada hari ini penuh sesak. Rangkaian kursi diisi oleh berbagai pihak yang tak bisa dipisahkan dari industri batubara di Indonesia—mulai dari Gubernur Jambi Al Haris, Wakil Pimpinan KPK Alexsander Marwata, hingga Direktur Antikorupsi Badan Usaha KPK RI, Aminudin. Mereka berkumpul dalam Diskusi Terbuka Dunia Usaha Sektor Pertambangan Batubara, sebuah forum untuk membedah Titik Rawan Korupsi dan Pembangunan Jalan Khusus Angkutan Batubara.
“Provinsi Jambi memiliki sumber daya alam batubara yang cukup besar,” ungkap Gubernur Al Haris, merujuk pada data Rancangan Umum Energi Nasional 2015-2050. “Total sumber daya dan cadangan batubara di sini mencapai 2.224,9 juta ton. Ini adalah potensi yang tak boleh disia-siakan.”
Antara Kemacetan dan Kemakmuran
Namun, kata Al Haris, potensi itu tidak tanpa permasalahan. Sebuah penjelasan detil disampaikan mengenai persoalan angkutan batubara. Dari 12.123 unit angkutan yang beroperasi, ada ruas jalan yang menjadi titik rawan kemacetan. Ruas Jalan Sarolangun-Tembesi-Pelabuhan Talang Duku di Kota Jambi, dengan panjang 223,3 kilometer, menjadi lalu lintas tersumbat yang melambatkan progres industri batubara.

“Kemacetan ini mempengaruhi sistem logistik dan juga merusak jalan di Provinsi Jambi,” tutur Gubernur, menambahkan bahwa perlu ada koordinasi antar-Kementerian terkait untuk merespons situasi ini.
Investasi yang Terancam
Saat membuka diskusi, Alexsander Marwata, Wakil Pimpinan KPK, mengingatkan bahwa perusahaan memegang peranan penting dalam pembangunan daerah. “Namun,” ujarnya, “perusahaan juga kerap disalahgunakan oleh segelintir pihak demi kepentingan pribadi.”
Jalan Khusus sebagai Solusi?
Gubernur Al Haris berharap diskusi ini akan membawa kepada pembangunan jalan khusus angkutan batubara. “Ini akan mengatasi masalah logistik dan tidak mengganggu aktivitas masyarakat,” katanya. Sebuah pendapat yang didukung oleh Wakil Pimpinan KPK. “Lebih baik jalan khusus batubara segera diselesaikan,” tambah Alexsander Marwata.
Titik Temu Antara Regulasi dan Realitas
Gubernur Al Haris berpendapat bahwa tiga kementerian—Kementerian ESDM, PUPR, dan Perhubungan—harus berkoordinasi untuk menyelesaikan permasalahan ini. “Ini harus sinkron. Semua ini milik negara yang harus dibangun. Pengusaha batubara juga harus cepat tanggap,” ujarnya.
Diskusi ini membuka mata banyak pihak bahwa mengelola sumber daya alam bukan hanya tentang menggali dan menjual, tetapi juga bagaimana memastikan bahwa seluruh pihak terlibat dalam tata kelola yang adil dan berkelanjutan. Selama masih ada jalan yang macet dan regulasi yang belum sinkron, mimpi Provinsi Jambi untuk menjadi pusat pertambangan batubara yang makmur dan adil masih akan tetap menjadi mimpi.(*)