KOTA JAMBI – Desakan kuat dari berbagai kalangan jurnalis dan sejumlah elemen masyarakat yang menuntut agar Presiden Joko Widodo mencabut remisi untuk I Nyoman Susrama, akhirnya membuahkan hasil.
Presiden Joko Widodo membatalkan pemberian remisi bagi Susrama, narapidana kasus pembunuhan wartawan Radar Bali, AA Gede Prabangsa. Hal tersebut disampaikan Presiden Jokowi di sela-sela kegiatannya di Jakarta Selatan, Sabtu (9/2/2019).
“Pembatalan ini setelah mendapatkan masukan-masukan dari masyarakat, termasuk dari rekan-rekan jurnalis. Saya perintahkan kepada Dirjen Lapas Kemenkumham menelaah dan mengkaji pemberian remisi itu. Jumat kemarin telah kembali di meja saya. Sudah sangat jelas sekali, sehingga sudah diputuskan sudah saya tanda tangani untuk dibatalkan,” ujar Jokowi dilansir dari sejumlah media.
Dilansir Jamberita (media partner Jambi Link), desakan pembatalan pemberian remisi bagi Susrama ini sudah sangat kencang disuarakan sejak Januari lalu. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di semua daerah menyuarakan sangat kuat dan bersama-sama.
AJI Kota Jambi juga turut serta melakukan berbagai aksi yang menuntut presiden segera cabut remisi tersebut, karena sangat menciderai rasa keadilan di kalangan jurnalis.
Betapa tidak, dari sejumlah kasus pembunuhan pada jurnalis, hanya pembunuhan pada Prabangsa yang berhasil diungkap, dan itupun diberikan pula remisi kepada otak pembunuhnya.
AJI Kota Jambi melakukan demonstrasi di Simpang BI, Telanaipura, Kota Jambi, Jumat (25/1), dengan tuntutan utama pencabutan remisi otak pembunuh jurnalis. Aksi kemudian dilakukan lagi berupa aksi malam solidaritas untuk Prabangsa, di Simpang Tugu Keris, Kota Jambi, Jumat (8/2).
Menanggapi pemberitaan telah dibatalkannya remisi Susrama, Ketua AJI Kota Jambi M Ramond EPU mengatakan hal ini sesuai dengan harapan jurnalis yang tergabung dalam AJI termasuk AJI Kota Jambi.
Ramond menyebut pembatalan remisi pada Susrama sangat penting untuk menjaga kemerdekaan pers Indonesia. Namun Ramond mengingatkan bahwa perjuangan AJI bukan berarti selesai setelah dibatalkannya remisi untuk Susrama.
“Bagaimana bentuk fisik pembatalan itu sampai sekarang belum kita lihat, sampai sekarang baru pernyataan lisan dari Presiden. Kita masih butuh bukti otentik,” ungkap Ramond, Sabtu (9/2).
Lebih lanjut Ramond mengatakan bahwa hingga kini kasus kekerasan kepada jurnalis masih banyak terjadi, dan banyak yang tidak berlanjut ke proses hukum, serta banyak juga yang proses hukumnya tidak jelas.
“Kasus pembunuhan jurnalis di sejumlah kota juga banyak yang belum terungkap. Kekerasan pada jurnalis masih terjadi dari hari ke hari. Perjuangan yang belum berakhir. Negara harus hadir untuk melindungi jurnalis bekerja, karena jurnalis bekerja dilindungi Undang-Undang,” tutur Ramond. (*/sm)