Sejumlah fraksi di DPR setuju langkah merevisi Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Eletronik (ITE). Beberapa pasal dinilai multitafsir dan rentan disalahgunakan.
——————————
Ketua Komisi I DPR dari Fraksi PKS, Abdul Kahirs Almasyhari mengatakan seharusnya UU ITE ini melindungi masyarakat dari kejahatan transaksi eletronik. Tapi, faktanya, justru banyak orang yang dinilai tidak bersalah terjerat UU itu.
“Ada masukan perlu dilakukan kajian dan evaluasi UU ITE. Kami akan lihat dulu,”katanya, kemarin, dilansir dari Koran Tempo.
Desakan merevisi UU ITE menguat setelah Mahkamah Agung menolak PK Baiq Nuril Maknun, Jumat pekan lalu. Warga Mataram ini terbukti melanggar Pasal 27 ayat 1 UU ITE megenai penyebaran konten asusila.
Konten itu berupa rekaman percakapan antara Nuril dan Muslim, Kepala Sekolah tempat Nuril mengajar SMA Negeri 7 Mataram. Isinya, Pernyataan Muslim yang melakukan perundungan seksual kepada Nuril secara verbal.
Lantas Muslim mengadukan honorer di sekolah yang dipimpinnya itu ke Kepolisian Resor Mataram, 17 Maret 2015. Ia menuding Nuril merekam pembicaraan keduanya, enam tahun lalu.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram memvonis bebas Nuril.
Di Jambi, kasus serupa menimpa IM, warga Desa Setiris, Muaro Jambi. IM sempat ditahan sebagai tersangka kasus UU ITE oleh penyidik Polres Muaro Jambi.
Kasus ini berawal dari postingan IM pada akun sosial media Facebook. IM menulis status berunsur penghinaan terhadap mantan pacarnya. Karena tak terima, sang mantan pacar berinisial S melaporkan IM ke Polisi.
Abdul Kharis menyatakan, revisi ini dipicu oleh kasus Prita Mulyasari, warga Tangerang yang digugat pidana dan perdata karena mengeluhkan layanan Rumah Sakit Ommi Internasional Alam Sutera, Tangerang, lewat email kepada rekannya pada 2008.
Bebas dari tuntutan pidana, Pengadilan Negeri Tangerang menghukum Prita dengan denda Rp 261 Juta. Kasasi Mahkamah Agung membebaskannya dari hukuman perdata, tapi ia dihukum 6 bulan penjara dan percobaan 1 tahun. Pada 2012, Prita bebas setelah PK-nya dikabulkan.
Legislator Golkar, Meutya Hafid dan dari PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira juga sepakat jika UU ITE kembali direvisi.
Meutya mengatakan sejak awal UU ini memicu kontroversi, khususnya pasal 27. Adapun Andreas Hugo mengatakan sebagian besar anggota Komisi I DPR menyadari bahwa UU ITE ini perlu direvisi. Tujuannya, agar UU ini lebih fleksibel dan tidak menimbulkan masalah baru.
Mereka juga menyarankan pemerintah agar segera menerbitkan peraturan pemerintah sebagai turunan UU. Abdul Kharis mengatakan keberadaan peraturan pemerintah tersebut bertujuan menghindari multitafsir terhadap pasal-pasal dalam UU.
“Selama ini, UU ITE sama sekali belum memiliki turunan,”kata Abdul.
Pendapat senada disampaikan Meutya Hafid. Ia mengatakan peraturan pemerintah akan merinci ketentuan dalam UU ITE.(*)
Editor : Awin