JAMBI – Hasil Pemilihan Umum Raya (Pemira) dianulir Rektorat Universitas Jambi (Unja). Selain membatalkan hasil pemira, Rektor juga mengambil alih lembaga BEM. Langkah rektor tersebut kemudian mendapat perlawanan dari mahasiswa.
Untuk diketahui, dalam proses pelaksanaan pesta demokrasi tersebut telah terpilih pasangan yang diusung Partai Bintang Mahasiswa (PBM), yakni Ardy Irawan dan Haris Sai Anhar sebagai Presma dan Wapresma periode 2018/2019.
BACA JUGA: GAWAT! Anulir Hasil Pemira, Rektor Ambil Alih BEM Universitas Jambi

Pasangan tersebut terpilih setelah mengalahkan pasangan Imam Baidowi dan Hendri Diansyah yang diusung Partai Pembaharuan Mahasiswa (PPM). Usai ditetapkan sebagai pemenang oleh KPU mahasiswa per 1 Juni 2018 lalu, Ardy Irawan dan Haris Sai Anhar mulai mempersiapkan pelantikan dan akan segera bergerak melakukan konsolidasi.
Namun, belakangan hasil Pemira tersebut dibatalkan secara sepihak oleh Rektorat Unja. Kini, kekuasaan lembaga BEM diambil alih oleh pihak rektorat.
BACA JUGA: KPK Selidiki Suap Pemilihan Rektor PTN, Salah Satunya Unja
Kemarin, Jambi Link menurunkan tim untuk mendalami atas kepentingan apa rektorat menganulir pemira tersebut. Rupanya, keterlibatan rektorat mengintervensi hasil pemira dan kini membuat gaduh di Unja tersebut, dipicu masalah perseteruan antara BEM dan Rektorat terkait pemberlakuan biaya parkir di Unja.
Ribuan Mahasiswa sempat melakukan aksi demo di Kampus Unja, Mendalo, Kabupaten Muarojambi, Jambi menolak parkir berbayar, Senin 19 Februari 2018 lalu. Demo bahkan sempat berakhir ricuh. Kericuhan bermula dari salah seorang mahasiswa yang akan berorasi di atas podium dihalangi-halangi petugas pengaman kampus.
Tidak terima atas perlakuan satpam, sejumlah mahasiswa berontak dan nyaris terjadi baku hantam. Beruntung, kericuhan tidak melebar menjadi anarkis. Oleh pihak kampus, sejumlah petugas keamanan ditarik masuk ke dalam Gedung Rektorat Unja.
Ribuan mahasiswa Unja terpaksa menggelar aksi setelah pihak rektorat memberlakukan parkir berbayar. Mereka menolak parkir berbayar sangat memberatkan dan terkesan tidak adil, terutama terhadap para mahasiswa.
Sebenarnya, jauh sebelum adanya pemira, rektor berkeinginan memperpanjang masa jabatan pengurus BEM yang lama, yaitu Rahmat Fikriyanda sebagai Presiden Mahasiswa. Rahmat Fikriyanda adalah Presiden BEM yang berasal dari Partai Bintang Mahasiswa, satu partai dengan pasangan Presiden Mahasiswa yang terpilih.
Apalagi, kepengurusan BEM dibawah komando Rahmat Fikriyanda mendapat anggaran kegiatan senilai lebih dari 100 juta dari rektorat. Gaduh pecah saat muncul gerakan aksi mahasiswa yang menolak kebijakan penerapan pungutan parkir masuk kampus. Rahmat Fikriyanda selaku Presiden BEM dianggap rektor sebagai aktor penggerak aksi mahasiswa tersebut. Itu membuat Rektor marah besar.
Rektor lantas menahan dana kegiatan untuk BEM senilai lebih dari Rp 100 Juta tersebut. Kemudian, kini rektor melakukan intervensi atas hasil pemira lantaran Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa terpilih yakni Ardy Irawan dan Haris Sai Anhar adalah pasangan yang berasal atau diusung oleh Partai Bintang Mahasiswa, partai yang sama dengan Rahmat Fikriyanda.
“Jadi sebenarnya ini yang memicu rektor sudah tidak senang dengan pengurus BEM. Apalagi Ketua BEM yang terpilih saat ini adalah pasangan Presiden dari PBM, partai yang sama dengan pengurus BEM periode kemarin, yang dianggap inisiator demo parkir,”jelas Sidiq, Mantan Presiden BEM Unja.
Untuk diketahui, kebijakan Rektorat Unja yang memberlakukan parkir berbayar seperti di mal-mal, sempat menimbulkan keresahan di kalangan mahasiswa. Mahasiswa menilai kebijakan ini memberatkan di tengah himpitan biaya pendidikan yang semakin mahal.
Yang bikin makin berat, mereka terkadang harus berulang kali keluar masuk kampus. Artinya, mereka juga akan berulang kali membayar karcis parkir di pintu gerbang kampus.
Saat ini, kebijakan itu sudah berjalan. Untuk parkir motor dikenakan biaya Rp 1000 dan kendaraan roda empat Rp 2.000.
Rektor UNJA, Johni Najwan kepada mahasiswa saat itu menjelaskan jika diberlakukannya parkir berbayar tersebut justru untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada mahasiswa dan karyawan, terutama untuk mengantisipasi aksi Curanmor yang kerap terjadi di lingkungan kampus.
Johni menjelaskan jika kebijakan itu bukan diputuskan sepihak, namun berdasarkan keputusan rapat pimpinan yang dihadiri oleh semua Wakil Rektor dan semua Dekan di lingkungan Unja. Demikian juga dengan ketentuan tarif parkirnya.
Dia menyebut, jika tariff parkir disepakati untuk roda dua Rp 1.000 sedangkan untuk roda 4 hanya Rp 2.000. Semua fasilitas disiapkan oleh pihak parkir lebih kurang investasinya Rp 15 miliar. Selain itu, pihak parkir juga membayar kontribusi ke UNJA Rp 5 miliar dalam waktu 5 tahun, serta tahun ke-6 semua aset menjadi milik UNJA.
Dilanjutkannya, jika semua kendaraan juga diasuransikan oleh pengelola parkir. Artinya jika ada kendaraan yang hilang paling lama 7 hari kerja harus sudah diganti oleh pengelola parkir.
Penentuan terhadap pengelola parkir, ungkapnya, adalah hasil lelang terbuka secara nasional dan penentuan pemenangnya adalah berdasarkan yang paling besar memberikan kontribusi ke pada Unja.
Mantan Ketua BEM Unja Sidik menyayangkan langkah rektor yang terburu-buru mengambil alih BEM. Apalagi, Pemira sudah dilaksanakan dengan baik sesuai mekanisme dan aturan yang sah. Ia berharap rektor bijak untuk tidak membawa masalah demo mahasiswa terkait parkir dengan hasil pemilihan Ketua BEM saat ini.
“Jangan sampai kepentingan pribadi dibawa-bawa dalam urusan mahasiswa. Ini tidak elok,”tegasnya.
Sidiq mendesak rektor untuk segera mengambil sikap dan melantik pasangan Presidne terpilih agar tidak memunculkan kegaduhan di Unja.
“Kalau gaduh seperti ini, juga tak baik bagi nama baik kampus. Seharusnya rektorat bijaklah. Mengambil alih BEM bukan sebuah solusi,”tegasnya.
Rektorat Unja menganulir hasil Pemira berdasarkan Rapat Pimpinan (Rapim) Bidang Kemahasiswaan dan tim Adhoc. Didalam berita acara ada yang terlihat janggal. Tidak ada pencantuman nomor surat dan tidak dijelaskan fungsi dan peran tim Adhoc. Bahkan, siapa-siapa anggota dari tim Adhoc serta perannya tidak jelas.
Ada Lima poin hasil berita acara rapat pimpinan bidang kemahasiswaan tersebut.
Pertama, bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) mahasiswa Unja tidak mampu melaksanakan Pemira tingkat Universitas secara baik dan benar, sesuai dengan ketentuan UU Pemira Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Unja tahun 2014.
Kedua, bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) Unja hanya mampu melaksanakan Pemira 6 Fakultas dari 14 Fakultas yang ada dilingkungan Unja.
Ketiga, bagi Fakultas yang telah melaksanakan Pemira 2018, dan telah menentukan Gubernur dan Wakil Gubernur BEM Fakultas, serta Ketua dan Kepengurusan MAM Fakultas terpilih dengan hasil perhitungan suara tertinggi, yaitu: Fakultas FKIP, Pertanian, Peternakan, Ilmu Budaya, Ilmu Keolahragaan dan Fakultas Kehutanan. Pasangan calon terpilih dapat diusulkan Dekan melalui Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni ke Rektor, melalui Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni untuk ditetapkan secara definitif.
Keempat, untuk mengisi kekosongan Gubernur dan Wakil Gubernur BEM Fakultas, serta serta Ketua dan Kepengurusan MAM Fakultas lainnya. Akibat gagal Pemira. Mekanisme diserahkan kepada Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni masing-masing.
Kelima, untuk mengisi kekosongan Presiden Mahasiswa (Presma) dan Wakil Presiden Mahasiswa (Wapresma) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) serta Ketua dan Kepengurusan Majelis Aspirasi Mahasiswa (MAM), Rektor menetapkan Pelaksana Tugas (Plt) berdasarkan hasil musyawarah dengan Gubernur dan Wakil Gubernur BEM Fakultas, serta Ketua dan Kepengurusan MAM Fakultas terpilih Dan para Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni di lingkungan Unja. Sesuai ketentuan yang berlaku.
Agenda pembacaan surat hasil keputusan rapat pimpinan bidang kemahasiswaan dan Tim Adhoc Universitas Jambi pada hari Selasa, 5 Mei 2018 yang diadakan di Lantai II, Gedung Rektorat Universitas Jambi yang dihadiri oleh Presiden Mahasiswa 2017-2018, Ketua MAM 2017-2018, Wakil Ketua KPUM, Anggota CO PPUM, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Kepala Sub Bagian Kemahasiswaan, serta seluruh Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan di Lingkungan Universitas Jambi.
Wakil Ketua KPUM Nopri Yanto mengaku bahwa agenda tersebut tidak ada rapat melainkan hanya mendengarkan hasil keputusan yang telah dilaksanakan oleh tim Adhoc 23 Mei 2018 yang berisikan 5 point keputusan tersebut. Rektorat melakukan intervensi secara sepihak tanpa ada rembug terlebih dahulu.
Atas dasar penetapan tersebut, Azizan Hakim Tampal anggota CO PPUM-KPUM 2018 Universitas Jambi mengatakan bahwa hasil keputusan tersebut bukan keputusan dari Tim Adhoc melainkan hasil keputusan Rapat Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Kepala Sub Bagian Kemahasiswaan, serta Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan di Lingkungan Universitas Jambi.
“Ini jelas bukan keputusan Rapat Adhoc, karena dalam Undang-undang Pemira tahun 2014 Rapat Tim Adhoc itu terdiri dari KPU KBM UNJA, Wakil Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Ketua MAM, Presiden, dan Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni disetiap fakultas di lingkungan kampus. Ditambah Tim penggugat agar dapat menemui keputusan yang berimbang,” jelasnya saat ditemui setelah agenda tersebut.
Pada waktu yang sama Nopri Yanto Wakil Ketua KPUM mengatakan bahwa rapat Adhoc ini sudah sejak lama dinanti kepastiannya. Pertemuan ini penting untuk menjawab semua tuduhan yang mereka sangkakan terhadap KPUM maupun jalanya Pemira 2018 di Universitas Jambi.
“Sejak Capres dan Wapres yang diusung oleh pihak penggugat yang dinyatakan tidak lulus sebagai peserta pemira 2018, mereka terus melakukan tuduhan yang tidak mendasar terhadap kami (KPUM), oleh sebab itu kami sudah lama menunggu dan meminta Bapak WR3 untuk segera melakukan rapat Adhoc. Agar kami bisa memberikan klarifikasi dan jawaban terhadap tuduhan yang mereka gembor-gemborkan selama ini. Namun sayang, ruang tersebut tidak pernah diberikan terhadap kami,” tuturnya.
Mereka sangat menghargai keputusan yang diberikan oleh Tim rapat Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni yang dibacakan oleh Bapak Zarkasi selaku Ketua Tim Adhoc yang ditunjuk. Meskipun demikian, KPUM, Ketua MAM, dan Presiden mengatakan mereka akan tetap menolak hasil keputusan tersebut secara lisan maupun tertulis.
“Iya, tadi kami mengatakan secara tegas menolak semua keputusan panitia Adhoc, dan KPUM juga memberikan pernyataan melalui tulisan Pernyataan Sikap KPU yang dibagikan dalam agenda tersebut,” jelas Rahmat Fikrianda selaku Presiden Mahasiswa 2017-2018.
Ketua KPU kembali menegaskan, sikap yang diambil rektorat tidak mencerminkan rasa keadilan dan mencederai rasa demokrasi kampus.
Langkah Rektorat mengintervensi hasil dan mengambil alih BEM adalah bukan sikap layaknya seorang Akademisi dan Kaum Intelektual. Rektorat harusnya bersikap bijak dan Cross-check informasi secara menyeluruh, sebelum membuat keputusan.
“Keputusan tim Adhoc pun adalah sebuah kekeliruan, dan secara tegas kami menolak semua keputusan tim Adhoc,”ujarnya lewat rilis yang diterima Jambi Link.
KPU KBM Unja merupakan lembaga yang berwenang menyelenggarakan Pemira dan sudah melaksanakan tugasnya dengan baik.
“Sudah sesuai dengan mekanisme dan teknis yang telah ditetapkan. Sampai mengeluarkan keputusan yang yang sah dan final,”jelasnya.
Sikap rektorat yang menunjuk Plt merupakan langkah terburuk dalam sejarah demokrasi di kampus. Menciderai kebebasan kampus.
“Kita tidak mau kampus kembali seperti zaman dulu, diintervensi oleh kekuasaan. BEM merupakan miniatur negara. Seharusnya Rektorat mendukung penuh. Jika ada yang dirasa kurang. Harus dibenahi dengan cara yang baik. Bukan malah melakukan tindakan yang memicu masalah dan menciderai demokrasi. Kita akan terus lawan ini,” tegasnya.
Sementara, pihak rektorat Unja belum bisa dikonfirmasi. Rektor Unja Joni Najwan tidak merespon saat dikonfirmasi. Didatangi dirumah dinasnya kawasan Telanaipura, penjaga menyebutkan rektor sedang istirahat. Jambi Link mencoba mengkonfirmasi lewat pesan singkat yang dikirimkan, tapi belum direspon. Ditelpon aktif tapi tidak diangkat. (akn/wan)