Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM Wiranto melaporkan enam dari 18 provinsi rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan dalam status siaga darurat.
——————
Keenam provinsi tersebut yakni Kalimantan Barat, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Jambi.
Wiranto menyampaikan laporan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.
“Beberapa daerah kualitas udara menurun dalam kategori sedang namun belum mengganggu kehidupan masyarakat,” katanya di Istana Negara.
Pemerintah bersiap menghadapi puncak kemarau pada Agustus dan September. Contohnya, deteksi titik panas serta peningkatan aksi petugas untuk sarana yang tepat dan memadai.
Sosialisasi penegakan hukum untuk oknum korporasi atau perorangan kebakaran hutan dan lahan. Jumlah titik panas tahun ini naik 69% dibandingkan 2018. Meski begitu, ada penurunan sebesar 81,65% sebanyak 4.337 titik panas dari periode Januari-Juli 2015.
“Upaya pencegahan lebih utama dibanding penanggulangan,” ujarnya.
Wiranto menyatakan sinergi antara kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah jadi penting untuk penggunaan anggaran yang tepat di daerah rawan. Pihaknya akan mengarahkan anggaran untuk sosialisasi kepada masyarakat serta mengatasi kendala kesulitan daerah titik panas.
Selain itu, akan dilakukan edukasi mengganti cara bercocok tanam petani tradisional yang yang melakukan pembakaran lahan dengan teknologi modern.
Adapun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai penyebab kebakaran hutan dan lahan adalah persoalan berlapis.
Mulai dari lemahnya regulasi sampai pada oknum masyarakat hingga korporasi yang sengaja membakar atau lalai menjaga lahan mereka.
Siti mencontohkan, ada pemilik konsesi membuka lahan memakai jasa kontraktor dengan menyuruh rakyat membakar hutan. Hal itu memang terjadi dan terus berulang karena banyak faktor.
Seperti, penegakan hukum masih lemah, tata kelola lahan kacau, ada korporasi besar tapi tak memiliki peralatan pemadaman, izin yang tidak sesuai peruntukan, dan banyak sekali masalah lain.
“Instruksi Presiden Jokowi setelah itu jelas: Perbaiki, benahi, jangan ada kejadian kebakaran hutan dan lahan lagi,” kata Siti.
Paradigma menangani kebakaran hutan dan lahan pun berubah total. Dulu, api sudah besar belum tentu ada langkah penanganan dari pemerintah daerah. Pemerintah pusat juga menunggu status dulu, menunggu api besar baru dipadamkan sehingga menyebabkan bencana berulang. Kalau sekarang semua termasuk KLHK mengantisipasi dari hulu hingga ke hilir.
“Terjadi perubahan paradigma dari penanggulangan ke pengendalian. Kebijakannya melibatkan banyak stakeholders, termasuk para pemilik izin konsesi. Semuanya berubah total di bawah pengawasan penuh pemerintah,” papar Siti.
Hal paling krusial lainnya, untuk pertama kali dilakukan penegakan hukum multidoors bagi pelaku penyebab kebakaran hutan dan lahan. Yakni dengan langkah hukum pidana, perdata dan administrasi.
Langkah hukum ini tidak hanya menyasar perorangan, tapi juga korporasi. Dalam kurun waktu 2015-2018 hampir 550 kasus dibawa ke pengadilan, baik melalui penegakan hukum pidana maupun perdata. Sebanyak 500 perusahaan dikenakan sanksi administratif terkait pelanggaran yang dilakukan, bahkan ada yang dicabut izinnya.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan hingga kini ada 60 tersangka dari 68 kasus Karhutla. Satu korporasi juga sudah dijadikan tersangka.
“Penegakan hukum terus sampai hari ini. Ada 68 kasus, 60 tersangka, 1 korporasi yang ditangani Polda Riau, yang lain masih proses,” ungkapnya.
Selain itu, Kapolri sudah membentuk tim pemantau penanganan karhutla. Tim tersebut mulai bekerja dan akan mengevaluasi penanganan karhutla di Sumatera dan Kalimantan.
“Pak Kapolri sudah menerbitkan surat perintah, sudah ada 6 tim yang ditunjuk untuk melakukan asistensi, kepada Polda Riau, Sumsel, Jambi, Kalbar, Kalteng, dan Kalsel. Tim ini hari ini sudah bergerak semuanya untuk mengecek dan evaluasi sejauh mana penanganan karhutla di tiap-tiap provinsi,” ucap Dedi.
[AWIN (KATADATA,DETIK)]