JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI masih bekerja keras memburu aset Zumi Zola. KPK tengah mendalami apakah aset-aset itu merupakan hasil dari gratifikasi atau bukan. Selain Ambulance DPW PAN yang ikut disita, KPK juga masih menelusuri aliran uang yang disita dari Villa Mewah milik ayah kandungnya Zulkifli Nurdin, di Muara Sabak, Jambi. Istri Zumi Zola, Sherrin Taria juga diperiksa KPK untuk digali pengetahuannya tentang aset-aset Zumi Zola, termasuk rekening pribadinya yang ada di luar negeri.
“Pada yang bersangkutan penyidik mengklarifikasi sejauh mana pengetahuan saksi terkait uang yang disita penyidik di vila sebelumnya dan pengetahuan saksi tentang dugaan penerimaan gratifikasi yang telah menjadi aset,” ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (22/5/2018).
Penyitaan itu dilakukan KPK pada 31 Januari 2018 setelah sebelumnya menggeledah sejumlah lokasi di Jambi. Vila keluarga Zumi Zola yang berada di Tanjung Jabung tak luput dari incaran tim KPK.

Zumi Zola disangka KPK menerima gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur di Jambi bersama dengan Plt Kadis PUPR Jambi nonaktif Arfan. Hingga saat ini pemeriksaan terhadap Sherin di KPK masih berlangsung.
Berawal dari Pilgub 2015
Kasus gratifikasi yang diungkap KPK RI terkait Zumi Zola ini rupanya berawal dari keterlibatan sejumlah pengusaha yang ikut menyumbang pada saat Pilkada Gubernur tahun 2015 lalu. Dalam kasus ini KPK tidak hanya membongkar skandal suap dan gratifikasi Zumi Zola. Melainkan, KPK juga membuktikan adanya peranan pengusaha yang mendapat proyek tersebut telah ikut berkontribusi pada proses Pilkada. KPK membongkar adanya monopoli proyek pemerintah yang dilakukan pengusaha yang sudah ikut menyumbang uang untuk pemenangan Zumi Zola tersebut.
“Asiang itu pengusaha yang sudah sejak awal mendukung Zumi Zola. Termasuk juga nama-nama pengusaha lain yang kini jadi saksi di KPK, mereka mayoritas adalah donatur saat pilkada,”ujar sumber Jambi Link di internal DPW PAN Jambi.
Uang sumbangan pilkada dari para pengusaha tersebut kemudian disimpan di Villa mewah milik Zulkifli Nurdin, di daerah Sabak, Tanjab Timur. Pengacara Zumi Zola, M Farizi mengakui bahwa uang yang disita oleh penyidik KPK tersebut merupakan milik Zumi Zola yang diperoleh dari ayahnya Zulkifli Nurdin sebelum menjabat sebagai Gubernur Jambi.
“Itu merupakan milik bapak Zumi Zola sebelum menjabat gubernur, termasuk sisa uang kuliahnya di UK (Inggris). Bahkan ada juga uang sisa pemberian ayahnya sebagai modal untuk kampanye gubernur 2015 lalu,”katanya belum lama ini.
Kemudian KPK menelusuri lebih dalam sejumlah pengusaha yang terlibat memberi suap kepada Zumi Zola, baik melalui orang dekatnya ataupun melalui Zulkifli Nurdin. Para pengusaha ini tidak hanya ditelusuri jumlah uang yang diberikan untuk mendapatkan proyek, tapi lebih jauh dari itu, mereka juga diperiksa terkait sumbangan dan peran mereka saat Pilkada.
“Sejumlah saksi kunci diperiksa KPK terkait hubungan mereka dengan Zola, sejak kapan kenal dan dari mana. Termasuk juga para pengusaha di cek peranan mereka saat pilkada, mengenai sumbangan-sumbangan yang diberikan, tidak hanya sebatas proyek semata,“ujarnya.
Endria Putra, misalnya, selain merupakan seorang kontraktor yang banyak mengerjakan proyek di zaman Zumi Zola, juga merupakan salah satu Ketua Tim Pemenangan Zumi Zola saat Pilgub Jambi 2015. Endria adalah Ketua sekaligus inisiator pembentukan Barisan Pemuda Pendukung Zumi Zola (BPP-ZZ) saat Pilgub 2015. Tidak hanya mendirikan BPP ZZ, Endria bahkan mengeluarkan tidak sedikit uang untuk operasional BPP ZZ.
“Bagi pengusaha tentu tidak ada makan siang gratis. Sumbangan-sumbangan di Pilkada tersebut jelas berharap pengembalian dalam bentuk proyek jika terpilih,”ujarnya.
Endria bahkan sudah beberapa kali diperiksa sebagai saksi Zumi Zola oleh KPK, baik di Jakarta maupun di gedung Polda Jambi.
Mantan Timses Zumi Zola R mengaku ada komitmen sebelumnya bahwa pengusaha yang akan diberi proyek adalah mereka yang sejak awal ikut berjuang. Bukan mereka yang hadir dan dikemudian hari pasca kemenangan.
“Memang ada kesepakatan seperti itu dulunya,”ujarnya.
Sumbangan Pilkada ini juga terkait dengan Politik dinasti, yang mana hal ini menjadi konsen KPK. Sebab, KPK menilai Politik Dinasti selalu bermuara pada KKN sehingga harus diberantas. KPK pun menilai ada risiko-risiko jika memilih pemimpin yang berasal dari dinasti politik.
Seperti diketahui, ayah Zumi Zola, Zulkifli Nurdin merupakan Gubernur Jambi periode 1999-2004 dan 2005-2010. Adik Zumi Zola, Zumi Laza juga terpilih sebagai Ketua DPD PAN Kota Jambi secara aklamasi, Rabu 24 Februari 2016.
“Ada beberapa kasus korupsi terkait yang pelakunya kalau kita lihat secara sosiologis itu ada fenomena dinasti politik di sana. Namun, kami menilai ada risiko-risiko yang patut diperhatikan terkait dengan hal itu,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, belum lama ini.
Febri mengatakan, KPK telah melakukan sejumlah upaya pencegahan korupsi kepada setiap kepala daerah. Menurut dia, ada lima program pencegahan korupsi.
“Sekitar 5 paket pencegahan yang kita lakukan di sejumlah daerah melalui koordinasi dan supervisi pengadaan barang dan jasa, ada e-budgeting, e-planning, peningkatan penghasilan pegawai negeri dan juga perbaikan-perbaikan,” jelas Febri.
Kronologis kasus gratifikasi dan OTT KPK, secara eksplisit memperlihatkan bahwa sedikitnya ada beberapa aktor utama yang terlibat, yaitu : Gubernur, Pimpinan DPRD dan Asiang. Aliansi Bisnis dan Politik antara aktor ini, dapat terbangun atau bahkan terkesan cukup solid karena adanya persinggungan kepentingan individu di antara mereka. Dari sisi Gubernur, seperti diungkap KPK bahwa ada kontribusi dana Rp 6 M yang diserahkan oleh Asiang.
Asiang merupakan pengusaha besar mitra bisnis Zulkifli Nurdin, ayah kandung Zumi Zola sejak lama. Ditemukannya uang gratifikasi Rp 6 M di Vila mewah Zulkifli Nurdin mengindikasikan jika uang tersebut mungkin saja diserahkan langsung oleh Asiang tidak melalui Zola melainkan kepada keluarganya yang lain. Karena sejak awal, Zumi Zola ataupun tangan kanannya tidak kenal dekat dengan Asiang.
Maka cukup jelas tergambar bahwa gratifikasi dalam kasus OTT Suap APBD 2018 Provinsi Jambi merupakan salah satu bentuk kompensasi bisnis yang diberikan oleh Zumi Zola kepada Asiang yang telah berperan sebagai donatur dalam proses pilkada. Inilah, penjelasan utama mengapa Gubernur dengan dukungan pimpinan DPRD berkeinginan keras untuk mengesahkan APBD 2018, walaupun dihadapkan dengan protes dari kalangan dewan sehingga memunculkan rencana penyuapan tersebut.
Protes itu sendiri muncul karena di dalam APBD itu ada dana proyek yang diproyeksikan untuk Asiang. Dan, dalam rencana itu juga termasuk pula ada proyek lain yang sudah disiapkan untuk pengusaha lainnya yang juga terlibat dalam Pilgub Jambi 2015.(*/wan)