Pesannya singkat, tapi padat. Menghujam ke dalam sanubari. Korupsi itu muncul karena kesempatan, ketamakan dan hilangnya integritas. Amanat Dr Jafar Ahmad, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jambi di pencanangan zona integritas Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi.
***
Kepala BPS tiap-tiap kabupaten/kota se Provinsi Jambi itu hadir di sana. Semburan hawa dingin dari AC aula lantai II gedung BPS Jambi itu langsung menyejukkan seisi ruangan dari sengatan panas mentari yang membakar-bakar di luaran sana.
Mereka berdiri berjejer, membentuk shaff seperti orang dalam sholat, dengan jarak masing-masing satu meter. Bedanya, laki dan perempuan bercampur baur.
Sementara, agak menempel ke dinding sebelah kiri berderet tetamu penting, antara lain Sudirman Sekda Provinsi Jambi. Di sebelahnya ada Dr Jafar Ahmad, Kepala Ombudsman Perwakilan Jambi.
Di sebelahnya lagi ada Kajati Jambi, mewakili Kapolda, Kepala BPKP, dan Kanwil Kemenkum HAM Provinsi Jambi.
Hari itu, Kamis 11 Juni 2020, BPS Jambi menggelar pencanangan pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas korupsi. Acara dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia raya. Lalu dilanjutkan sambutan-sambutan.
Mengawali pidato singkatnya, Wahyudin, Kepala BPS Provinsi Jambi itu langsung merasani para anak buahnya. Ia bilang begini.
“Penandatanganan zona integritas itu, hendaknya jangan cuma berhenti di acara seremoni saja,”ujarnya dengan nada lugas.
Tapi, kata dia, semestinya mewujud dalam kerja nyata sehari-hari. “Sehingga BPS terbebas dari segala praktik korupsi. Senantiasa menyajikan pelayanan yang baik bagi publik,”ujarnya.
Giliran Dr Jafar Ahmad yang bicara.
Seisi ruangan sempat tertawa rendah ketika Dr Jafar Ahmad mengawali sambutannya dengan sebuah guyonan tentang BPS.
“Selama saya di Ombudsman. Saya cek data, belum pernah ada pengaduan terhadap BPS. Ini hanya ada dua kemungkinan, bisa karena BPS sudah sangat baik atau ada ketakutan orang mengadu tentang BPS,”selorohnya.
Gelak tawa pun pecah.
Beberapa jenak seisi ruangan kembali sunyi, sebelum Dr Jafar Ahmad melanjutkan lagi pidatonya tanpa teks.
Mengenakan batik bercorak ungu lengkap dengan masker dan sarung tangan, Dr Jafar–begitu ia akrab disapa–, mengawali cerita singkat tentang perangai korupsi.
Ia memulai dengan sebuah cerita pengalaman hidupnya.
“Ketika saya bekerja di Lazuardi (sebuah sekolah elit di Jakarta) tahun 2003, saya merasakan betul bahwa seluruh level tak pernah sedikitpun terbersit untuk melakukan korupsi. Karena memang tak ada celah dan kesempatan. Seluruh kegiatan sudah terencana dengan baik. Kita hidup dengan penerimaan take home pay yang cukup. Kita bisa bekerja, menjalani hidup dengan biaya segitu…,”ujarnya.
Bahkan, sekali waktu Jafar hadir mengisi acara tertentu yang ada honornya. Saking menjaga integritas, honor itu mesti dipulangkan lagi ke sekolah. Tidak boleh dibawa pulang ke rumah. Walau begitu, mereka tetap bisa jalan, bisa bekerja dengan baik dan tentunya bisa hidup.
Beberapa tahun berselang, ia pun pulang ke Jambi dan menjadi komisioner KPU. Lain ladang lain belalang.
Di KPU, Jafar hidup dalam dunia yang berbeda. Hampir semua kegiatan dibayar, termasuk kalau dinas keluar kantor. Uang tersedia cukup banyak, dan pikiran kita didorong untuk selalu mengaharapkan biaya setiap pekerjaan yang dilakukan.
“Yang ingin saya garis bawahi di sini, baik dalam kondisi dana yang melimpah atau kecil sekalipun, kita sebetulnya tetap bisa bekerja dengan baik….,”katanya.
Korupsi, kata dia, muncul karena ada kesempatan. Pengalamannya di Lazuardi itu, tak sedikitpun peluang untuk bisa melakukan praktik korupsi. Ditambah pula gaji yang lumayan besar.
“Sehingga otak otomatis menuntun kita untuk tak akan berbuat menyimpang. Sebetulnya, kita, di lembaga negara ini, dananya sudah berlebih. Sudah sangat banyak. Tapi, kadang-kadang otak sudah terlanjur disetting untuk berbuat jahat, untuk ngakali..untuk korupsi,”ujarnya.
Menurut Jafar, negara sesungguhnya sudah terlalu banyak memberi. Berlimpah-limpah anggaran diturunkan untuk lembaga pemerintah. Pendapatan pejabatnya pun, gede-gede. Kini, giliran para abdi negara harus memberikan sesuatu untuk negaranya.
“Salah satunya menjaga integritas..,”katanya sembari mengakhiri sambutan.
Sementara Sudirman, Sekda Provinsi Jambi menekankan satu hal.
“Yang harus kita ingat adalah bahwa pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat. Kita harus mewujudkan komitmen dan keinginan yang kuat untuk mengembalikan martabat serta kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum. Melalui acara penandatanganan Zona Integritas ini, hendaknya menjadi penyemangat bagi aparatur di BPS untuk melaksanakan semua ketentuan dan aturan pemberantasan KKN, Reformasi Birokrasi dan pelayanan publik yang tentunya didukung dengan pengawasan yang konsisten dan objektif,” ujarnya.
Acara diakhiri dengan pembubuhan tanda tangan di atas sebuah kertas oleh para pejabat BPS dan juga para saksi dari Sekda, Ombudsman, Kajati, Kapolda, KemenkumHAM dan BPKP.(*)