Terkait Kasus Proyek Balai Jalan
Jakarta – Plt Ketua DPW PAN Provinsi Jambi, Bakri belum bisa leluasa bergerak. Pasalnya, nama Bakri sebagai anggota Komisi V bidang infrastruktur DPR RI Periode 2014-2019 tersebut, masih tersandera kasus proyek program aspirasi Komisi V DPR dalam APBN 2016 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
BACA JUGA: Nasib PAN 1 Pasca Zola

Meski statusnya masih sebatas saksi, namun KPK belum menghentikan kasus tersebut.
Itu ditegaskan Jubir KPK, Febridiansyah kepada Jambi Link, kemarin. Febridiansyah menegaskan kasus ini tidak pernah dihentikan oleh KPK. Sebaliknya, kata dia, KPK masih terus melakukan pengusutan dan pengembangan.
BACA JUGA: Ditinggal Zola, Bakri Ingin PAN Tanpa Masalah Lagi
Menurut Febri, KPK dalam mengusut sebuah kasus akan diselesaikan secara tuntas sampai keakarnya. Terkait dengan nama Bakri yang pernah disebut-sebut oleh Damayanti, Febri menegaskan proses tetap berlanjut. “Masih dalam proses penyidikan,”ujarnya.
Namun Febri mengatakan belum menerima informasi dari penyidik terkait apakah bakal ada tersangka baru dalam kasus tersebut.
Untuk diketahui, KPK belum menghentikan proses pengusutan penerimaan jatah proyek program aspirasi Komisi V DPR dalam APBN 2016 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Meskipun, sejumlah anggota DPR dan pengusaha sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sebagiannya sudah menjadi narapidana.
Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PAN A Bakri pernah diperiksa sebagai saksi oleh penyidik KPK, Selasa tanggal 9 Agustus 2016 lalu. Bakri diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap proyek jalan di Maluku.
“Diperiksa terkait dugaan korupsi penerimaan hadiah terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk tersangka AHM (Amran HI Mustary), Kepala Balai Jalan,” ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati.
Sementara, Bakri saat dikonfirmasi menolak untuk memberi komentar.
“Saya tidak mau komentar soal itu,”ujarnya.
Untuk diketahui, seusai melakukan kunjungan kerja ke Maluku pada Agustus 2015, sejumlah anggota Komisi V DPR mengusulkan proyek yang akan dikerjakan dengan dana aspirasi yang diberikan pemerintah pusat melalui Kementerian PUPERA. Namun, usulan proyek tersebut terhenti karena sejumlah anggota Komisi V DPR diduga menerima suap dari para pengusaha.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan beberapa tersangka. Beberapa di antaranya adalah anggota Komisi V DPR, yakni Damayanti Wisnu Putranti (PDI-P), Budi Supriyanto (Golkar), dan Andi Taufan Tiro (PAN). Selain itu, KPK juga menjerat Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary.
Berdasarkan keterangan Damayanti yang disampaikan melalui pengacaranya, Magda Wijaya, Alamuddin pernah mengajukan program aspirasi di Maluku. Namun, program aspirasi milik Alamuddin kemudian digantikan oleh Musa Zainuddin. Sementara, A Bakrie, disebut mengusulkan program aspirasi di Maluku, dengan total proyek senilai Rp 10 miliar.
Nama Bakri sebelumnya pernah disebut-sebut ikut menerima suap dalam proyek tersebut. Adalah Damayanti yang menyebutkan bila Bakri turut menerima uang suap.
Pengacara Damayanti, Magda Widjajana menyebut banyak anggota Komisi V terlibat. Ia membeberkan sejumlah nama yang diyakini sebagai pengusul program aspirasi ini.
Menurut Magda, selain keterangan saksi di persidangan, JPU juga mempunya alat bukti lain yang sudah diperlihatkan di hadapan persidangan, yaitu satu bundel dokumen Rekap Usulan Program Hasil Kunker RAPBN TA 2016 yang berisi judul program, nilai proyek, nama Anggota dan kodenya.
“Sebagaimana yang kami saksikan terhadap dokumen tersebut, khusus untuk program aspirasi Pimpinan, Kapoksi dan Anggota Komisi V DPR yang ditempatkan di BPJN IX Maluku dan Maluku Utara,” terang Magda.
Magda membeberkan nama-nama pengusul program dana aspirasi di Maluku tersebut:
1. Pimpinan Komisi V DPR:
a. Fary Djemi Francis (F-Gerindra), Ketua, kode P1, ada 3 paket senilai Rp15 milar.
b. Lazarus (F-PDIP), Wakil Ketua, kode P2, ada 7 paket senilai Rp359 miliar.
c. Michael Wattimena (F-Demokrat), Wakil Ketua, kode P4, ada 6 paket senilai Rp52 milar
d. Yudi Widiana (F-PKS), Wakil Ketua, kode P5, ada 3 paket senilai Rp144,9 miliar.
2. Kapoksi Komisi V DPR:
a. Andi Taufan Tiro (F-PAN), Rp170 milar, kode 5E.
b. Musa Zainudin (F-PKB), Rp250 miliar, kode 6B.
c. Fauzih Amro (F-Hanura), Rp49 miliar, kode 10A.
3. Anggota Komisi V DPR:
a. Budi Supriyanto (F-PG), Rp50 milar, kode 2D.
b. Umar Arsal (F-Demokrat), Rp30 milar, kode 4A.
c. Bakri (F-PAN), Rp 10 milar, kode 5B.
d. Damayanti (F-PDIP), Rp41 miliar, kode 1E.
e. Rendy Lamajido (F-PDIP), RpRp40 miliar, kode 1H.
f. Syukur Nababan (F-PDIP), Rp40 milar, kode 1B.
“Jadi bukan hanya Bu Damayanti klien kami yang punya program aspirasi di BPJN IX Maluku-Maluku Utara, tapi semua Anggota Komisi V juga punya, khusus Balai IX sudah terungkap dalam fakta persidangan,” tutup Magda.
Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, pernyataan mantan politisi PDI-Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat yang menyebut adanya pembagian dana suap kepada sejumlah anggota DPR, sudah merupakan bukti kuat bahwa anggota lainnya turut terlibat.
Menurutnya, penyidik KPK tidak boleh mengesampingkan pernyataan Damayanti karena hal itu disampaikannya di pengadilan. “Pernyataan Damayanti itu disampaikan dalam sidang pengadilan dan itu sudah bukti kuat. Penyidik KPK harus bekerja keras untuk segera menangkap para anggota Komisi V yang disebut (Damayanti),” ujar Uchok di Jakarta.
Menurut Uchok, tidak mungkin Damayanti membeberkan nama-nama koleganya di pengadilan bila tak ada bukti kuat. Apalagi hal itu diungkapkannya dalam sidang pengadilan yang terhormat.
Ia juga mendesak KPK untuk segera mengungkap secara tuntas dugaan korupsi berjemaah wakil rakyat di Komisi V DPR itu. Selain itu, KPK juga bisa bekerjasama dengan PPATK untuk menelusuri aliran tersebut.
“KPK terlusuri dong aliran dananya. Dananya kan ratusan miliar kemana larinya? PPATK bisa buka itu. Semua nama-nama yang disebut Damayanti harus segera disidik. Biar ada juga rasa keadilan bagi Damayanti. Jangan hanya segelintir yang kena. Korupsi berjemaah kan pasti banyak orang,” ungkapnya.
Belum lama ini, sejumlah mahasiswa Maluku di Jakarta yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Maluku Jakarta (GMMJ) menggelar demonstrasi mendesak KPK segera menangkap tujuh angggota Komisi V DPR RI yang diduga korupsi dana aspirasi Provinsi Maluku, salah satunya termasuk Bakri.
Koordinator lapangan (Korlap) Ahmad F menyampaikan orasi di depan kantor KPK Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat 2 Maret 2018. Di depan puluhan mahasiswa yang membentangkan spanduk ia menyebutkan tujuh anggota DPR yakni Bakri, Syukur Nababan, Yoseph Umar Hadi, Lasarus, Muchael Watimena Nusyirawan Soejono, dan Fary Djemi Francis diduga kuat terlibat korupsi dana aspirasi Provinsi Maluku.
Ahmad F membeberkan bahwa dana aspirasi Maluku digunakan oleh anggota DPR RI yang notabene bukan daerah pemilihan (Dapil) Maluku. Seperti Bakri, yang merupakan anggota DPR RI Dari Dapil Provinsi Jambi, namun memeroleh dana aspirasi untuk kegiatan di Maluku dan Maluku Utara.
“Diduga tujuh anggota DPR RI ini telah menerima suap dari Direktur Utama PT Whindu Tunggal Utama. Suap diberikan agar para wakil rakyat menganggarkan dana aspirasi untuk pembangunan jalan di Maluku melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) namun dana tersebut tidak digunakan membangun jalan lintas Ambon-Seram,” katanya.
KPK harus memanggil para pelaku dugaan korupsi dana aspirasi Provinsi Maluku yang sudah disebutkan oleh Damayanti Wisnu Putranti di pengadilan.
“Tidak hanya enam anggota DPR itu tetapi seluruh anggota Komisi V terlibat dalam kasus aspirasi tersebut,” kata Ahmad.
Adapun suap proyek Kementerian PUPR ini terbongkar ketika PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir, Damayanti, Dessy serta Julia, ditangkap KPK pada 13 Januari 2016 lalu. Setelah diperiksa intensif, mereka kemudian ditetapkan menjadi tersangka.
Damayanti disangka telah menerima suap dari Abdul Khoir. Suap bertujuan agar perusahaan yang dikelola Khoir dapat menjadi pelaksana proyek pembangunan jalan Kementerian PUPR di Ambon, Maluku.
Dalam perkembangannya, kasus ini menjerat anggota Komisi V lainnya. Legislator asal Golkar Budi Supriyanto sempat bernaung di Komisi V menjadi tersangka KPK pada 2 Maret lalu.
Damayanti diduga dijanjikan uang hingga SGD404 ribu oleh Abdul Khoir. Dari uang itu, Budi menerima bagian sebesar SGD305 ribu. Sementara, sisanya dibagi tiga antara Damayanti, Dessy dan Julia.
Anggota Komisi V DPR RI Andi Taufan Tiro dan Kepala Balai Badan Pembangunan Jalan Nasional IX wilayah Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary kemudian juga ditersangkakan. Keduanya juga diduga menerima suap dari Abudl Khoir.
Kemudian dari para tersangka ini, baru Abdul Khoir yang telah disidangkan. Dia didakwa memberi suap kepada pejabat di Kementerian PUPR dan sejumlah anggota Komisi V.
Total uang suap yang diberikan Abdul sebesar Rp21,38 miliar, SGD1,67 juta, dan USD72,7 ribu. Suap diberikan oleh Abdul bersama-sama dengan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng dan Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Arta John Alfred.
Damayanti membeberkan bahwa dirinya bersama sejumlah anggota dan pimpinan Komisi V memperoleh program aspirasi berupa proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Tengah. Menurut dia, ada jatah program aspirasi dalam bentuk proyek untuk anggota sebesar Rp50 miliar, ketua kelompok fraksi (kapoksi) Rp100 miliar, dan jatah lima pimpinan.
Namun nilai jatah untuk pimpinan Komisi V berjumlah lima orang tidak diketahui Damayanti. Adapun peruntukan fee masing-masing dipatok 6- 8% dari total nilai proyek.
Selain Damayanti yang mendapatkan jatah dana aspirasi, ada anggota Komisi V yang sudah dirotasi ke Komisi X dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto (tersangka), anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKB yang juga Ketua DPW PKB Provinsi Lampung Musa Zainudin, dan anggota Komisi V DPR dari Fraksi PAN yang juga Wakil Ketua Umum DPP PAN Bidang Infrastruktur yang sudah mengundurkan siri Andi Taufan Tiro.
Selanjutnya anggota Komisi V dari Fraksi PKB Mohamad Toha, anggota Komisi V dari Fraksi PDIP Yoseph Umar Hadi dan Sukur Nababan, anggota Komisi V dari Fraksi PAN A Bakri, dan lima pimpinan Komisi V. (wan/akn)