Di bawah langit Jum’at sore yang berawan, atmosfer di Desa Teluk Langkap, Kecamatan Sumay, terasa berbeda. Warga berkumpul di sebuah lapangan terbuka, ada kegelisahan namun juga ada asa. Pada hari itu, resmi diumumkan bahwa Tanah Kas Desa (TKD) memutuskan untuk mencabut kemitraan dengan PT Tebo Plasma Inti Lestari (TPIL).
Memori mengenai keputusan kemitraan yang dijalin pada Juli 2022 masih segar di benak warga. “Itu nanti dibicarakan di desa, kita kan tahunya itu TKD setahun belakangan ini,” ujar Irham, Manager Kebun PT TPIL, seolah memberikan kode bahwa pintu dialog masih terbuka.
Sebuah keputusan yang diambil berdasarkan rapat Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di masa jabatan kepala desa yang sementara, kini harus dihadapi oleh Sukandi, Kepala Desa (Kades) Teluk Langkap saat ini.

“Ini sesuai dengan keinginan masyarakat, sebelum banyak pertanyaan soal penyerahan lahan secara sepihak,” kata Sukandi, seraya menyampaikan bahwa langkah selanjutnya adalah membahas pengelolaan TKD untuk kesejahteraan masyarakat. TKD adalah titipan dari pemerintah pusat sebagai sumber pendapatan desa.
Ketegangan di udara mereda sejenak ketika Sukandi mengumumkan, “Kita lihat dulu seperti apa, bagaimana pendapat masyarakat, tokoh masyarakat, BPD, perangkat desa, jika memungkinkan kita kerjasama lagi.”
Dari laporan resmi, luas lahan TKD Teluk Langkap tercatat sekitar 6 hektare dengan sertifikat yang jelas. Kemitraan yang dijalin sejak Juli 2022 itu menghasilkan pendapatan Rp 9 juta lebih untuk desa. Namun, angka ini sepertinya tak sebanding dengan harapan dan kebutuhan warga.
Jadi, apa sebenarnya yang terjadi di balik keputusan ini? Apakah ini merupakan refleksi dari kegagalan sistem kemitraan atau sebuah keberanian dari warga dan pemerintah desa untuk menuntut lebih? Atau, ini hanyalah babak baru dari sebuah drama yang lebih kompleks mengenai penguasaan lahan dan perekonomian di area pedesaan?
Semua pertanyaan ini menunggu jawaban. Untuk saat ini, keputusan untuk ‘kembali ke pangkuan masyarakat’ dianggap sebagai langkah awal yang menjanjikan untuk mengeksplorasi model-model pemberdayaan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.(*)