Kasus Suap Ketuk Palu APBD Jambi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI terus mengusut suap berjamaah DPRD Provinsi Jambi. Komisi anti rasuah itu belum berhenti hanya pada 12 anggota dewan saja. Siapa berikutnya bernasib buntung?
———————–
JURU bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pemeriksaan sejumlah dewan masih terus berlanjut. Menurutnya, keterangan mereka diperlukan üntuk mengungkap kasus sampai keakarnya. KPK ingin menggali siapa aktor utama dan siapa saja yang terlibat.
“Proses pengumpulan bukti masih terus dilakukan,” singkatnya.
Pengamat Kebijakan Publik Dr Dedek Kusnadi menilai para anggota DPRD yang sudah berstatus tersangka sebaiknya mundur dari jabatannya. Sebab, itu bisa mempermudah bagi partai politik segera melakukan PAW atau pengganti di kursi DPRD.
“Ini soal integritas jika dinilai sudah tidak layak dan bukti yang cukup hingga jadi tersangka, sudahlah mundur jika dinilai sudah tidak bisa menjalankan fungsinya. Partai juga bisa segera melakukan PAW,” katanya.
Dosen UIN STS Jambi itu melanjutkan, kasus korupsi yang melibatkan lintas partai itu menunjukkan bahwa praktek-praktek korupsi bisa dilakukan oleh siapapun. Tanpa mengenal ideologi. Ia khawatir dengan masa depan demokrasi Indonesia yang sedang berjalan.
“Korupsi nyatanya tidak pernah mengenal sekat ideologi dan partai. Apapun partainya, korupsi jalan bersama. Lama-lama ambruk demokrasi kita ini,” ujarnya.
Dedek menilai praktik suap yang melibatkan anggota DPRD dan pimpinan daerah akan terus terulang selama sistem pencegahannya tidak berjalan efektif.
“Ada kekuatan yang tidak kelihatan yang membuat regulasi terkait dengan pencegahan korupsi itu seolah-olah tidak berfungsi,” ujarnya.
Menurutnya, akibat sistem pencegahannya tidak berjalan, yang terjadi kemudian adalah proses gelap yang melibatkan DPRD dan pemerintah daerah.
“Publik tidak bisa mengawasi. Jadi transparansi prosesnya tidak ada,” katanya.
Dalam situasi yang tidak transparan itulah, menurutnya, yang memanfaatkan kemudian para pengusaha yang korup dan punya akses masuk ke dalam.
Nasib Seluruh Anggota DPRD Provinsi Jambi?
Seperti diketahui, dalam sidang lanjutan terdakwa gubernur nonaktif Jambi, Zumi Zola, Kamis (09/09/2018) lalu, terungkap ada suap kepada anggota DPRD Provinsi Jambi untuk menyetujui anggaran yang diminta Zumi Zola.
Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi, Dody Irawan dan kontraktor Muhammad Imaddudin alias Iim mengakui diminta mengumpulkan uang dari para kontraktor oleh orang Zumi Zola.
Uang dalam jumlah miliaran rupiah itu salah satunya disebut untuk menyuap seluruh anggota DPRD Provinsi Jambi.
“Uang dari kontraktor ini untuk seluruh anggota Dewan. Imbalan atas anggaran, atau uang ketok palu,” ujar Lim di hadapan sidang.
Di ruangan sidang, Zola membenarkan keterangan saksi.
Sebulan pasca Zola divonis, KPK menetapkan 12 anggota DPRD Provinsi Jambi sebagai tersangka. Para tersangka itu terdiri dari pimpinan DPRD Jambi itu yakni Cornelis Buston selaku Ketua DPRD Jambi, AR Syahbandar selaku Wakil Ketua DPRD, Chumaidi Zaidi selaku Wakil Ketua DPRD, serta Sufardi Nurzain selaku Wakil Ketua DPRD.
Sementara untuk pimpinan fraksi DPRD Jambi ada 5 orang yang ditetapkan KPK sebagai tersangka yakni Sufardi Nurzain (Fraksi Golkar), Cekman (Fraksi Restorasi Nurani), Tadjudin Hasan (Fraksi PKB), Parlagutan Nasution (Fraksi PPP), dan Muhammadiyah (Fraksi Gerindra). Untuk pimpinan komisi ada 1 nama yang ditetapkan sebagai tersangka yakni Ketua Komisi III DPRD Jambi Zainal Abidin.
Sedangkan 3 orang lain merupakan anggota DPRD Jambi yakni Elhelwi, Gusrizal, dan Effendi Hatta.
Suap diberikan oleh Zumi Zola agar pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019 menyetujui Rancangan APBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2017-2018. Zumi Zola dianggap telah memberikan suap Rp 16,340 miliar kepada sejumlah anggota DPRD Jambi. (*)