JAMBI-Perseteruan antara PT Wira Karya Sakti (WKS) perusahaan yang tergabung dalam grup Sinar Mas melawan petani yang tergabung dalam Serikar Mandiri Batanghari (SMB) terus membara. Terbaru, Pos pengamanan milik PT WKS yang berlokasi di Distrik VIII, Kabupaten Batanghari dibakar massa. Insiden ini terjadi Kamis (21/6/2018) sekitar pukul 14.45Wib. Informasinya, pembakaran pos pengaman milik PT WKS ini merupakan buntut dari perseteruan antara WKS dan SMB. Polisi masih menyelidiki masalah ini.
Humas PT WKS, Taufik, mengatakan pos yang di bakar tersebut berada di Distrik Delapan yakni Pos 801 oleh massa SMB.
“Barusan kejadiannya bang, pembakarannya di distrik delapan, Kabupaten Batanghari,” Kata Taufik seperti dikutip dari kabardaerah.com, Kamis (21/6/2018).

Taufik belum mengetahui penyebab utama sehingga massa nekat membakar pos pengamanan tersebut.
Namun, antara PT WKS dan SMB memang sudah terlibat perseteruan sejak lama. Informasi yang berhasil dirangkum, SMB pada Rabu 25 April 2018 lalu sempat menduduki lahan yang berada di Kecamatan Mersam Kabupaten Batanghari. Lahan itu, versi petani SMB adalah merupakan eks lahan perusahaan Indotani, bukan milik PT WKS.
Tapi, lokasi itu tumbuh pepohonan akasia yang ditanami oleh PT WKS. Versi WKS, lahan itu memang bukan milik mereka. Tapi, pohon akasia itu memang WKS yang menanam. Dasar hukum WKS menanam akasia dilokasi yang disengketa tersebut adalah karena mereka menjalin kemitraan dengan beberapa koperasi.
Humas PT WKS, Taufik mengatakan lokasi tersebut masuk dalam lahan yang dikelola oleh Koperasi Rimbo Karimah Permai (KRP).
” Setelah kita cek dan verifikasi, ternyata areal itu ada kepemilikan lain. Bukan milik PT WKS. Kenapa disitu ada tanaman Akasia, karena kita bermitra dengan pemilik lahan tersebut,” jelas Taufik belum lama ini.
Versi WKS, secara perizinan, areal itu adalah kawasan hutan. Secara perizinan diberikan oleh Kementerian Kehutanan adalah Hutan Tanaman Rakyat (HTR) yang tergabung dalam Lima Koperasi.
Dijelaskan Taufik, pihak WKS melakukan pengecekan menggunakan drone. Selanjutnya dilakukan pemetaan. Ternyata masuk dalam wilayah izin HTR Koperasi Rimbo Karimah Permai yang di Ketuai Muhammad Yusuf Gofar. Dari lokasi koperasi ke areal WKS total 3.100 ha.
Kalau terkait dengan kapasitas WKS disitu, sambung Taufik, karena itu tanaman WKS. Maka itu menjadi aset WKS dan Koperasi. Karena antara PT WKS dan lima koperasi sudah bermitra.
Untuk diketahui, Ratusan warga berasal dari dua kecamatan, yakni Maro Sebo Ulu (MSU) dan Mersam sempat melakukan aksi pendudukan dilahan tersebut Rabu (25/4/2018) lalu.
Salah seorang peserta aksi, Lepiana mengatakan, warga menuntut hak lahan kepada PT WKS untuk mereka bertani.
“Kami ingin hidup. Kami akan terus di sini hingga kami diberi lahan dari pihak perusahaan,” ujar Lepiana sembari menggendong anaknya yang masih berumur 1,5 tahun.
Muslim, yang merupakan ketua dari SMB sekaligus kordinator akai dalam orasinya menyampaikan pihaknya tidak akan bertindak anarkis jika tidak ada yang memancing tindakan terlebih dahulu.
Dalam aksi tersebut ada 10 poin yang dituntut massa. Diantara tuntutan massa tersebut, pertama, meminta kepada pihak pemerintah agar lahan yang pernah digarap warga sejak 1999 sampai tahun 2006 dan digusur oleh PT WKS pada tahun 2007 hingga 2009 dikembalikan ke petani.
Kedua, PT WKS harus mengganti kerugian petani senilai Rp. 5,8 miliar. Ketiga, meminta kepada Menteri Kehutanan agar mencabut izin PT WKS, karena menimbulkan masalah yang berkepanjangan.
Keempat, meminta kepada TNI, Polri tidak melarang, mengusir, menangkap mayarakat berdasarkan PP Nomor 88 Tahun 2017 Pasal 30 huruf B.p
Kelima, meminta kepada Menteri transmigrasi agar merealisasikan program TSM ( Trans Swakarsa Mandiri) di Batanghari. Tuntutan keenam, meminta kepada Menteri Kehutanan untuk menghentikan program HTR karena diduga mementingkan diri sendiri dan kekayaan pribadi.
Aksi pendudukan lahan yang dilakukan kelompok Serikat Mandiri Batanghari (SMB) di Distrik IV Desa Belati Jaya, Kecamatan Mersam Batanghari membuat PT WKS kalang kabut. Sebab, lahan yang dikuasai SMB tersebut sudah siap panen.
Konflik antara PT WKS dengan kelompok petani dan perusahaan lain di Jambi tidak pernah berhenti. Terbaru, Yusril Ihza Mahendra ditunjuk sebagai Kuasa Hukum PT Riki Mas Jaya (RMJ) dalam masalah sengketa tanah dengan PT WKS di kawasan Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar). Kasus ini sudah masuk dalam persidangan.
Versi Yusril, perseteruan bermula dari pencaplokan lahan seluas 5.000 hektare oleh PT WKS. Menurut Yusril WKS berdalil bahwa lahan itu sudah memiliki izin HTI dan juga tumpang tindih.
“Tapi apa yang dikatakan PT WKS itu tentang izin HTI itu tidak ada. Bisa dikatakan fiktif,” ujar Yusril.
Juga mengenai perjanjian, sambung Yusril, dalam suatu perjanjian itu harus ada objeknya. Jika perjanjian yang telah dibuat objeknya tidak ada maka batal demi hukum.
“Seperti perjanjian membeli motor. Jika motor yang dijanjikan tidak ada maka akan batal dan jual beli tidak ada,” jelas Yusril.
Yusril juga menjelaskan, kedatangan dia dan Maskur Anang, untuk mendengarkan jawaban dari tergugat yakni PT WKS dan beberapa nama lainnya seperti Gubernur Jambi, Bupati Muaro Jambi, Dinas Kehutanan dan Notaris Nova Herawati.
“Sebenarnya perkara ini sudah lama masuk. Minggu kemarin pembacaan gugatan dan hari ini adalah mendengarkan jawaban pada tergugat,” ujar Yusril.
Sebenarnya, sambung Yusril, dalam perkara ini pihaknya tidak menggugat secara langsung pihak-pihak yang terlibat dalam kasus sengketa lahan ini.
“Karena ada beberapa nama-nama itu menjadi statusnya adalah turut tergugat. Seperti notaris Eva Herawati. Jadi mereka sebenarnya bukan lawan kami,” pungkas Yusril.
Selain itu, pada tahun 2012 lalu, PT WKS pernah terlibat perseteruan dengan petani senyerang. Bahkan, ribuan petani Desa Senyarang, Kabupaten Tanjung Kabung Barat, Provinsi Jambi melakukan aksi demo pendudukan di lahan konflik selama lebih sebulan. Mereka menuntut agar PT WKS segera mengembalikan tanah ulayat mereka.
Aksi pendudukan di lahan sengketa yang dilakukan petani Senyerang, memang membutuhkan keberanian. Ini mengingat pihak perusahaan PT WKS di bawah panji Sinar Mas Group ini juga menurunkan ratusan pengawal termasuk oknum aparat.
Dalam catatan Persatuan Petani Jambi, dugaan perampasan tanah warga ini sudah berlangsung sejak tahun 2001 lalu. Ketika itu ketika Pemerintah Tanjung Jabung Barat mengeluarkan Perda No. 52 tahun 2001 yang disusul oleh terbitnya Adendum SK Menhut No. 64\/Kpts-II\/2001. Kebijakan ini secara sewenang-wenang mengalih-fungsikan 52.000 hektar kawasan kelola rakyat Senyerang dan desa-desa sekitarnya menjadi Kawasan Hutan Produksi, untuk selanjutnya diberikan kepada PT WKS.
Direktur Eksekutif Walhi Jambi, Arif Munandar menjelaskan, bahwa pihak perusahaan dalam masalah ini telah menguasai seluas 357.461 hektar lebih tanah Jambi. Wilayah itu tersebar di beberapa kabupaten yakni Tebo, Batanghari, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Timur, dan Tanjung Jabung Barat. Perusahaan ini masih menargetkan 432.677 hektar kawasan hutan Jambi untuk perluasan bisnis mereka.
Sebelumnya, PT WKS juga pernah berpolemik dengan Pemprov Jambi terkait dengan transfer uang senilai Rp 35 M. Uang itu ditransfer PT WKS ke kas Pemprov Jambi pada tahun 2012. Pemerintah Provinsi Jambi sempat berkonsultasi dengan Kementerian Keuangan terkait setoran ke kas daerah dari PT WKS tersebut. Uang itu terkait perluasan lahan WKS seluas 2.000 ha di Kabupaten Batanghari, yang berlangsung sejak 2005-2007.
Kejaksaan Tinggi Jambi sebelumnya telah memerintahkan kepada PT WKS untuk menyetorkan uang pengganti tegakan pohon diluar wilayah konsesi PT WKS yang dimanfaatkan oleh PT WKS sebesar Rp 35 miliar.
Kejati Jambi sendiri masih menyelidiki kasus dugaan penyerobotan lahan yang dilakukan oleh PT WKS di Kabupaten Batanghari, seluas 2.000 hektare di luar konsesi atau diluar izin Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) tersebut. Kejati Jambi telah memanggil beberapa orang terkait persoalan itu yakni Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi saat itu, Irmansyah Rachman dan beberapa staf lainnya untuk menjelaskan terkait konsensi yang dimiliki oleh PT WKS tersebut.
Dalam kasus ini, Kejati sudah pernah memeriksa sejumlah saksi pada Senin 13 Januari 2014 lalu. Tim penyelidik di Kejati Jambi memanggil lima orang saksi diantaranya Kepala Sub Bidang (Kasubid) di Dinas Kehutan Provinsi Budi Maryanto (bidang bina usaha dan produksi), Wahyu Widodo (bidang penataan kawasan hutan), Agus Riyanta (bidang perlindungan hutan).
Kemudian dua orang lainnya adalah Agus Rizal (bidang bina hutan dan konvervasi alam) dan Erizal (Balai Inventarisasi dan pemetaan hutan). Namun di antara lima orang ini, satu orang diantaranya dikabarkan tidak datang memenuhi panggilan.
Belakangan, kasus lahan PT WKS di Batanghari ini redup dengan sendirinya.
Kasus ini bermula dari laporan LSM Gemphal ke Kejati Jambi. Dalam laporan tersebut, LSM Gemphal melaporkan PT WKS memegang SK Menhut Nomor 346/Menhut-II/2004 untuk menguasai lahan seluas 293.812 hektare di Provinsi Jambi. Namun, ada indikasi PT WKS menguasai areal di luar izin tersebut, yang diduga berlangsung sejak 2005.
Para aktivis LSM mengaku memiliki bukti pengukuran dengan alat global positioning system(GPS). Mereka menduga kerugian negara akibat sekitar Rp 210 miliar dari penjualan kayu dan Rp 30 miliar dana reboisasi (DR). Angka itu belum termasuk dana provisi sumber daya hutan (PSDH).(akn)