JAKARTA-KPK kembali melakukan OTT. Kali ini, lembaga antirasuah itu menangkap Bupati Purbalingga, Jawa Tengah, Tasdi. Satu mobil di kompleks kantor bupati disegel.
Mobil Avanza bernomor polisi R 64 C disegel dengan garis KPK, Senin (4/6/2018). Mobil ini terparkir di area yang juga satu kompleks dengan rumah dinas. Saat ini, personel Satpol PP berjaga di sekitar kantor bupati.
Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, tim KPK mengamankan 4 orang. Selain Bupati Purbalingga Tasdi ikut diamankan pejabat daerah dan pihak swasta. Belum ada keterangan mengenai dugaan suap terkait OTT.

“Ada tim yang ditugaskan di Purbalingga, sekitar 4 orang diamankan di sana dan sejumah uang. Ada kepala daerah pejabat daerah dan swasta (diamankan),” kata Febri terpisah.
Penangkapan terhadap Bupati Purbalingga, Tasdi, dilakukan menjelang buka puasa. Febri merinci, empat orang ditangkap di Purbalingga adalah kepala daerah dan penjabat daerah setempat.
Sedangkan dua orang lainnya, kata Febri, ditangkap di Jakarta, yakni pihak swasta.
Dalam penangkapan itu, juga diamankan sejumlah uang sebagai barang bukti. Namun, Febri enggan membeberkan jelas apa kasus yang menjerat Tasdi itu dan berapa jumlah uang yang ikut diamankan.
“Proyek pembangunan. Indikasinya penerimaan uang bagian dari commitment fee (proyek) yang sudah dibicarakan sebelumnya,” sambung Febri.
Sampai saat ini, keenam orang yang terjaring dalam OTT tersebut masih menjalani pemeriksaan.
“Kita lakukan dulu pemeriksaan intensif, baru kita simpulkan status hukum masing-masing yang diamankan,” tutupnya.
Data yang berhasil diolah Jambi Link dari berbagai sumber, Tasdi menjabat bupati sejak 2015 lalu dalam Pilkada Serentak. Sebelum menjadi orang nomor satu di daerah berjuluk Kota Perwira, Tasdi menjabat wakil bupati pada 16 Mei 2014. Tasdi juga pernah menjabat sebagai anggota DPRD Purbalingga selama lima tahun sejak 1999 hingga 2004. Kariernya terus moncer hingga menduduki kursi Ketua DPRD Purbalingga.
Berbekal jabatan ketua DPRD, Tasdi yang juga menjabat Ketua DPC PDIP Purbalingga itu mencalonkan diri dalam Pilkada Serentak 2015. Berpasangan dengan Dyah Hayuning Pratiwi (Tiwi ) yang merupakan anak dari mantan Bupati Purbalingga Triyono Budi Sasongko, Tasdi akhirnya terpilih menjadi Bupati Purbalingga.
Tasdi lahir di Purbalingga ‘atas’ alias Purbalingga utara yang merupakan pegunungan di timur lereng gunung Slamet. Makanya ia mengaku sendiri sebagai ‘anak gunung’. Ia lahir di Karangreja Purbalingga 11 April 1968. Karangreja, kecamatan yang berbatasan dengan Kabupaten Pemalang, harus ditempuh dari Purbalingga kuranglebih satu jam, melewati Bobotsari. Kalau malam Karangreja sering berkabut.
Tasdi mulai mengenal dunia politik pada tahun 1987. Sebagai Komdes Tlahab Lor, ia memilih Partai Demokrasi Indonesia (PDI) karena cocok dengan ideology PDI yang ingin memperjuangkan wong cilik. Megawati saat itu sudah dilambangkan sebagai simbol yang memperjuangkan wong cilik. Pada Pemilu 1992, Tasdi tidak begitu aktif dalam partai karena ia berkonsentrai pada usaha.
Tasdi aktif di PDI kembali mulai tahun 1996 yang saat itu Megawati terpilih sebagai ketua umum. Pada tahun yang sama, Tasdi menjadi ketua Pengurus Anak cabang (PAC) PDIP Karangreja. Dan tanpa diduga sama sekali, ia terpilih sebagai anggota DPRD periode 1999 – 2004 dari PDI Perjuangan bersama 17 orang lainnya. Pada Pemilu pasca reformasi 1998 itu PDIP memang merajai perolehan suara.
Selama satu periode menjadi anggota DPRD periode 1999 – 2004, nama Tasdi tidak begitu menonjol. Di lembaga wakil rakyat itu, anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Suhardi dan Rusyati itu ditempatkan di Komisi E. Komisi yang disebut-sebut ‘tidak bergengsi’ karena hanya mengurusi bidang kesra. Kemajuan yang diraihnya, yakni rotasi ke Komisi D (bidang pembangunan) pada pertengahan periode. Satu periode DPRD itu dilewati Tasdi tanpa prestasi yang signifikan.
Pada Pemilu 4 April 2004, Tasdi terpilih kembali menjadi anggota DPRD Purbalingga periode 2004 – 2009. Di partainya, Tasdi merupakan satu-satunya caleg terpilih yang berhasil mengumpulkan suara terbanyak dengan perolehan suara 5.221. Ia mengaku semakin mantap menapakan kaki untuk membawa aspirasi masyarakat dari wilayah Dapil V (Karangreja, Karangjambu, Bobotsari dan Mrebet).
Sejak itulah, nama Tasdi semakin berkibar. Ia terpilih sebagai Ketua DPRD periode 2004 – 2009 dan pada Pemilu 2009 kembali mendapat kepercayaan rakyat dan menghantarnya menjadi ketua DPRD periode 2009-2014. Tasdi juga menduduki jabatan ketua DPC PDI Perjuangan Purbalingga periode 2005-2010 dan periode 2010-2015.
Pada Pemilu 9 April 2014, Tasdi juga terpilih kembali sebagai wakil rakyat periode 2014 – 2019 dengan perolehan suara 6.527 di Dapil Purbalingga V.
Meski sudah ditetapkan oleh KPU sebagai caleg terpilih, Tasdi harus meninggalkan kursi itu, karena diangkat menjadi Wakil Bupati Purbalingga mendampingi Sukento. Ia menjadi wakil bupati, setelah Sukento yang semula wakil bupati secara aturan harus menjadi bupati karena Heru Sujatmiko, Bupati Purbalingga ketika itu terpilih sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah mendampingi Ganjar Pranowo.
Tasdi menjadi Bupati Purbalingga berpasangan dengan Dyah Hayuning Pratiwi alias Tiwi, anak dari mantan Bupati Purbalingga Triyono Budi Sasongko (TBS). Kemenangan Tasdi-Tiwi jangan dianggap sepele. Kemenangan keduanya menandai hadirnya politik dinasti di wilayah Banyumas. Maksudnya Dinasti Triyono Budi Sasongko (TBS).
Seperti diketahui Tiwi, wakil Bupati Tasdi, adalah anak sulung dari TBS. Karena lahir di Ibu Kota, tentu saja Tiwi tidak mengenal Kota Perwira seperti halnya Tasdi. Tiwi lebih mengenal Jakarta dibanding Purbalingga dan daerah ngapak lainnya. Hanya saja (mungkin) orangtuanya sudah bersabda bahwa Purbalingga merupakan daerah yang sudah dijanjikan untuk diri dan keturunan Tiwi.
Dengan modal itu Tiwi bisa meyakinkan warga bahwa pemimpin daerah tak perlu harus pribadi yang lahir dan tumbuh di Purbalingga (wonge dewek). Bahkan ada informasi yang menyebut- Tiwi ini belum memiliki KTP Purbalingga, sehingga pada 9 Desember lalu dia tidak mencoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Tiwi memang benar-benar perempuan yang dijanjikan Tuhan untuk rakyat Braling.
Tak hanya warga Purbalingga. Ratusan kader, bahkan ribuan kader PDIP yang sudah puluhan tahun berproses di partai pun bisa ia pahamkan. Tiwi bisa dengan mudah menjelaskan bahwa Trah Raja lebih penting dibanding alasan-alasan klasik pengabdian kepada partai. Latar belakangnya sebagai anak dari Bupati Purbalingga dua periode dari PDIP sudah cukup sebagai pangabsah bahwa ia pantas menjadi pemimpin Purbalingga.
Bagaimana remuk redamnya perasaan kader-kader militan PDIP yang ingin mendampingi Tasdi sebagai wakil bupati. Mereka harus bersedia minggir untuk mempersilakan Putri Raja naik ke singgasana tanpa bekal pengalaman dan pengabdian di partai.
Sebelum Tiwi di Purbalingga, Dyah Handayani Nastiti (adik Tiwi) secara mengejutkan lebih dulu mengejutkan Kabupaten Banyumas. Pada Pemilu Legislatif 2014 lalu anak TBS ini meraup 10.647 suara di Kecamatan Baturraden, Sumbang, Kembaran, dan Sokaraja.
Mengingat waktu itu dia hanyalah mahasiswi 22 tahun yang awam dunia politik, hasil ini sangat menggemparkan. Bemodal nama besar Trah TBS dia bisa menyihir warga di Dapil 3 Banyumas. Kini Nastiti sudah duduk manis di kursi DPRD Banyumas. Dia bisa seruangan dengan puluhan politisi lokal berpengalaman.
Sukses mendudukkan anaknya di DPRD Banyumas tidak lantas membuat TBS puas. TBS berusaha sekuat tenaga manghadirkan anak lainnya di Pilkada Purbalingga. Sebagai politisi dan pejabat berpengalaman tentu saja semua bisa diolah. Melalui serangkaian lobi-lobi politik kelas atas akhirnya dia bisa mendudukkan Tiwi bersanding dengan Tasdi.
TBS sepertinya sadar betul bahwa Tiwi masih belum pantas untuk ditempatkan sebagai calon bupati. Jadi wakil bupati dulu tidak apa-apa, siapa tahu di pilkada selanjutnya bisa naik kelas. Semua orang yang ingin bertarung di Pilkada Banyumas 2018 sudah sadar dengan fenomena menguatnya dinasti TBS ini. Bagaimanapun juga hadirnya dua Putri Raja ini bisa menjadi ancaman sekaligus harapan.
Satu sisi bisa menyulitkan mereka (khususnya kader PDIP) untuk bisa menggondol surat rekomendasi dari Megawati. Sedangkan bagi partai di luar PDIP, yang tidak punya kader berkualitas sekaligus berduit, bisa berlomba-lomba untuk menjagokan dinasti TBS ini.
Dinasti TBS juga punya satu jagoan lain yang berpengaruh. Ia adalah Wahyu Budi Saptono, Sekda Banyumas yang tidak lain adik kandung TBS itu sendiri. Orang paling berkuasa di lingkungan PNS Banyumas ini di bawah bupati dan wakil bupati merupakan kandidat sesungguhnya.
Ada saatnya Paman si Tiwi dan Nastiti ini muncul dan dimunculkan. Internal PDIP dan Bupati Achmad Husein-yang notabene kader PDIP-juga sudah bersiap-siap mengantisipasi takdir pahit ini. Sehingga lobi-lobi pilitik kelas tinggi tidak boleh sampai terlambat. Jika terlambat sama artinya membiarkan TBS sesuka hati meyakinkan Megawati agar bersedia menunjuk Pak Sekda di Pilkada Banyumas.
Kalau nantinya Pak Sekda benar-benar memperoleh mandat dari PDIP untuk menggantikan Husein, sejarah baru Banyumas akan benar-benar lahir. Sejarah itu berupa mengguritanya dinasti TBS di wilayah ini.
Apa yang dilakukan TBS tentu saja tidak melanggar hukum. Semua sah-sah saja atas nama demokrasi. Lagipula di berbagai daerah praktik seperti ini sudah lama berjalan.
Dinasti politik TBS tersebut, kini perlahan mulai terwujud, pasca ditangkpanya Tasdi oleh KPK RI. Sebab, secara aturan, setelah Tasdi di nonaktifkan sebagai bupati Purbalingga, maka otomatis Tiwi langsung naik menjadi Bupati.
Bagi warga Purbalingga sudah paham betul cerita Raden Joko Kaiman yang dikenal sebagai Bupati Mrapat. Konon setelah dinobatkan sebagai bupati pertama Banyumas. Beliau kemudian membagi wilayah kekuasaan Wirasaba menjadi Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Banjarnegara.
Jadi, para bupati atau adipati dulunya memang satu keluarga. Mereka yang jadi penguasa kabupaten adalah masih satu keturunan Trah Raja atau biasa disebut berdarah biru. Artinya selain darah biru harus minggir, jangan pernah bercita-cita untuk menjadi bupati. Kecuali mau nekat bikin Trah Raja sendiri-seperti halnya Tasdi di Purbalingga, yang kini malah berurusan dengan KPK.(akn)