Jambi, 13 September 2023 – Ketika Sekda Provinsi Jambi, Sudirman, berdiri di podium dengan mikrofon di tangan, ia bukan sekadar memaparkan data.
Ia mengekspresikan sebuah realitas pahit—kegantungan besar Provinsi Jambi pada sektor batubara. Terselip di antara kata-katanya adalah harapan dan kegelisahan.
“Lebih dari 54 ribu masyarakat bergantung hidupnya dari sektor ini,” ujarnya.

“Kita sangat bergantung sebetulnya dari sektor ini.”imbuhnya.
Ruangan di Kantor Pola Kantor Gubernur Jambi seolah menyesap setiap kata yang dilontarkan Sudirman. Hadir sebagai narasumber dalam acara ini adalah Direktur Anti Korupsi Badan Usaha KPK Aminuddin, Ketua Asosiasi Pengusaha Batubara (APBJ) Provinsi Jambi Fredi Haris, dan sebagai Moderator, Juru Bicara KPK, Ali Fikri.
Mereka semua berkumpul di sini untuk membahas satu isu penting: Urgensi Pencegahan Korupsi dan Perbaikan Tata Kelola Dunia Usaha Pertambangan Batubara di Provinsi Jambi.
Jika Sudirman menyoroti masalah sosial-ekonomi, Fredi Haris, Ketua APBJ, melengkapi peta masalah dengan gambaran logistik.
“Kuota Produksi batubara di Jambi ini 36 juta ton,” ungkapnya.
“Rata-rata sarana angkutan yang ada mobil truk kecil. Jika sudah kami hitung, membutuhkan 12.000 angkutan batubara per hari untuk menyelesaikan kuota produksi itu dalam setahun,”imbuhnya.
Fredi Haris membuka lembaran fakta lain.
“Luasan tambang batubara di Jambi adalah 10.332 hektare. Butuh sarana angkutan yang memadai. Solusinya adalah pembangunan jalur kereta api khusus batubara atau mengganti dengan truk yang lebih besar,”jelasnya.
Namun, Fredi menyimpan pertanyaan retoris di akhir penjelasannya.
“Bagaimana dengan sopir-sopir dan masyarakat yang ada? Mereka jangan kita tinggalkan, namun kondisi yang sekarang ini memang tidak ideal,” pungkasnya.
Semua mata kemudian beralih kepada Aminuddin, direktur Anti Korupsi KPK. Suasana menjadi lebih serius. Dengan nada yang tegas namun berwibawa, Aminuddin menyampaikan sesuatu.
“Tindakan pencegahan adalah kunci. Kita akan lakukan monitoring dan jika perlu, tindakan hukum. Provinsi ini memiliki potensi besar, tapi juga rentan terhadap korupsi,”tegasnya.
Ketika diskusi itu berakhir, yang tertinggal bukan hanya aroma kopi dan camilan yang disajikan. Tetap ada di udara adalah sebuah kesadaran mendalam tentang bagaimana sebuah provinsi dengan potensi ekonomi besar seperti Jambi harus berjuang mengatasi tantangan etika dan logistik.
Dan semua orang di ruangan itu, entah bagaimana, merasa menjadi bagian dari solusi dan masalah itu sendiri.(*)