Jakarta – Gubernur Jambi nonaktif Zumi Zola mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC). Zumi terjerat kasus gratifikasi sejumlah proyek di Pemprov Jambi.
“Jadi saya dapat informasi dari penyidik, ZZ (Zumi Zola) mengajukan diri sebagai justice collaborator melalui kuasa hukumnya,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (28/5/2018).
BACA JUGA: Zola Ajukan JC, KPK Tetap Jadwalkan Pemanggilan Zulkifli Nurdin

Febri menyatakan KPK akan melihat keseriusan Zumi. Salah satunya soal kesediaan tersangka kasus gratifikasi itu mengakui perbuatannya.
“Tentu saja kita akan melihat terlebih dahulu apakah pengajuan tersebut serius atau tidak. Karena, kalau pengajuan sebagai JC serius, tentu dimulai dari pengakuan perbuatannya, bersikap kooperatif, dan membuka peran pihak lain secara signifikan,” ucap Febri.
BACA JUGA: Zumi Zola Ajukan JC ke KPK, Pengamat : Bisa jadi Ada Kepala Daerah lain yang Terseret
Ia juga menyatakan saat ini penyidik masih berfokus pada konstruksi perkara Zumi. Febri mengatakan akan lebih baik jika Zumi membuka akses dan memberikan bukti atas keterangan yang disampaikannya sebagai JC.
“Yang pasti, penyidik masih berfokus pada konstruksi perkaranya. Ketika tersangka mengajukan permohonan JC, pertama itu merupakan hak dari tersangka, tapi kemudian tentu ada konsekuensinya,” tutur Febri.
BACA JUGA: Resmi Ajukan JC, Siapa Nama Besar yang Akan Diungkap Zumi Zola?
Dalam kasus ini, KPK menyebut Zumi diduga menerima gratifikasi bersama-sama dengan Plt Kadis PUPR Provinsi Jambi nonaktif Arfan. Arfan ditangkap bersama-sama Plt Sekda Provinsi Jambi nonaktif Erwan Malik, Asisten Daerah III Provinsi Jambi nonaktif Saifudin, serta seorang anggota DPRD Supriono, terkait dugaan adanya ‘duit ketok’ yang digunakan untuk memuluskan pengesahan APBD 2018.
Duit yang diduga berasal dari rekanan Pemprov Jambi ini dimaksudkan agar anggota DPRD Provinsi Jambi menghadiri rapat pengesahan APBD Jambi 2018. Total ada Rp 4,7 miliar yang diamankan KPK dari jumlah yang seharusnya Rp 6 miliar.(akn)