Arah Baru Negeri Jambi
  • ADVERTORIAL
  • DAERAH
    • BATANGHARI
    • BUNGO
    • KERINCI
    • KOTA JAMBI
    • MERANGIN
    • MUARO JAMBI
    • SAROLANGUN
    • SUNGAIPENUH
    • TANJAB BARAT
    • TANJAB TIMUR
    • TEBO
  • DUNIA
  • NASIONAL
  • OPINI
  • RAGAM
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
  • ADVERTORIAL
  • DAERAH
    • BATANGHARI
    • BUNGO
    • KERINCI
    • KOTA JAMBI
    • MERANGIN
    • MUARO JAMBI
    • SAROLANGUN
    • SUNGAIPENUH
    • TANJAB BARAT
    • TANJAB TIMUR
    • TEBO
  • DUNIA
  • NASIONAL
  • OPINI
  • RAGAM
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
Arah Baru Negeri Jambi
  • ADVERTORIAL
  • DAERAH
  • DUNIA
  • NASIONAL
  • OPINI
  • RAGAM

GOVERNING THE NU

Editor Admin
Minggu, 10 Oktober 2021
Di NASIONAL
Yahya Cholil Staquf

Yahya Cholil Staquf

Oleh: KH. Yahya Cholil Staquf

Sebuah organisasi bisa terjebak dalam kejumudan, tumpul, tak terarah, bahkan tak melakukan apa-apa selain mengeloni SK Kepengurusan. Menurut hasil survey Alvara terbaru, 36% populasi Muslim di Indonesia mengaku sebagai anggota NU, lebih 50% berafiliasi kepada NU dan sekitar 70% menempatkan NU pada “top of mind” mereka. Dengan rentang pengaruh seluas itu, NU dalam posisi memikul tanggung jawab terbesar dalam mengukir wajah masyarakat. Kalau NU membiarkan diri sekedar menjadi obyek yang larut saja dalam arus agenda-agenda yang dibuat entah siapa di luar sana, tanpa kehendak apalagi kemampuan untuk bernegosiasi secara desisif agar ikut menentukan arah dinamika masyarakat, sama halnya NU menyia-nyiakan amanah yang oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah diletakkan ke pundaknya.

NU harus berjuang membangun kapasitas untuk hadir secara lebih bermakna di tengah masyarakat. Untuk itu, NU harus sungguh memahami jati dirinya, memahami kedudukannya di tengah keseluruhan konstelasi dan dinamika masyarakat, memahami kepentingan-kepentingannya, memahami tujuan, membangun strategi, menetapkan target-target dan agenda-agenda.

RELATED STORIES

HBA Percayakan Program Keumatan BPKH ke Pengurus LAZISNU Jambi

Ijtihad Politik Ulama

GP Ansor Jambi Gelar Tasyakuran Harlah NU ke 95, Asad Isma : Harus Bangga Jadi Indonesia

Pemprov Jambi Apresiasi Peran NU Memelihara Kerukunan dan Keragaman

Polri Tolak Penangguhan Penahanan Gus Nur Terkait Kasus Hina NU

HBA Bersiap Menuju NU 1

JAM’IYYAH DIINIYYAH IJTIMAA’IYYAH

Pola pikir orang NU di berbagai tingkatan, baik pengurus maupun warga, didominasi oleh wawasan yang menjadikan hampir seluruh energi dicurahkan untuk kepedulian keagamaan, sementara masalah-masalah sosial-ekonomi dan berbagai hal yang menyangkut hajat hidup masyarakat kurang mendapat perhatian. Padalah telah dinyatakan bahwa khidmah NU harus memiliki dimensi ganda, yaitu keagamaan dan kemasyarakatan.

Lebih memprihatinkan lagi, wawasan tentang khidmah keagamaan pun cenderung terkungkung pada hal-hal yang menyangkut peribadatan dan dimensi agama sebagai identitas kelompok. Dominasi pola pikir ini menjadikan NU sensitif terhadap isu-isu sektarian (pertentangan antar-madzhab) tapi kurang tanggap terhadap masalah-masalah masyarakat yang dianggap bukan masalah agama.

Wacana dan kegiatan-kegiatan menentang radikalisme disambut dengan penuh semangat bukan semata-mata karena kesadaran tentang bahaya radikalisme itu sendiri, tapi dibayang-bayangi juga oleh gairah menegaskan identitas keagamaan di hadapan kelompok madzhab yang berbeda. Sementara itu, isu-isu “duniawi” yang tak kalah penting, seperti kebutuhan koreksi terhadap struktur ekonomi yang timpang, pengendalian kerusakan alam akibat eksploitasi ekonomi, sistem hukum yang digerogoti korupsi, kebangkrutan etika dan moral dalam politik, dan sebagainya, nyaris tak mendapatkan perhatian.

Orang NU harus mengembalikan pola pikir kepada idealisme yang mula-mula sebagai jam’iyyah diiniyyah ijtimaa’iyyah, organisasi keagamaan serta kemasyarakatan. Mengembalikan keseimbangan antara kepedulian terhadap masalah-masalah keagamaan dan kepedulian terhadap masalah-masalah kemasyarakatan.

KEWARGAAN, KEPENTINGAN, DAN KHIDMAH INKLUSIF

Ketimpangan dalam wawasan pengabdian NU berakar pada seluk-beluk (nature) kewargaannya. NU tidak memiliki sistem keanggotaan terdaftar. Tidak juga ada prasyarat-prasyarat yang dilembagakan secara resmi bagi kualifikasi keanggotaannya. Maka, apakah seseorang adalah anggota NU atau bukan, lebih tergantung pada perasaan masing-masing.

Di tengah gelaran masyarakat umum yang heterogen, keberadaan warga NU pun tidak menghadirkan kategori sosial apa pun. Dengan demikian, ketika muncul pertanyaan tentang kepentingan sosial-ekonomi warga NU, misalnya, tidak ada cara untuk mengidentifikasinya karena tidak ada indentifikasi subyek. Kalau subyeknya tidak diketahui, bagaimana mungkin menyimpulkan kepentingannya?

Pernyataan-pernyataan bahwa penduduk miskin itu orang NU, petani itu NU, yang tingkat pendidikannya rendah orang NU, yang terpinggirkan orang NU, dan semacamnya, lebih merupakan prasangka-prasangka belaka.

Dalam ketidakjelasan tersebut, satu-satunya yang masuk akal untuk dipersepsikan sebagai dasar kepentingan NU adalah identitas keagamaannya, yakni Islam berikut embel-embel madzhabnya, yang dalam tataran sosial jelas lebih berfungsi simbolik ketimbang operasional. Maka, wajar apabila segala artikulasi dan gerak-gerik NU hanya beredar di seputar identitas simbolik tersebut. Bahkan proyek-proyek yang diklaim sebagai wujud pengabdian sosial pun terbit dari motivasi menghadirkan identitas simbolik, dengan orientasi yang kurang-lebih supremasis.

Atmosfer di atas pada gilirannya memupuk dua gejala utama dalam dinamika aktivisme NU. Di lingkungan masyarakat yang kehadiran budaya NU-nya kuat, seperti di Jawa dan beberapa propinsi di luarnya, identitas simbolik NU diperalat sebagai senjata untuk menggalang dukungan politik. Sebaliknya di lingkungan masyarakat yang sepi-NU, para aktivisnya tidak dapat menemukan gagasan tentang apa yang bisa diperbuat, karena tidak dapat mengenali warganya, apalagi memobilisasi mereka. Kepengurusan tanpa bukti keberadaan selain SK—bahkan papan nama pun tak punya—tidak sedikit jumlahnya.

Telah disinggung di atas bahwa, dalam konteks Indonesia, NU secara keseluruhan memiliki rentang pengaruh yang luas, yang harus dilihat sebagai porsi tanggung jawab besar NU terhadap masyarakat. Dalam wawasan ini, aktivisme NU seharusnya tidak hanya diarahkan untuk mengumpulkan dan memupuk keuntungan bagi diri sendiri, tapi harus diorientasikan kepada kemaslahatan masyarakat secara kesuruhan. Operasionalisasi prinsip ini dapat menjadi jalan keluar baik dari bahaya politisasi NU maupun dari bencana kematian organisasi.

Dengan mengorientasikan khidmah secara inklusif bagi kemaslahatan seluruh masyarakat tanpa pandang bulu, NU melepaskan egoisme identitasnya. Aktivisme diarahkan kepada pemecahan masalah-masalah nyata di lingkungannya. Kebutuhan partisipasi politik pun—baik dukungan maupun evaluasi—akan dipandu oleh pertimbangan-pertimbangan rasional mengenai isu-isu aspiratif yang substansial, bukan tribalisme identitas.

NU tidak perlu susah-payah memilah-milah, mana yang warga NU mana yang bukan, untuk melibatkan diri dalam pemecahan masalah yang nyata di lingkungannya. Masalah apa pun, menyangkut siapa pun, asalkan secara normatif menyeyogyakan pelibatan NU dalam upaya pemecahannya, maka NU harus turun tangan. Dengan demikian, di tengah masyarakat yang secara alami penuh masalah ini, mustahil para aktivis NU kekurangan gagasan untuk bergerak.

Selanjutnya harus disadari pula bahwa pilihan untuk melibatkan diri dalam upaya pemecahan masalah masyarakat pada gilirannya akan bersirobok dengan pilihan pihak. Kepada siapa NU harus berpihak, itu adalah pilihan normatif. Lantas, dari mana sumber normanya? Tentu saja dari nilai-nilai luhur Islam ala Ahlus Sunnah Wal Jama’ah An Nahdliyyah yang pasti akan memendarkan panduan-panduan bernas, asalkan tidak dibonsai dan dikotakkan menjadi sekedar simbol-simbol ritual dan kutipan-kutipan dangkal.

Dengan tuntutan kebutuhan yang muncul, wacana tentang pandangan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah An Nahdliyyah akan berkembang lebih subur dan segar sebagai wawasan kontekstual. Alangkah agung kehadirannya ketika istighotsah kubro dan majlis sholawat tidak dipandang lebih aswaja ketimbang advokasi hak-hak rakyat Papua, misalnya, atau kerja bakti membersihkan kali.

Jelas bahwa untuk menjadikan gambaran di atas manifes dalam dinamika NU, terlebih dahulu pola pikir para aktivis NU harus ditransformasikan. Dan untuk itu diperlukan strategi tersendiri.(*)

Kata kunci: acara gubernurNahdlatul UlamaNU
Berita selanjutnya

PT. Pegadaian Sukses Gelar Penyerahan Grand Prize Badai Emas 2021

Kunjungi Prof Sustrisno, Ribuan Kader KAMMI Jambi Siap Sukseskan Implementasi Kampus Merdeka di UNJA

Kesbangpol Provinsi Gelar Sosialisasi Warga Komitmen Tolak Radikalisme dan ISIS

Sidak di Kantor Samsat Batanghari Gubernur Al Haris Tekankan Jangan Ada Pungutan Liar

Harga Minyak Bertahan di Atas USD 80, Bagaimana Dampaknya ke Pemulihan Ekonomi?

Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
  • Video Syur Kakek dengan Gadis Cantik 22 Tahun di Kerinci Berujung Penjara

    0 Dibagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Mendarat di Kuala Lumpur, Rombongan HKK Nasional Disambut Meriah oleh HKK Nasional Perwakilan Malaysia

    0 Dibagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • HEBOH! Kayu Ajaib yang Termaktub di Alquran Surat Yasin Ini Cuma Ada di Kerinci

    0 Dibagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Jam Tangan Analog dan Digital, Apa Bedanya?

    0 Dibagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Pemprov Jambi Usulkan Pelantikan Wabup Merangin Nilwan Yahya ke Mendagri

    0 Dibagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Pembayaran Parkir Kendaraan di Bandara Sultan Thaha Jambi secara Cashless Atau Non Tunai, Mulai diberlaku bulan April 2022

    0 Dibagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Buka Kejuaraan Esports Gubernur Cup 2022, Al Haris: Sisi Positif Main Game

    0 Dibagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Momentum Muharram, Hilallatil Badri Santuni Anak Yatim

    0 Dibagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Jejak Migas PT PBMSJ di Tahura

    0 Dibagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta Berkunjung ke Jambi

    0 Dibagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Beranda
  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Pedoman
  • Perlindungan
  • Disclaimer
  • Privacy Policy

© 2020 Jambilink - Jalan HM Yusuf Singedekane, Lorong Purnawira, No 7, RT 21, Telanaipura, Kota Jambi. Kode Pos 36122. Developed by Ara.

Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
  • ADVERTORIAL
  • DAERAH
    • BATANGHARI
    • BUNGO
    • KERINCI
    • KOTA JAMBI
    • MERANGIN
    • MUARO JAMBI
    • SAROLANGUN
    • SUNGAIPENUH
    • TANJAB BARAT
    • TANJAB TIMUR
    • TEBO
  • DUNIA
  • NASIONAL
  • OPINI
  • RAGAM

© 2020 Jambilink - Jalan HM Yusuf Singedekane, Lorong Purnawira, No 7, RT 21, Telanaipura, Kota Jambi. Kode Pos 36122. Developed by Ara.