Jambi – Masalah PT EWF ini tidak hanya terjadi di Tanjabtim. Namun PT EWF yang berada di Kabupaten Muarojambi juga sempat mendapat masalah. Warga Kemingking Luar, Teluk Jambu, Kecamatan Taman Rajo, Muarojambi mengelughkan limbah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT EWF yang ada di Desa Sakernan, Kecamatan Kumpeh Ulu itu.
Seperti dikutip dari Metrojambi.com, selain aroma tak sedap, dampak kesehatan dan ekonomi juga mejadi keluhan warga. “Mulai penyakit gatal-gatal pada kulit, tanaman warga juga banyak yang mati akibat limbah dari perusahaan tersebut,” ujar Hasan (33) warga Desa Kemingking, Kecamatan Raman Rajo.
Selain itu, Ahmad, warga Desa Teluk Jambu menyampaikan, sungai Batanghari yang biasa jadi tempat mandi sudah tak aman lagi.
Ia menduga sungai sudah dicemari limbah dari perusahan PKS tersebut. “Sejak perusahaan berdiri, banyak warga yang menderita penyakit gatal-gatal. Yang lebih memperhatinkan, sulitnya bercocok tanam di dekat perusahan itu, bahkan kerap kali ditemukan ikan mati dengan jumlah yang banyak,” ujarnya.
Kerusakan lingkungan yang diduga akibat limbah PT EWF juga dirasakan tiga desa lainya, yakni Desa Sekumbung, Manis Mato dan Rukam.
“Yang paling sering terjadi, seperti gatal-gatal pada anak-anak dan banyak ikan mati. Tanaman kami juga banyak yang mati, apalagi setelah
air surut dari banjir,” ungkapnya.
Dugaan limbah PT EWF yang dibuang ke sungai tersebut diperkuat dengan adanya rekaman video yang diambil oleh warga yang memperlihatkan limbah PT EWF dibuang dari kolam penampungan limbah yang masih berwarna hitam.
Dalam video itu, limbah dialirkan ke parit kecil (kanal) yang ujung parit diduga akan berakhir ke aliran sungai Batanghari.
Menanggapi hal itu, Zulpandri Humas PT EWF, menegaskan pihak PT EWF sudah menjalankan prosedur yang benar mengenai penanganan pembuangan limbah perusahaan tersebut.
“Saya rasa limbah pabrik PT EWF sudah ditangani dengan benar dan tidak benar dibuang ke sungai Batanghari,” ucapnya.
Kemudian, di tahun 2018 ini, PT EWF di Murojambi sempat disorot lagi. Ini berkaitan dengan masalah pemecatan karyawan, bukan masalah limbah lagi. Dikutip dari Jambidaily.com, PT EWF melakukan pemecatan terhadap 11 karyawannya. Karyawan yang dipecat kemudian meminta agar perusahaan memberikan haknya berupa pesnagon.
“jangan kan pesangon, mau minta tolong agar barang-barang pribadi kami seperti pakaian, piring dibawakan keluar dari camp (areal perkebunan) tidak boleh,” ungkap Rini, salah satu mandor yang dipecat.
Dijelaskannya, dirinya dipecat karena dituduh menjual pupuk perusahaan. Sementara rekan-rekannya yang lain dipecat karena melakukan perjudian di camp. Tapi ada juga karyawan yang dipecat tanpa alasan yang jelas.
“Cukup banyak yang dipecat, termasuk manager dan operator alat berat,” jelasnya.
Yang menjadi persoalan, lanjutnya, saat pemecatan itu mereka dipaksa menandatangani surat pengunduran diri dan dilarang melakukan penuntutan. Dalam pemaksaan itu, karyawan yang dipecat disuruh memilih apakah ingin menandatangani surat pengunduran diri atau diserahkan ke pihak yang berwajib atas tuduhan penjualan pupuk dan perjudian.
Makanya, hingga saat ini pihaknya belum melaporkan kejadian ini ke Dinas Ketenaga Kerjaan Tanjabtim, karena adanya surat yang telah mereka tandatangani.
“Bingung juga, karena kami sudah nandatangani surat pengunduran diri. Tapi, surat itu kan kita tanda tangani atas paksaan,” tegasnya.
Tidak jauh berbeda apa yang disampaikan M. Sobri, operator yang dipecat. Dirinya juga menandatangani surat pengunduran diri, karena managernya dan semua putra daerah dipecat. Padahal, mereka sudah bekerja diatas lima tahun.
“Putra daerah juga dipecat, jadi mau bagaimana lagi, memang kata personalia tidak masuk dalam daftar yang dipecat. Tapi kan manager kami juga dipecat, makanya saya juga ikut nandatangani surat,” tambahnya.
Kadis Nakertras Tanjabtim, Mariontoni mengakui adanya laporan pemecatan 11 karyawan di PT. EWF. Hanya saja, dirinya belum mengetahui alasan pemecatan. Karena pelapor saat dipanggil untuk klarifikasi tidak memenuhi panggilan Disnakertrans.
“Nanti kita akan panggil lagi, kita akan pinta keterangan dan pihak perusahaan juga akan kita minta klarifikasi,” katanya.
Masalah PT EWF dan warga ini hendaknya diselesaikan secara bijak. Aparatur pemerintah, mulai dari Bupati, DPRD, Kepala Dinas, aparat keluarahan dan Desa sebaiknya hati-hati dan bijak dalam menangani konflik warga dan korporasi. Mendudukkan permasalah pada trak dan jalurnya agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan.
Memberikan solusi terbaik dan meredam konflik adalah tugas aparatur pemerintah dan aparatur negara. Bukankah mereka digaji oleh negara untuk itu? Konflik dan masalah-masalah perizinan dan hal lain menyangkut PT EWF patut segera dituntaskan, agar tidak berkepanjangan yang justru akan merugikan perusahaan itu sendiri. Walau bagaimanapun warga pasti akan mendukung investasi yang mendatangkan keuntungan dan kesejahteraan bagi masyarakat, bukan bagi segelintir orang. (ok1)