JAMBI-Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jambi sudah menetapkan Daftar Pemilih Sementara (DPS) untuk Pemilu Legislatife dan Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2019 di Provinsi Jambi sebanyak 2.404.640 (2,4 Juta) suara. Penetapan DPS ini setelah melalui pleno yang dilangsungkan di aula Hotel Rumah Kito Rabu pekan lalu.
Jumlah pemilih laki-laki 1.213.517 dan pemilih perempuan 1.191.123. Hanya saja, DPS ini masih menyisakan masalah, sebanyak 108.452 pemilih terancam tidak bisa menggunakan hak pilihnya pada pesta demokrasi tahun depan itu. Masalahnya ratusan ribu pemilih ini belum melakukan perekaman dan dikatagorikan non KTP elektronik (KTP-e).
“Ada ratusan ribu kita masukkan formulir AC2 atau non KTP-e. Ada 10 Kabupaten/Kota diluar Kota Jambi,” ujar Sanusi, Komisioner KPU Provinsi Jambi belum lama ini.

Untuk diketahui, penetapan jumlah Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Tetap (DPT) merupakan permasalahan yang sering muncul dalam Pemilihan Umum (pemilu). Problem yang sering kali muncul pada tahapan ini di antaranya adalah petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) tidak melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) atau bisa juga coklit dilakukan oleh oknum lain yang tidak tercantum dalam surat keputusan KPU.
Selain itu, petugas pemuktahiran seringkali tidak mencoret pemilih yang sudah tidak memenuhi syarat dan tidak mencatat pemilih yang memenuhi syarat untuk terdaftar di DPT. Di samping masalah yang terjadi di lapangan, pada pemuktahiran daftar pemilih juga terjadi pada sistem yang dimiliki oleh KPU, yakni Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih).
Misalnya, pada saat PPDP melakukan pencocokan dan penelitian dengan sensus door to door, beberapa pemilih yang tidak memenuhi syarat sudah dicoret. Namun, pada saat penetapan DPS, data itu muncul kembali lagi untuk dilakukan perbaikan.
Contoh kasus lain menyangkut daftar pemilih ini, seperti yang pernah terjadi di daerah Sungai Tebal Kabupaten Merangin. Pada Pemilu tahun 2014 lalu, kasus sungai tebal Merangin ini menjadi sorotan Nasional. Pecah konflik horizontal juga karena dipicu masalah daftar pemilih.
Masalahnya, ada ribuan warga yang bermukim di daerah sungai tebal ini dimasukan DPT oleh KPU. Padahal mereka tak punya KTP Merangin. Sebab mereka yang ribuan itu tinggal di dalam hutan sebagai perambah. KPU memaksakan nama-nama warga ini masuk kedalam DPT. Alasannya, tiap warga negara punya hak yang sama untuk memilih. Jadi, walaupun mereka tak ber KTP Merangin, tapi mereka tinggal di Merangin dan harus diberi tempat untuk menyalurkan hak pilihnya.
Namun, karena cara penyelesaian yang kurang bijak sehingga memicu protes dari warga Merangin lainnya. Warga Merangin merasa dan menganggap perambah di sungai tebal bukan warga merangin dan tidak berhak masuk DPT. Karena ketidaktahuan atau kekurangan fahaman warga, masalah ini lalu menggelinding dan memicu kerusuhan. Berhari-hari KPU Merangin menjadi sasaran amuk massa.
Apalagi, warga lain mencium ada motif tersendiri dari oknum komisioner KPU Merangin yang sengaja memaksa memasukkan para perambah sungai tebal ini kedalam DPT karena ada deal dengan salah satu caleg dari dapil itu. Dengan bekal suara dari perambah yang ribuan itu, caleg tersebut hampir dipastikan mulus menjadi anggota DPRD Merangin.
Atas dasar itupula, protes dan suara penolakan terhadap suara para perambah di sungai tebal ini terus menggelinding. Hingga kini, masalah itu juga belum sepenuhnya tuntas. Beberapa kasus tersebut tentunya menjadi salah satu tantangan cukup berat bagi KPU sebagai penyelenggaraan Pemilu.
M Sanusi membenarkan adanya ratusan ribu pemilih yang belum melakukan perekaman. Pemilih ini tersebar di Kabupaten/Kota dalam Provinsi Jambi. Sanusi menyebutkan jumlah terbesar ada di Kabupaten Sarolangun dengan 26.252 pemilih dan Muarojambi 24.404 pemilih. Kemudian ada Tanjung Jabung Barat (Tanjabtim) 11.457 pemilih, Batanghari 10.103 pemilih dan Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim) 10.028 pemilih.
“Untuk Kerinci ada 25 pemilih, Merangin 5.363 pemilih, Bungo 8.801 pemilih, Tebo 9.948 pemilih dan Sungai Penuh 2.171 pemilih,” katanya.
Terkait adanya pemilih non KTP-e, kata Sanusi, pihaknya sudah meminta KPU Kabupaten/Kota untuk segera berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) setempat. Sehingga pemilih non KTP-e bisa diakamodir pada tahapan selanjutnya sebelum penetapan DPT dilakukan.
“Jumlah ini mayoritas merupakan pemilih baru. Ini Susuai dengan hasil pemuktahiran yang dilakukan PPDP pada tahapan pencocokan dan penelitian kemarin,” sebut Mantan Ketua KPU Batanghari tersebut.
Disamping itu, dalam pleno yang dihadiri partai politik peserta Pemilu ini juga mencermati hasil pleno KPU di Kabupaten/Kota. Untuk kabupaten Kerinci ditetepkan 209.267 pemilih, Merangin yakni 251.085 pemilih, Bungo 235.194 pemilih, Sarolangun 188.931 Pemilih.
Kemudian Tebo 229.068 pemilih, Batanghari 186.564 pemilih, Muarojambi 279.304 pemilih, Tanjung Jabung Barat 209.430 pemilih. Selanjutnya, Tanjung Jabung Timur 157.712 pemilih, Kota Jambi 392.495 pemilih dan terakhir Kota Sungai Penuh 65.790 pemilih.
Sementara, untuk Kota Jambi senditi, ada perbedaan DPS Pileg dengan DPT Pilwako. Antara DPS Pileg yang sudah dipleno KPU itu, selisihnya mencapai 8.129 suara.
Ketua KPU Kota Jambi Wein Arifin mengatakan kenaikan daftar pemilih ini dikarenakan adanya penambahan dari pemilih pemula yang berusia 17 tahun saat pemilihan legislatif 2019 mendatang. Selain itu juga pensiunan TNI-POLRI yang baru menggunakan hak pilihnya.
” Kalau Pileg ini rumusnya adalah pemilih tetap DPT walikota ditambah dengan pemilih baru atau pemula,” ujar Wein Arifin.
Dia mengatakan jumlah ini akan masih ada perubahan seiring dengan verifikasi KPU jelang penetapan Pileg mendatang.
” Tahapannya masih panjang menjelang penetapan DPT, masih akan ada perubahan sesuai laporan masyarakat,” ujarnya.
Secara detail berikut DPS pileg 2019 berdasarkan Alam Barajo 66.629, Danau Sipin 30.162, Danau Teluk 9.127,Jambi Selatan 37.547, Jambi Timur 45.106, Jelutung 40.810, Kota Baru 47.874, Paal Merah 65.023, Pasar Jambi 8.451, Pelayangan 9.328, Telanaipura 32.438 jumlah keseluruhan 392.495.
” Memang terjadi perubahan di beberapa kecamatan namun tidak begitu signifikan,” katanya
Yang jelas, masalah daftar pemilih ini dan ada warga yang tak masuk DPT harus benar-benar diselesaikan dengan baik dan bijak. Masih ada cukup waktu sebelum DPT diputuskan. KPU selaku penyelenggara harus benar-benar memastikan warga yang masuk DPT itu. Walaupun ada warga yang belum terdata di Dukcapil, atau yang belum merekam KTP, KPU lewat kegiatan Coklit bisa memastikan nama-nama warga itu. Bisa masuk DPT atau tidak.
Asal coklit dilakukan dengan jujur. Jangan sampai coklit dilakukan tidak jujur. Ini tentu malah akan membahayakan. Sebab, coklit yang tak jujur bisa menjadi pintu masuk adanya penggelembungan suara. Jika ini terjadi, maka KPU selaku penyelenggara siap-siap saja akan jadi tempat amuk massa. KPU selaku penyelenggara sebaiknya netral dengan tidak mempermainkan daftar pemilih untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu.(akn)