Ari Juniarman, anggota Bawaslu Provinsi Jambi, menanggapi masalah mundurnya Iqbal Linus dari pencalegan. Dalam sebuah wawancara eksklusif, Ari menegaskan bahwa Bawaslu hanya memiliki peran tertentu dalam kejadian ini.
“Di dalam tahapan pengawasan, jika ada yang tidak sesuai dengan ketentuan, maka kami memberikan saran perbaikan kepada KPU,” kata Ari.
Berbicara dengan nada yang mencerminkan keahlian dan kecermatan, Ari menguraikan lebih jauh bahwa jika ditemukan adanya indikasi dokumen yang bermasalah, itu adalah urusan yang harus ditangani oleh KPU dan Kepolisian.

“Kalau diduga dalam verifikasi ada data yang tidak sesuai, maka berdasarkan pasal 520 UU Nomor 7, KPU diminta untuk berkoordinasi dengan pihak Kepolisian,” jelasnya.
Ari merasa perlu untuk menjelaskan bahwa Bawaslu tidak memiliki kekuatan hukum untuk menuntut atau menindaklanjuti secara langsung.
“Ancaman pidana dan denda akan diberlakukan jika dalam proses ini terbukti ada pelanggaran,” katanya.
“Tapi, kalau pada saat penetapan DCT saran perbaikan tidak dilakukan dan KPU tidak berkoordinasi dengan Kepolisian, barulah setelah itu tindakan akan diambil oleh Bawaslu bersama Gakumdu,”jelasnya.
Melalui penjelasannya, Ari ingin membuat publik memahami bahwa Bawaslu tidak bisa berlaku sebagai hakim dan eksekutor dalam kasus ini. Dengan diplomatis, ia menegaskan bahwa ada garis yang memisahkan peran serta tanggung jawab antar lembaga negara.
“Ranahnya adalah KPU dan Kepolisian,” ujar Ari, seolah menempatkan pion-pion di papan catur politik Jambi.
“Bawaslu ada untuk memastikan integritas proses, tetapi penegakan hukum adalah domain lain,”imbuhnya.
Bawaslu mungkin tak berada di tengah-tengah panggung drama politik ini. Tapi jelas memainkan peran penting. Bawaslu adalah penjaga integritas, lembaga yang memastikan bahwa aturan dihormati, dan bahwa proses berjalan sebagaimana mestinya, bahkan di tengah-tengah hiruk-pikuk dan kekacauan yang sering menyertai politik.
Sekarang, semua mata beralih ke KPU dan Kepolisian, lembaga-lembaga yang, menurut Ari, seharusnya menjadi pusat perhatian publik. Karena pada akhirnya, di sana lah kebenaran akan—dan harus—ditemukan.(*)