Pengadilan Negeri Jakarta Utara hari ini bakal menggelar sidang perdana kasus penganiayaan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Dua anggota aktif polisi akan duduk di kursi terdakwa. Mereka adalah Brigadir Rahmat Kadir Mahulette dan Brigadir Ronny Bugis.
“Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan akan berlangsung pada pukul 14.00 – 14.25,” bunyi pengumuman di laman resmi PN Jakarta Utara, www.sipp.pn-jakartautara.go.id pagi ini.
Dalam laman itu, perkara Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis tercatat dengan nomor 372/Pid.B/2020/PN Jkt.Utr. Berkas perkara mereka baru didaftarkan oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan pada 11 Maret 2020.
“Barang bukti yang diajukan 1 buah mug kaleng motif loreng hijau berisi cairan, 1 buah kopiah warna putih, 1 buah gamis lengan panjang warna cokelat,” bunyi pengumuman di situs Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Penyerangan terhadap Novel Baswedan terjadi tiga tahun lalu. Akibat serangan pada subuh 11 April 2017 itu mata kiri Novel buta hingga sekarang.
Lamanya kasus ini terungkap diduga lantaran Novel pernah mengusut berbagai kasus korupsi kakap di negeri ini. Mulai dari kasus Wisma Atlet Hambalang hingga skandal besar korupsi kartu tanda penduduk elektronik yang merugikan negara Rp2,3 triliun.
Novel Baswedan skeptis saat pertama kali mengetahui dua orang ditangkap dalam kasus penyiraman terhadap dirinya. “Ada kejanggalan,” ujar dia. Novel mengaku hanya bisa mengenali satu wajah pelaku. Wajah pria satu lagi tak terekam di ingatannya.
Pengacara Novel Alghiffari Aqsa menilai kedua pelaku tak punya motif yang masuk akal untuk mencelakai sang penyidik. Sebabnya mereka tak pernah mengenal apalagi berinteraksi dengan Novel ataupun kasus yang disidik KPK. “Tindakan mereka seperti berusaha menutupi aktor yang menggerakkan mereka,” kata dia seperti dikutip Majalah Tempo.
Kejanggalan, kata Alghiffari, muncul sejak Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya merilis surat pemberitahuan dimulainya penydidikan pada 23 Desember 2019. Meski surat itu menandai kasus Novel sudah masuk tahap penyidikan di sana tertulis bahwa penyidik masih mencari pelaku lewat pengenalan wajah. “Padalah pembuatan SPDP lazimnya diikuti penetapan tersangka,” kata dia.
Kejanggalan lain diungkap Direktur Lokataru Haris Azhar. Dia menyebut ada sejumlah fakta lapangan yang belum diselidiki polisi. Misalnya saja soal motor yang dipakai dua orang pengintai Novel sebelum penyerangan. Motor itu diduga milik anggota Polda Metro Jaya.
Sebelumnya saat digelandang ke mobil tahanan, tersangka Ronny Bugi menyebut Novel Baswedan sebagai pengkhianat. “Tolong dicatat, saya enggak suka sama Novel karena dia pengkhianat,” kata RB pada Sabtu, 28 Desember 2019.
Haris Azhar meragukan motif ini. Menurut dia, motif itu mirip dengan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib. Pollycarpus Budihari Priyanto, yang belakangan menjadi terpidana pembunuhan Munir, juga menuding Munir sebagai pengkhianat.
“Itu motif yang biasa diutarakan kalau negara melakukan kejahatan terhadap warganya,” kata Haris Azhar pada Ahad, 29 Desember 2019.
Padahal sebelumnya, Tim Gabungan Pencari Fakta bentukan Polri menyatakan serangan kepada Novel berhubungan dengan pekerjaannya sebagai penyidik KPK. Ada sejumlah kasus besar yang ditangani Novel, di antaranya kasus korupsi e-KTP, kasus korupsi mantan ketua MK Akil Mochtar, kasus korupsi mantan Sekretaris Jenderal MA Nurhadi, kasus korupsi mantan Bupati Buol Amran Batalipu, dan kasus korupsi Wisma Atlet.
Meski sarat kejanggalan, kedua pelaku itu hari ini akan menjalani sidang perdananya.
Mereka disangkakan Pasal 170 ayat (2) KUHP dan atau Pasal 351 ayat (2) KUHP tentang pengeroyokan dengan ancaman hukuman paling berat 5 tahun dan 9 tahun.(*)