Oleh: Maria Trisanti Saragih
PERTUMBUHAN penduduk Indonesia kian hari kian meningkat maka peningkatan penduduk ini juga memiliki hubungan yang positif terhadap kebutuhan pangan masyarakat. Secara nyata, jika pertumbuhan penduduk meningkat akan diikuti juga peningkatan kebutuhan pangannya. Kebutuhan pangan yang meningkat tersebut sebagian telah dipenuhi oleh produksi dalam negeri namun, berangkat dari kebutuhan pangan yang semakin meningkat maka untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah memberikan intervensi dengan melakukan impor. Aktivitas impor dilakukan apabila barang di luar negeri lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri atau barang yang bersangkutan tidak tersedia dan tidak diproduksi di dalam negeri. Dewasa ini, sebagian besar barang yang diimpor merupakan kebutuhan pangan maupun bahan baku industri olahan. Kebutuhan bahan pangan yang diimpor untuk kebutuhan pangan yakni beras, bawang putih, gandum, daging sapi dan kebutuhan pangan lainnya.
Semua barang yang diproduksi di luar negeri namun dijual di dalam negeri merupakan kegiatan impor. Sebagai bagian dari perdagangan internasional, maka kegiatan impor ini menggunakan nilai tukar mata uang dalam transaksi karena perdagangan yang dilakukan antara dua negara selalu menggunakan dua mata uang yang berbeda. Nilai tukar mata uang atau biasa disebut sebagai kurs merupakan harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik atau harga satu unit mata uang domestik dalam mata uang asing.
Nilai tukar digunakan setelah suatu negara melakukan transaksi dengan negara lain, yang mana kedua negara yang terlibat tersebut memiliki mata uang yang berbeda, maka pada saat itulah nilai tukar mata uang memiliki peranan penting dalam hubungan perdagangan internasional. Besaran nilai tukar ditentukan pada pasar valuta asing (foreign exchange market). Dalam pasar valuta asing, apabila kondisi ekonomi suatu negara mengalami perubahan maka biasanya akan diikuti oleh perubahan nilai tukar secara substansial. Nilai mata uang suatu negara dipengaruhi oleh faktor penawaran dan permintaan (supply-demand). Sehingga apabila permintaan suatu mata uang meningkat dengan tidak dibarengi oleh penawarannya, maka akan dipastikan terjadi kenaikan nilai tukar atas mata uang tersebut.
Adanya perdagangan internasional bukanlah tanpa kendala. Kendala dalam suatu perdagangan internasional diantaranya adalah perbedaan nilai tukar dalam transaksi perdagangan internasional. Walaupun dalam teori dikatakan bahwa nilai suatu barang yang sama diperdagangkan dengan nilai yang sama pada suatu mata uang tertentu. Namun pada kenyataannya sulit untuk direalisasikan pada situasi nyata, hal ini disebabkan karena perbedaan perekonomian antar negara. Sebagian besar kegiatan perdagangan internasional baik impor maupun ekspor masih menggunakan dolar Amerika Serikat sebagai mata uang yang paling umum sebagai mata uang transaksi, maka penurunan dan kenaikan nilai dolar Amerika serikat akan meningkatkan atau menurunkan kegiatan perdagangan internasional.
Namun nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat baru-baru ini mencapai Rp 14.000,00 per dolar Amerika Serikat. Hal ini termasuk pelemahan nilai mata uang rupiah Indonesia terhadap dolar Amerika Serikat atau biasa disebut dengan depresiasi. Hal semacam ini, merupakan keuntungan bagi para eksportir karena barang yang dijualnya murah di luar negeri maka akan semakin banyak permintaan impor dari luar negeri sedangkan bagi para importir pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mengakibatkan peningkatan biaya barang dari pasar luar negeri.
Kuat atau lemahnya nilai tukar merupakan acuan utama yang digunakan importir dalam mengambil keputusan besarnya volume impor produk. Sehingga apabila terjadi pelemahan terhadap nilai tukar rupiah untuk dolar Amerika Serikat akan membuat harga impor menjadi lebih mahal bagi penduduk dalam negeri. Hal ini akan mengakibatkan permintaan barang impor akan turun. Dengan menurunnya permintaan dan juga dikarenakan harga barang impor yang mahal maka importir biasanya akan menurunkan volume impor dari negara lain.
Walaupun demikian, impor juga memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah membantu mencukupi kebutuhan masyarakat, baik untuk dikonsumsi langsung atau sebagai bahan baku industri. Selain itu, pemerintah melakukan impor sebagai siasat untuk menurunkan harga yang melonjak di dalam negeri karena kebutuhan masyarakat tidak dibarengi dengan pertumbuhan produksi yang diharapkan. Sedangkan untuk dampak negatifnya adalah apabila jumlah impor lebih besar daripada jumlah ekspor, maka neraca pembayaran akan menjadi defisit. Hal ini disebabkan karena permintaan atas dolar tidak dibarengi oleh suplai mata uang tersebut dari sisi ekspor.
Menurut BPS, besarnya nilai impor Indonesia April 2018 mencapai US$16,09 miliar atau naik 12,68% dibandingkan Maret 2018, begitu juga jika dibandingkan dengan April 2017 menigkat sebesar 34,68%. Hal ini bertolak belakang dengan nilai ekspor Indonesia April 2018 mencapai US$14,47 miliar atau menurun 7,19% dibanding ekspor Maret 2018, namun dibandingkan April 2017 meningkat 9,01%. Dengan merujuk data yang diterbitkan BPS, diketahui bahwa nilai impor lebih tinggi dibandingkan nilai ekspor. Maka permintaan terhadap dolar Amerika Serikat lebih banyak, hal ini yang akan mengakibatkan nilai rupiah melemah.
Meskipun impor digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang meningkat, namun importir juga dibikin galau dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar melemah. Semakin tingginya volume terhadap barang impor dalam keadaan nilai tukar rupiah melemah akan mengakibatkan harga yang diberikan akan lebih tinggi dibandingkan harga yang telah ditawarkan didalam negeri. Maka penduduk Indonesia yang menjadi alasan utama aktivitas impor ini dilakukan juga akan merasa diberatkan karena harga impor akan lebih mahal dibandingkan harga yang ditawarkan di dalam negeri. Hal ini juga akan semakin melemahkan nilai tukar rupiah karena permintaan dolar Amerika Serikat akan semakin meningkat. Dibalik kisruhnya fluktuasi nilai tukar rupiah tersebut, baik perusahaan importir maupun eksportir mengharapkan kestabilan nilai tukar rupiah terhadap dolar agar mereka sebagai perusahaan yang mengalami efek langsung perubahan nilai tukar agar mampu memprediksi tingkat produksi dan penerimaan mereka. (***)
Penulis adalah Mahasiswa Magister Sains Agribisnis, Institut Pertanian Bogor (IPB)